
BUTONMAGZ---Bila Anda ke Siak Provinsi Riau, maka ada kawasan yang sangat populer di telinga Orang Buton, maklum kawasan ini bernama Tanjung Buton. Itu sebab warga yang datang ke sana, kadang sedikit samar dengan mengubungkan Tanjung Buton yang berlokasi di Siak, Riau, dengan Buton-pulau penghasil aspal di Sulawesi Tenggara.
Tanjung Buton sebenarnya nama pelabuhan kedua di Riau. Pelabuhan itu diapit oleh pesisir timur Pulau Sumatera dengan selat Pulau Padang di Kabupaten Meranti, Riau.
Jaraknya dari Kota Pekanbaru mencapai 140 kilometer dan 112 mil menuju perairan internasional Selat Malaka.
Pelabuhan itu sudah dipakai untuk bongkar muat, terutama kendaraan mobil atau motor dari Jakarta. Sekali-sekali ada juga ekspor produk agro ke Malaysia, Singapura atau Korea. Untuk lebih mendukung peningkatan ekspor Riau dan pertumbuhan ekonomi, keberadaan Tanjung Buton sangat penting.
Nama 'Buton' yang melekat di kawasan pelabuhan itu konon menurut sejarawan setempat bermula dari pelintas laut Buton sejak abad 16 silam, bersamaan dengan arus migrasi pelaut Bugis-Makassar yang menuju tanah Melayu, yang kemudian menetap dan menguasai sendi-sendi ekonomi termasuk kekuasaan politik.
Pelintas-pelintas samudera asal Buton inilah kemudian menjadikan kawasan itu sebagai tempat beristirahat, berlabuh, dan beberapa diantaranya berdiam di sana. Lama kelamaan, masyarakat Siak menamai kawasan itu sebagai Tanjung Buton.
Ada pula cerita warga setempat bila zaman dulu, kawasan itu sebagai tempat berlabuhnya para perompak laut, sebab merupakan kawasan strategis di Perairan Malaka, perairan laut yang menjadi jalur internasional saat itu hingga kini.
Antropolog Universitas Hasanuddin - Dr. Tasrifin Tahara, ikut mengomentari nama Tanjung Buton itu berkait asal muasalnya. "Memang ada benarnya bila, Tanjung Buton itu berkaitan dengan pelintas laut asal Sulawesi temasuk Buton," tandasnya kepada Butonmagz - Rabu siang ini, 5 Agustus 2020.
Kata Tasrifin, Perairan Malaka sejak dulu pesohor sebagai pusat peradaban. "Di sana kawasan perekonomian, tempat orang belajar Silat dan sebagainya. Kalau ada nama Tanjung Buton itu berkaitan pula dengan kondisi wilayah itu sebagai pusat peradaban di perairan Malaka," sergahnya.
Pelintas-peintas BUton itu umumnya berasal dari kawasan Wakatobi saat ini. "pelaut-pelaut niaga," tandasnya. Sementara berkait dengan adanya status perompak atau bajak laut, itu memungkinkan terjadi, sebab kata Tasrifin - di lautan semua bisa terjadi bila ingin mempertahankan hidup.
"Yang pasti, hadirnya nama Tanjung Buton di Riau tentu berkaitan dengan posisi Perariran Melaka sebagai pusat peradaban, karena menjadi jalur Internasional. Karena bangsa Buton adalah bangsa maritim, makanya lautan menjadi hamparan kehidupan. Wajar kemudian pelaut kita itu membenam nama di sana," imbuhnya.
Tanjung Buton, Kawasan industri di masa kini
Tiga tahun belakangan ini kawasan Tanjung BUton tak lagi sekadar nama pelabuhan, tetapi berubah menjadi kawasan industri yang sangat menjanjikan. Bupati Siak kala itu, Syamsuar - di tahun 2015 silam sangat berkeinginan, pelabuhan Tanjung Buton dilengkapi dengan Kawasan Industri Tanjung Buton. Rencana itu sudah disetujui oleh pemerintah pusat.
Syamsuar mengungkapkan pihaknya telah menyediakan lahan seluas 5.100 hektar dan 600 hektar diantaranya sudah memiliki sertifikat. Siak, kata dia, merupakan daerah yang tepat berada di tengah Riau dan berdekatan dengan Malaysia dan Singapura. Lokasinya melayani hinterland Pekanbaru, Pelalawan, Bengkalis dan Meranti.
"Kapal dengan bobot 50.000 DWT dapat memasuki pelabuhan itu dengan kapasitas mencapai 6 juta ton per tahun. Alurnya dalam dan ombaknya kecil, karena diapit oleh Pulau Sumatera dan Pulau Padang. Kawasan itu juga dapat menjadi Depo BBM yang belum ada di Riau,” kata Syamsuar.(**)
Antropolog Universitas Hasanuddin - Dr. Tasrifin Tahara, ikut mengomentari nama Tanjung Buton itu berkait asal muasalnya. "Memang ada benarnya bila, Tanjung Buton itu berkaitan dengan pelintas laut asal Sulawesi temasuk Buton," tandasnya kepada Butonmagz - Rabu siang ini, 5 Agustus 2020.
Kata Tasrifin, Perairan Malaka sejak dulu pesohor sebagai pusat peradaban. "Di sana kawasan perekonomian, tempat orang belajar Silat dan sebagainya. Kalau ada nama Tanjung Buton itu berkaitan pula dengan kondisi wilayah itu sebagai pusat peradaban di perairan Malaka," sergahnya.
Pelintas-peintas BUton itu umumnya berasal dari kawasan Wakatobi saat ini. "pelaut-pelaut niaga," tandasnya. Sementara berkait dengan adanya status perompak atau bajak laut, itu memungkinkan terjadi, sebab kata Tasrifin - di lautan semua bisa terjadi bila ingin mempertahankan hidup.
"Yang pasti, hadirnya nama Tanjung Buton di Riau tentu berkaitan dengan posisi Perariran Melaka sebagai pusat peradaban, karena menjadi jalur Internasional. Karena bangsa Buton adalah bangsa maritim, makanya lautan menjadi hamparan kehidupan. Wajar kemudian pelaut kita itu membenam nama di sana," imbuhnya.
Tanjung Buton, Kawasan industri di masa kini
Tiga tahun belakangan ini kawasan Tanjung BUton tak lagi sekadar nama pelabuhan, tetapi berubah menjadi kawasan industri yang sangat menjanjikan. Bupati Siak kala itu, Syamsuar - di tahun 2015 silam sangat berkeinginan, pelabuhan Tanjung Buton dilengkapi dengan Kawasan Industri Tanjung Buton. Rencana itu sudah disetujui oleh pemerintah pusat.
Syamsuar mengungkapkan pihaknya telah menyediakan lahan seluas 5.100 hektar dan 600 hektar diantaranya sudah memiliki sertifikat. Siak, kata dia, merupakan daerah yang tepat berada di tengah Riau dan berdekatan dengan Malaysia dan Singapura. Lokasinya melayani hinterland Pekanbaru, Pelalawan, Bengkalis dan Meranti.
"Kapal dengan bobot 50.000 DWT dapat memasuki pelabuhan itu dengan kapasitas mencapai 6 juta ton per tahun. Alurnya dalam dan ombaknya kecil, karena diapit oleh Pulau Sumatera dan Pulau Padang. Kawasan itu juga dapat menjadi Depo BBM yang belum ada di Riau,” kata Syamsuar.(**)