Pemerintah akan menyalurkan BLT minyak goreng senilai Rp 100.000 per bulan selama April, Mei, dan Juni 2022. Akurasi data penerima BLT dan persoalan tata kelola minyak goreng kemasan dan curah harus menjadi perhatian,
BUTONMAGZ---Sejumlah kalangan menilai positif pemberian bantuan langsung minyak goreng untuk meringankan beban masyarakat di tengah kenaikan harganya yang cukup tinggi sebagai dampak lonjakan harga minyak sawit di pasar internasional. Akurasi data demi ketepatan penerima mesti diperhatikan. Persoalan tata kelola minyak goreng kemasan dan curah juga tetap mesti diatasi oleh pemerintah.
Seperti diketahui, pemerintah akan memberikan bantuan langsung tunai minyak goreng bagi masyarakat. Bantuan senilai Rp 100.000 per bulan yang akan diberikan selama tiga bulan tersebut ditujukan untuk meringankan beban masyarakat di tengah kenaikan harga minyak goreng yang cukup tinggi sebagai imbas lonjakan minyak sawit di pasar internasional.
”Kita tahu, harga minyak goreng naik cukup tinggi sebagai dampak dari lonjakan harga minyak sawit di pasar internasional. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah akan memberikan BLT (bantuan langsung tunai) minyak goreng,” kata Presiden Joko Widodo dalam keterangannya di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/4/2022).
BLT minyak goreng tersebut akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) serta 2,5 juta PKL (pedagang kaki lima) yang berjualan makanan gorengan. Bantuan akan diberikan sebesar Rp 100.000 setiap bulan untuk tiga bulan sekaligus, yaitu April, Mei, dan Juni. BLT minyak goreng tersebut akan dibayarkan di muka pada April 2022 sebesar Rp 300.000.
”Saya minta Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, dan TNI serta Polri berkoordinasi agar pelaksanaan penyaluran bantuan ini berjalan dengan baik dan lancar,” kata Kepala Negara.
Ketika dimintai pandangan, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan bahwa pemberian BLT minyak goreng tersebut bukan berarti masalah kenaikan harga minyak goreng dapat teratasi. ”Jadi, BLT minyak goreng positif. Tapi, di satu sisi, pemerintah harus menyelesaikan masalah tata kelola minyak goreng kemasan dan curah,” katanya.
Menurut Bhima, pemberian BLT minyak goreng juga perlu memperhatikan akurasi data penerima. Akurasi untuk PKH mungkin tidak ada masalah karena datanya sudah semakin baik. Namun, untuk pedagang gorengan, pendataan ini penting sekali karena dikhawatirkan ada duplikasi data penerima sehingga tidak tepat sasaran.
”Misalnya satu pedagang gorengan menerima lebih dari satu jatah minyak goreng. Sementara yang menggunakan minyak goreng, kan, tidak hanya pedagang gorengan. Industri makanan-minuman kecil yang terdampak juga harus diperhatikan pemerintah. Masalahnya adalah sebagian besar PKL itu, kan, belum memiliki izin usaha yang terdaftar di pemerintah. Kemudian pedagang gorengan cenderung berpindah-pindah lokasi jualan jadi menyulitkan pendataannya,” ujar Bhima.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan pemberian BLT minyak goreng merupakan alternatif yang cukup tepat diberikan ketika kebijakan subsidi yang selama ini diberikan tidak efektif atau berkurang efektivitasnya karena minyak goreng murah tidak sampai di masyarakat yang ditargetkan. ”Jadi, memang kompensasinya adalah dengan memberikan BLT ini. Dan, dari sisi jumlahnya juga saya pikir memadai,” katanya.
Catatan bagi BLT minyak goreng ini, menurut Faisal, sama dengan catatan terkait mekanisme penyaluran BLT selama ini. Kelemahan-kelemahan BLT yang selama ini masih terjadi adalah terkait pendataan dan distribusinya. Penyaluran BLT sering kali terhambat karena ongkos operasional distribusi yang tidak diperhitungkan. Dengan demikian, BLT tidak sampai ke banyak kelompok masyarakat yang semestinya dapat menerima karena jauh jangkauannya. Selain itu juga masalah ketidaktepatan sasaran karena data.
Pemberian BLT tetap tidak menggugurkan kewajiban atau peran pemerintah untuk tetap menyelesaikan permasalahan di rantai distribusi minyak goreng yang menyebabkan terjadinya kelangkaan, minyak goreng subsidi yang tidak sampai.
”Terkait dengan permasalahan minyak goreng, pemberian BLT tetap tidak menggugurkan kewajiban atau peran pemerintah untuk tetap menyelesaikan permasalahan di rantai distribusi minyak goreng yang menyebabkan terjadinya kelangkaan, minyak goreng subsidi yang tidak sampai. Ini, kan, masalah kontrol yang lemah di mata rantai distribusinya dan juga penegakan (aturan). (Hal) itu yang menyebabkan para spekulan tidak bisa ditindak. Ini menjadi PR yang tetap harus diselesaikan,” kata Faisal. (sumber : Kompas)