BUTONMAGZ—Kesuksesan tak sekadar milik kaum perkotaan belaka, malah animo sukses kerap dimiliki anak negeri asal pelosok yang (mungkin) tak banyak dikenal dalam peta republik. Sebut saja, Dr. Asrif, M.Hum.- Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur saat ini, adalah seorang yang terlahir dan dibesarkan di Tomia - salah satu pulau di gugusan Kepulauan Tukang Besi.
Andai Kepulauan Tukang Besi tak bersalin nama menjadi Wakatobi (di Sulawesi Tenggara), tentu tak banyak yang mengenalnya, sebab nama kepulauan ini hanya lekang di ingatan generasi tahun 80-an, atau mereka yang berdomisili di kawasan Sulawesi Tenggara saja.
Asrif - begitu sapaannya, adalah putera dari seorang ayah berprofesi guru SD, sedangkan ibunya mengajar di sebuah TK di Pulau Tomia hingga pensiun. Karenanya, pendidikan SD hingga SMA dijalani di pulau seluas 115 Km2. Pulau yang ukurannya masih lebih kecil dari Nusa Penida di Bali.
Menjejak perkotaan bagi seorang Asrif, baru terasa tatkala ia memasuki gerbang pendidikan tinggi di Universitas Haluoleo Kendari (1996—2001), kemudian berlanjut ke Kota Makassar – metropolitan di timur Indonesia, untuk mengikuti pendidikan S2 di Universitas Hasanuddin kurun waktu tahun 2002—2004.
Bekal pendidikan magister yang diraihnya di tahun 2004, menjadi bekalnya sebagai dosen tetap di Universitas Muhammadiyah Buton. Dua tahun kemudian, ia diangkat menjadi PNS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan ditempatkan di UPT Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara.
Mengasah Kepakaran Hingga ke Leiden
Pada tahun 2009, Asrif melanjutkan studi ke jenjang S3 (doktoral) FIB Universitas Indonesia bidang kekhususan Kajian Tradisi Lisan (KTL) yang merupakan Program Kajian Langka yang diprakarsai Direktorat Pendidikan Tinggi Kemdikbud bekerja sama dengan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).
Selama satu semester, ia menjalani studi di Universitas Leiden - Belanda untuk memperkuat kepakarannya. Disertasinya berjudul Kabanti: Kreasi Lisan dalam Seni Pertunjukan Masyarakat Buton.
Usai mengikuti pendidikan doktoral, pada Januari 2016, Asrif mengikuti lelang jabatan dan mendapat kepercayaan memimpin Kantor Bahasa Maluku, sampai dengan tahun 2020.
Pada Agustus 2020 baru-baru ini, ia dipromosikan dan memimpin Balai Bahasa Jawa Timur, lembaga dengan eselon yang dua tingkat lebih tinggi dari eselon sebelumnya. Masuknya Dr. Asrif ke Jawa Timur tentu bukan cerita biasa, sebab provinsi ini merupakan salah satu kawah ‘candradimuka’ dalam rentet sejarah kepemimpinan di Indonesia sebelum masuk ke arus pusaran ibu kota negara.
Selama ini, Dr. Asrif aktif mengikuti seminar, kongres, dan simposium berskala nasional ataupun internasional, baik sebagai peserta ataupun sebagai pemakalah. Ia juga gemar menjadi penyunting buku terutama antologi cerita rakyat dan artikel. Artikel-aartikelnya meramaikan berbagai media massa, baik cetak maupun daring.
Beberapa karya ilmiah yang dilahirkannya diantaranya; (1) Kesusastraan Buton Abad XIX: Kontestasi Sastra Lisan dan Tulis, Agama dan Budaya. (2) Wacana Mitos Imbu di Perairan Wakatobi. (3) Male-Male: Nyanyian Kematian Etnik Cia-Cia. (4) Sawerigading dan Pattimura di Tanah Buton.
Saat ini, ia masih berdomisili di Kota Ambon, Maluku. (**)