Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

BHARATA DAN KEBERATAN-KEBERATAN TERHADAPNYA

Foto : La Ode Yusrie - Penulis bersama seorang pengadat dalam peraga Silat

ADA satu hal yang paling sering disalahpahami dan telah memantik perselisihan panjang yang tiada ujung selesainya, sesuatu yang mengaral dan menghalang rekatnya kembali relasi Buton—Muna sebagaimana dimulanya hubungan keduanya dibangun. Satu hal yang terus menjadi ruang “perselisihan” itu adalah Bharata. Apa itu sebenarnya Bharata? Dan mengapa telah menimbulkan keberatan-keberatan?

Bharata adalah sesuatu istilah yang ditafsir berbeda yang kemudian menjadi pangkal dari sengkarut pelik relasi pusat kesultanan Buton dengan wilayah-wilayah kerajaan di sekitarnya. Oleh kerajaan-kerajaan di sekitar Buton, seperti Muna, Bharata dianggap sekadar hanya persekutuan dalam urusan pertahanan untuk saling melindungi belaka, samasekali tidak terkait dengan kekuasaan apalagi penguasaan.

Tetapi Buton tegas berpandangan lain, Bharata tidak lagi hanya sekadar cadik penopang bagi seimbangnya “perahu”, ia telah berganti pengertiannya sebagai negeri vassal bawahan, apalagi sesudah Laelangi naik menjadi sultan Buton keempat, tandaslah segala-gala, Bharata dipertegas pengertiannya, tidak lagi sekadar hanya persekutuan, ia telah menjadi semacam upaya “mencaplok”, maka sejak itu bersalinlah rupa relasi Buton—Muna dari sekutu ke seteru.

Pembarataan kerajaan-kerajaan di sekitarnya itu memantik keberatan, terutama yang secara terang-terangan menolaknya adalah Muna dan Tiworo, sedang Kaledupa tampaknya menerima saja karena sebelumnya telah “ditaklukkan” melalui diplomasi marital La Ode Battini dan Kasawari—Keduanya putera Kenipulu La Bula, pangkal Kaomu Kumbewaha di Kesultanan Buton.

La Ode Battini datang ke Kaledupa sebagai yang menyebut dirinya “Mia Madaki”, atau orang Kaledupa menyebutnya “Mia Dao”, ia mengawini Wa Palebontu puteri La Aru Mansuana Tombuluruha, penasihat kerajaan Kaledupa, sedangkan Kasawari—saudara lain ibu La Ode Battini, mengirim anaknya La Ode Benggali mengawini Wa Sulutani puteri La Molingi Raja Kaledupa ke-10.

Sesudah La Molingi mangkat, Kasawari atau bernama lain La Asifadi naik menggantikannya menjadi raja Kaledupa ke-11, La Ode Battini mendampinginya sebagai Bonto Tooge, sejak itu Kaledupa telah sepenuhnya “di-Butonkan”.

Jabatan Raja berganti Lakina yang dijabat bergantian oleh turunan Kasawari, sedangkan jabatan Mansuana atau panasehat raja berganti menjadi Bonto Tooge, dijabat bergantian oleh turunan La Ode Battini. Sebuah ikatan filosofis yang mengikat abadi Kaledupan—Wolio, tiada dilekang waktu kemudian dilahirkan: Kahedupa Tenirabu te Andi-Andinu Wolio, Kaledupa sejak itu telah menjadi “Adik” bagi Wolio.

Tetapi pembutonan Kahedupa itu bukan tanpa penentangan, penolakan dan perlawanan. Raja Horuo menolak Kasawari menjadi raja Kahedupa, seorang yang dianggapnya “tidak berdarah” Kahedupa. Tetapi di Sombano—daerah di selatan Kaledupa, raja Horuo dipaksa menyembah setelah ia ditaklukan oleh La Arafani Sapati Bhaaluwu yang dibantu Kapitan Waloindi dari Binongko.

La Arafani—Sapati Bhaaluwu dan Kapitan Waloindi memang diberitakan singgah di Kaledupa sepulangnya dari penaklukkan di Kiser Maluku. La Arafani—Sapati Bhaaluwu adalah saudara lain ibu dengan La Ode Battini dan Kasawari, kesemua mereka adalah anak-anak La Bula, pejabat Kenipulu yang menjadi pangkal kaomu bertrah Kumbewaha.

Kulisusu serupa juga Kaledupa, “diselesaikan” memakai strategi marital kawin mawin. Laelangi—Sultan Buton keempat, datang ke Kulisusu menyaru sebagai nelayan rendahan untuk menyaksikan Wa Bilahi menari Lense. Ia jatuh hati dan kemudian mengawini Wa Bilahi puteri Raja Kulisusu Sangiano Lemo, anak mereka bernama La Ode Ode lahir kemudian. La Ode Ode menjadi Raja Kulisusu, dan sejak itu relasi Buton—Kulisusu begitu dekat tiada lagi sekat.

Sekalipun La Ode Ode pernah memantik ketegangan dengan mendatangi Laelagi dalam kemarahan di Wolio menuntut tanggungjawabnya dan hak otonom seluasnya bagi Kulisusu, semua dapat diselesaikan dengan damai setelah Laelangi memenuhi semua yang dituntut anaknya itu.

Penolakan kemudian hanya datang dari Muna, Raja Muna La Ode Kadiri Sangia Kaendea bersama Wa Ode Wakelu istrinya bangkit melawan Buton, bentrokan langsung terjadi di selat Tiworo. Pasukan dalam perintah dan otoritas La Ode Kadiri menyerbu kapal Belanda yang melintas. Kapal itu dibajak dan seluruh awaknya dibunuh.

Pada tahun 1638, raja Muna La Ode Kadiri memimpin pertemuan dengan Sarano Wuna, tiga hal penting diambil sebagai keputusan di sana: (1) Belanda tidak boleh memasuki tanah dan laut perairan Muna, (2) Muna menolak bersahabat dengan Buton selama Buton masih bekerjasama dengan Belanda, (3) Untuk melawan koalisi Buton—Belanda, maka Muna akan berkoalisi dengan Gowa, memberi perlindungan dan bantuan bagi pasukan Hasanuddin yang sedang bersiaga “memantau” Buton di Tiworo.

Pada tahun 1643, mendarat di Wasolangka sisa awak kapal dagang Otter yang karam di perairan kepulauan Wakatobi. Setelah terombang ambing selama lima hari mereka akhirnya mencapai Pangasana/Pancana dan kemudian memasuki pulau itu melalui Salanca (Wasolangka)? Mulanya warga dengan baik menerima mereka, bahkan menyiapkan rumah peristirahatan, tetapi pada malam harinya semua berubah dengan cepat, orang-orang menjadi beringas, menggerebek rumah itu dan membunuh semua orang di sana.

Lima orang Belanda dapat keluar dari kekacauan itu dan melarikan diri mencari selamat, tetapi mereka terus dikejar dan akhirnya dibunuh juga. Abraham Tomassen—seorang yang diberitakan sebagai reporter dan juru tulis, satu-satunya saja yang dapat selamat dari peristiwa naas itu, sekalipun ia terluka tusuk di dadanya ia dapat meloloskan diri.

Pada 25 Mei 1644, Hans Jacobsen, pimpinan perusahaan Otter menjemput Thomassen di Buton, menulis reportase dan kesaksian Thomassen sebagai laporannya: “Meskipun ia (Thomassen) telah menerima luka di dada, namun ia bisa meloloskan diri dan menghabiskan tiga bulan mendatang bersembunyi di semak-semak. Namun karena kelaparan ia akhirnya kembali ke desa, dimana ia menemukan orang-orang masih hidup, seorang wanita dengan dua anak perempuan kecil, seorang Maardijker—Maradika, golongan rakyat jelata. Dalam laporannya itu, Jacobsen juga menulis bahwa dia telah memberi hadiah dan sempat menjual 30 jas pada raja Buton.

21 Maret 1655, Raja Gowa Sultan Hasanuddin menyerang Buton melalui selat Buton, Muna dan Tiworo telah masuk dalam penguasaan Gowa. Raja Muna La Ode Kadiri memanfaatkan situasi itu untuk melepaskan diri dari pengaruh Buton dan Ternate. Sultan Hasanuddin kembali ke Gowa dan baru tiba di Makassar pada tanggal 14 Mei 1655. Dikabarkan kepulangannya ke Gowa itu membawa kemenangan atas perangnya di Buton (Lighvoet: 44) .

Hubungan Buton—Muna terus memanas di masa ini, atas inisiasi Belanda—Ternate—Buton, La Ode Kadiri Sangia Kaindea ditangkap Belanda dan dibawa ke Ternate sebagai pengasingan. Seorang dari Kesultanan Buton dikirim sebagai penggantinya tetapi mendapat penolakan dari Sarano Wuna. Wa Ode Wakelu, permaisuri La Ode Kadiri yang adalah puteri Kapolangku La Manempa memimpin perlawanan dan upaya pembebasan suaminya, setahun kemudian baru ia berhasil membebaskan suaminya kembali ke Muna.
***

BAB kedelapan pasal ketujuh belas Undang-Undang Murtabat Tujuh kesultanan Buton dengan tegas menyebut Muna sebagai  wilayah vassal bawahan Buton yang diberikan otonomi seluasnya mengatur sendiri wilayahnya tetapi sepenuhnya bertanggungjawab kepada Buton.

Pihak Buton menyebut Muna sebagai Bharata, daerah yang setingkat lebih rendah di bawah mereka. Tetapi  alih-alih mendapatkan pengakuan, pasal itu dengan tegas ditolak oleh Muna dan disebut dengan nyinyir oleh mereka sebagai “Pencaplokan” sepihak yang sewenang-wenang.

Silang sengkarut relasi pelik Muna-Buton menghampar bermulalah dari situ. Benih dendam tertanam mulai membiak sejak itu. Keduanya pulau berjiran ini saling melihat dengan sorot melototkan ujung mata yang tajam.

Mula semuanya itu terjadi dalam masa sultan Buton keempat Laelangi yang digelari Dayanu Ikhsanuddin naik berkuasa di Buton sebagai sultan keempat dan mengundangkan sebuah aturan yang disebut oleh pihak Muna sebagai berbau anyir amis politis sebab beberapa isinya telah mengangkangi hak kesertaan mereka dalam setiap kontestasi perebutan kuasa di pusat kesultanan Buton—Wolio.

Sekalipun ditolak oleh Muna itu, Buton kukuh berpegang dalam pandangannya. Jika sebelum undang-undang itu diundangkan, bangsawan Muna (terutama dari klan turunan langsung La Kilaponto) memiliki hak untuk maju dipilih sebagai sultan di Buton—bahkan dengan tidak melalui pemilihan, sejak itu jalan mereka ke tampuk kuasa di pusat kesultanan dipotong, paska pengundangan Murtabat tujuh, tidak lagi ada ruang bagi bangsawan Muna untuk mendapatkan kuasa di Wolio—daerah elit paling berprestise dimana pemerintahan kesultanan Buton berpusat.

Sebuah konsorsium politik dibentuk kemudian untuk sepenuhnya bertujuan menghegemoni, menyimpan kekuasaan dalam genggaman terus-terus, dinamai Kamboru-Mboru Talupalena, tiga tiang agung utama yang memancang kukuh, teguh menopang kesultanan Buton.

* * *
DENDAM lalu menaik jadi kesumat, disuluh serupa api dengan disemburkan minyak gas bumi, nyalanya menyembul menjadi kobar, menjadi bara yang rupanya tak padam-padam hingga kini.

Kesumat itu dibiarkan terus tumbuh, dibiakkan dengan perasaan saling curiga, dibentuk oleh jalan sejarah kontestasi perebutan kuasa masa lalu yang tidak sehat, alot, dan bahkan intriknya begitu vulgar frontal sekali, sesuatu yang memang sulit hilang dalam ingatan, sekalipun telah ditutupi dan disembunyikan dengan rapi dalam lipatan abadi roda putar sejarah kesultanan Buton masa lalu. Lalu mau sampai kapan akan terus begitu itu? (La Yusrie)



  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...