![]() |
Pulau Makasar di Kota Baubau |
BUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.
Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal perjalanan Sultan Mardan Ali sedari kecil, dan dibagian ini menceritakan bagaiman ia memulai kekuasaannya. berikut kisahnya;
Sultan Mardan Ali mulai menjalankan Pemerintahan pada akhir tahun 1647. Dalam menjalankan pemerintahan Sultan Mardan Ali dibantu oleh para pejabat tinggi Kesultanan Buton yaitu antara lain:
(1) Sapati Idaoa sebagai Sapati,
(2) Yarona Kenepulu diganti La Awu sebagai Kenepulu.
(3) La Manempa sebagai Kapitalau Sukanaeyo.
(4) Abdul Rasyid sebagai Lakina Agama.
Pada masa pemerintahan Sultan Mardan Ali atau La Cila pada saat itu keadaan dalam kesultanan Buton belum pulih kembali diakibatkan serangan yang dilakukan oleh Belanda.
Kedatangan tentara Kompeni di Buton sudah sering kali, sehingga nampak adanya gejala yang mengkhawatirkan kepada masyarakat Buton. Golongan yang termaksud kaum musuh yaitu Belanda mengambil dan menggunakan kesempatan itu sebagai suatu yang sangat baik demi untuk kemenangannya menguasai Buton.
Tetapi pada saat itu di pihak La Cila sendiri juga cukup menunjukkan kemampuannya sebagai pimpinan kesultanan, sehingga sulit bagi lawannya untuk secepatnya menyingkirkan La Cila dari kedudukannya sebagai Sultan.
Sultan Mardan Ali hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan. Sultan Mardan Ali berada dalam kedudukan yang sulit karena mendapat dakwaan dari Syara Kesultanan tentang sifat buruknya yang sering melanggar aturan kesusilaan, Sultan mempunyai kelemahan pribadi yang kemudian makin tampak jelas dalam masyarakat Buton.
Sifat, tindakan dan perilakunya yang buruk sangat sulit untuk dikendalikan serta bertentangan dengan adat dan agama. Perilakunya pun dianggap melanggar aturan Kesusilaan yang ada di kesultanan Buton pada saat itu. Hal tersebut dilakukan akibat kurangnya pemahaman terhadap ilmu kebatinan yang dimilikinya dan pada akhirnya menjadi bahan untuk menggulingkan dari kedudukannya sebagai Sultan.
Orang-orang besar kerajaan (syara) pada saat itu sudah sering mengadakan pertemuan-pertemuan di luar pengetahuan Sultan Mardan Ali. Pertemuan itu dibahas perbuatan-perbuatan Ali dimana perlu segera diambil tindakan ketegasan hukum atasnya demi kepentingan orang banyak. Syara harus mampu menetapkan sikap dan harus mengambil tindakan untuk menjatuhkan Sultan Mardan Ali dari jabatannya.
Akhirnya, melalui musyawarah panjang, Dewan Syara memutuskan agar Sultan Mardan Ali dipecat dari jabatannya sebagai Sultan dan dijatuhi hukuman mati. Namun, eksekusi mati terhadap Sultan Mardan Ali bukanlah langkah mudah, mengingat kuatnya dukungan Sultan.
Oleh karenanya, Dewan Syara kerajaan mengusung taktik dengan menyingkirkan orang-orang dekat Sultan yang dianggap sebagai penghalang, diantaranya Kapitaraja atau Gogoli Mbela-Mbela yang tidak lain adalah paman Mardan Ali sendiri.
Kemudian disusul pembunuhan terhadap 13 orang VOC yang ditempatkan oleh deFlaming sebagai pengawal Sultan Mardan Ali. Dengan disingkirkannya pasukan-pasukan Sultan ini, eksekusi mati terhadap Sultan pun dapat dilaksanakan tanpa memulai kesulitan.
Pada saat penyeberangan menuju tempat eksekusi, Sultan menoleh ke belakang sambil mengangkat sebelah tangannya yang ternyata memegang sesuatu benda sambil berkata “Hee Bhontona Gampikaro” artinya “hei menteri Gampikaro”, yang bersamaan dengan itu benda yang ada dalam tangannya di buang ke laut.
Bhontona Gampikaro berusaha menyelamatkan benda yang dibuang itu tetapi sudah tenggelam sehingga sia-sia belaka. Dokumen yang dibuang tenggelam itu berupa sebuah stempel Kesultanan, dokumen perjanjian-perjanjian Sultan Dayanu Ikhsanuddin dan kitab lainnya. Eksekusi mati ini sendiri dilakukan di sebuah pulau di seberang Baubau, yang sekarang dikenal dengan Pulau Makasar. (Al Mujazi Mulku Zahari, wawancara 19 Januari 2019). (zah)
Baca sebelumnya : Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)