Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Makassar, Aceh, Banten, Surabaya; kota terpadat Nusantara dan di dunia abad-17

Kantor Gubernur Makassar tahun 1919 - Museum Troppen

Sejarawan Ong Hok Ham dalam artikelnya “Dulu Indonesia Punya Kota-Kota Besar," yang diterbitkan Tempo 20 Juni 1981,  menuliskan pada abad ke-16 dan 17 seluruh penduduk Indonesia diperkirakan telah mencapai jumlah 8.000.000 jiwa.

Beberapa kota-kota terpadat disebutkan diantaranya pada abad-16 adalah Malaka dan Demak. Sementara kota terpadat di abad-17 adallah Makassar, Aceh, Banten, dan Surabaya, dengan kisaran penduduk antara 50 ribu hingga 100 ribu jiwa, dan digolongkan sebagai kota-kota teramai di dunia pada zamannya.

Oleh karena itu, Indonesia (Nusantara) sejak dulu menjadi negara berpenduduk terpadat di dunia bukanlah hal yang baru terjadi. Nyatanya pulau-pulau di Nusantara dulunya sudah menjadi tempat yang ramai, bahkan salah satu teramai di dunia. 

Uka Tjandrasasmita dalam Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia menulis pada masa perkembangan Islam beberapa kota di Nusantara memiliki jumlah penduduk lebih besar dibandingkan beberapa kota di Eropa dan Amerika.

London pada abad ke-14 berpenduduk antara 30.000 sampai 40.000 jiwa. New York dan Bristol kurang dari 10.000 jiwa. Pada pertengahan abad ke-15, Frankfurt berpenduduk 8.700 jiwa, Nurenberg 20.000, Strassburg 20.000 jiwa. Kota-kota itu pada masanya sudah termasuk kota besar.

Pada pertengahan abad ke-16 penduduk Bristol masih 10.000 orang, Swedia lebih kurang 5.000 orang. Padahal ukuran sebuah kota minimal berpenduduk 2.000-5.000 orang.

Di Eropa pada waktu itu hanya Paris dan Napoli yang berpenduduk lebih dari 100.000. Dua kota lainnya, Istambul dan Kairo, juga memiliki beberapa ratus ribu penduduk. Lalu seperti kata sejarawan Prancis F. Braudel, kota yang betul-betul raksasa dalam hal jumlah penduduk adalah Peking dan Edo (Tokyo). Pada abad ke-16 keduanya telah memiliki sejuta penduduk.

“Maka Indonesia atau Asia Tenggara pada abad-abad itu agaknya merupakan salah satu bagian dunia yang paling urban, atau bagian terbesar penduduk tinggal di kota seperti Australia sekarang,” tulis Ong.

Sensus penduduk Kesultanan Banten
Pada kenyataaannya data soal jumlah penduduk yang menempati kepulauan di Nusantara pada masa lalu sulit dipastikan. Pada masa kerajaan-kerajaan khususnya, sensus penduduk belum menjadi perhatian.

Menurut Uka, satu-satunya kerajaan, khususnya pada akhir abad ke-17 M, yang pernah punya perhatian terhadap sensus penduduk adalah Kerajaan Banten. Tepatnya sensus itu dilakukan pada 694 M. Ketika itu, yang memerintah Banten adalah Sultan Abdul Mahasin Zainul Abidin, di bawah pengawasan Pangeran Natawijaya.

Sensus penduduk dilakukan terhadap penduduk di Kota Surosowan. Ibukota Kesultanan Banten itu tumbuh menjadi kerajaan muslim sejak 1526 M. Di sana didirikan keraton, masjid agung, pasar, pelabuhan, dan perkampungan asing. Hasilnya, pada sensus yang pertama itu, penduduk Kota Surosowan berjumlah 31.848 orang.

Sensus kedua dilakukan pada 1708 M. Hasilnya penduduk Surosowan bertambah menjadi 36.302 orang. Artinya penambahan penduduk selama 12 tahun hanya 4.454 orang. “Suatu penambahan yang ralatif tak menonjol,” kata Uka.

Selain itu, data penduduk kota lainnya lebih bersifat relatif. Jumlahnya hanya perkiraan berdasarkan sumber berita asing, babad dan hikayat.

Pelawat asal Portugis, Tome Pires, salah satu yang mencatat data penduduk di tempat-tempat yang dia kunjungi. Dalam Suma Oriental, Pires mencatat kunjungannya ke Pasai, Palembang, Cirebon, Tegal, Demak, Tuban, dan Ternate pada abad ke-16.

Menurut Uka, sebelum Islam datang, Samudera hanyalah merupakan sebuah kampung (Gampong) dengan dikepalai oleh kepala suku. Pada abad ke-13 wilayah itu menjadi kota besar, bahkan ibukota kerajaan Islam.

Menurut catatan Tome Pires, penduduk kota di pusat Kerajaan Pasai tak kurang dari 20.000 orang. Palembang, yang juga berada di Sumatra, berpenduduk lebih kurang 10.000 orang.

Waktu itu Palembang telah ada di bawah pengaruh Demak. Kota Demak sendiri, pada awal abad ke-16 adalah pusat kerajaan bercorak Islam terbesar di Jawa. Penduduknya berjumlah antara 8.000-10.000 keluarga. Asumsinya, jika satu keluarga terdiri dari 4-5 orang, kira-kira di kota itu sudah ada 40.000 atau 50.000 orang yang tinggal.

Kendati sudah ramai, corak kehidupan masyarakat di Nusantara berbeda dengan di Eropa dan Amerika. Kota di Eropa Barat, misalnya, secara fisik dikelilingi oleh dinding-dinding pertahanan. Di Indonesia hanya ada beberapa kota yang memiliki dinding, misalnya Surabaya, Tuban, dan Aceh.

“Kota berdinding di Indonesia lebih bersifat kampung daripada gedongan seperti di Barat,” tulis Ong.

Artinya, perbedaan fisik antara daerah kota dan pedalaman tidak demikian nyata. Sebab, rumah di perkotaan Indonesia dikelilingi pekarangan luas dengan pepohonan. (sumber : majalah historia)

Posting Komentar

0 Komentar



  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...