Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

18 November 1667 - Sejarah Perjanjian Bongaya: Cara Belanda Lemahkan Kesultanan Gowa


Setidaknya ada 30 pasal dalam Perjanjian Bongaya yang diteken di Makassar oleh Sultan Hasanuddin dan Cornelis Speelman pada 18 November 1667, tepat hari ini 351 tahun lalu. Sejarah membuktikan, hampir seluruh pasal perjanjian itu merugikan Kesultanan Gowa dan, sebaliknya, amat menguntungkan VOC.

Intinya, Perjanjian Bongaya menjadi legitimasi yang sangat kuat bagi kaum kompeni untuk menguasai perdagangan di wilayah Kesultanan Gowa dan kerajaan-kerajaan taklukannya. Tidak boleh ada bangsa asing lainnya yang berniaga di kawasan itu tanpa persetujuan dari Belanda.

Sultan Hasanuddin sempat melanggar kesepakatan itu dengan kembali melakukan serangan lantaran merasa sangat dirugikan. Namun, VOC masih terlalu kuat dan akhirnya berhasil menjungkalkan sang sultan dari singgasananya. Perjanjian Bongaya tetap diterapkan dan menjadi awal kemunduran Kesultanan Gowa.

Kesepakatan yang Merugikan
Perjanjian Bongaya pada 1667 menjadi rangkaian babak akhir peperangan antara Kesultanan Gowa melawan VOC yang sudah berlangsung sejak awal 1660. Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian setelah Gowa menelan beberapa kali kekalahan dari Belanda.

Dikutip dari Sejarah Maritim Indonesia (2006) karya Agus Supangat dan kawan-kawan, banyak pasal yang merugikan Gowa dalam isi Perjanjian Bongaya dan terpaksa harus diterima Sultan Hasanudin (hlm. 111).

Baca juga: Himayatuddin, Jejak Herpisme dan Kepahlawanan di Tanah Buton

Belanda sangat diuntungkan dengan perjanjian itu sebagai legitimasi untuk menguasai, mendominasi, bahkan memonopoli perniagaan di kawasan Sulawesi Selatan. Pasal 6, misalnya, menyebutkan bahwa tidak ada bangsa Eropa yang diperkenankan masuk atau melakukan perdagangan di Gowa.

Tak hanya bangsa Eropa yang tidak boleh berniaga di wilayah Gowa. Pasal 7 menyebutkan bahwa orang Moor (Muslim India), Siam (Thailand), Aceh, Jawa, hingga Melayu dilarang memasarkan barang-barang dari Cina. Pelaku pelanggaran akan dijatuhi sanksi dan VOC berhak menyita barang-barang dagangannya.

Intinya, seluruh penguasaan serta akses perdagangan di Gowa dan sekitarnya diambilalih sepenuhnya oleh kompeni. Bahkan, sebagaimana yang tertera di Pasal 8, VOC dibebaskan dari pajak dan bea impor maupun ekspor.

Gowa tentu saja amat dirugikan. Bahkan, VOC menjadi pihak yang mengatur roda perekonomian kesultanan pimpinan Sultan Hasanuddin itu. Seperti diungkap Bernard Hubertus Maria Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indonesia (2008), Pasal 12 mengatur bahwa mata uang yang berlaku di Gowa adalah koin Belanda seperti yang digunakan di Batavia (hlm. 190).

Otoritas VOC juga berhak melarang warga Gowa melakukan pelayaran. Hanya beberapa tempat yang diperbolehkan untuk dituju, yakni sebagian Jawa, Bali, Batavia, Banten, Jambi, Palembang, Kalimantan, dan Johor; itu pun harus meminta izin terlebih dulu kepada komandan kompeni yang berwenang di Gowa. Apabila dilanggar, maka si pelaku akan dianggap dan diperlakukan sebagai musuh, demikian bunyi Pasal 9.

Terkait kerugian yang diderita selama perang, demikian disebut dalam Pasal 5, Kesultanan Gowa wajib membayar ganti rugi seluruhnya kepada VOC. Selain itu, tercantum di Pasal 13, Sultan Hasanuddin dan para bangsawan Gowa harus mengirimkan uang senilai 1.000 budak pria dan wanita ke Batavia.

VOC juga memperlemah kekuatan Gowa lewat Perjanjian Bongaya. Termaktub dalam Pasal 10 dan 11, seluruh benteng yang dibangun Kesultanan Gowa di sepanjang pesisir Makassar harus diruntuhkan. Benteng yang diperbolehkan tetap berdiri adalah Benteng Sombaopu yang ditinggali Sultan Hasanuddin.

Sementara Benteng Ujung Pandang akan diserahkan kepada VOC beserta tanah dan desa-desa di sekitarnya. Selain itu, dinukil dari Sosiologi Hukum dalam Perubahan (2009) suntingan Antonius Cahyadi dan Donny Danardono, kompeni diperbolehkan membangun Benteng Rotterdam di Makassar (hlm. 144).

Adapun Pasal 3 menegaskan, kompeni berhak mengambil seluruh alat-alat sisa perang, seperti meriam, senjata, amunisi, dan sejenisnya. Sedangkan di Pasal 4 diatur mengenai penyerahan semua orang Gowa yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang Belanda di berbagai tempat. Mereka akan dijatuhi hukuman sesuai keputusan pengadilan VOC.

Perjanjian Bongaya mewajibkan pula kepada Kesultanan Gowa untuk siap sedia membantu kompeni menghadapi musuh-musuhnya yang datang dari dalam maupun ancaman dari luar, begitu bunyi Pasal 23.

Kesultanan Gowa juga harus melepaskan pengaruhnya atas Bone dan Luwu. Pada 1672, takhta Bone diserahkan kepada Arung Palakka yang ikut membantu VOC mengalahkan Gowa. Menurut Edward Poelinggomang dalam Makassar Abad XIX: Studi Tentang Kebijakan Perdagangan Maritim (2002), Arung Palakka bahkan diberi keleluasaan oleh VOC untuk meluaskan wilayahnya (hlm. 38).
Kompeni mengatur pula kehidupan masyarakat Gowa, juga hubungan dengan kerajaan-kerajaan atau wilayah-wilayah (bekas) taklukkannya, termasuk Ternate, Tidore, Bacan, Butung, Soppeng, Turatea, Layo, Bajing, Bima, dan negeri-negeri lainnya.

Singkat kata, Perjanjian Bongaya benar-benar melucuti pengaruh Kesultanan Gowa yang pernah amat digdaya di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik.

Pelanggaran Awal KeruntuhanSultan Hasanuddin rupanya sudah tidak tahan dengan ketidakadilan yang dilakukan VOC dengan Perjanjian Bongaya. Maka, dengan segenap kekuatan yang tersisa, raja berjuluk Ayam Jantan dari Timur itu melakukan perlawanan lagi terhadap kompeni meskipun harus melanggar kesepakatan.

Beberapa benteng yang sudah diruntuhkan dibangun lagi secara diam-diam. Angkatan perang Gowa juga mendapat bantuan dari beberapa laskar yang digalang oleh adik Sultan Hasanuddin, I Ata Tojeng Daeng Tulolo.

Namun, upaya ini diketahui VOC. Kali ini, tidak ada ampunan lagi. Ahmad Massiara Daeng Rapi dalam Menyingkap Tabir Sejarah Budaya di Sulawesi Selatan (1988) memaparkan, VOC mengerahkan seluruh pasukan gabungan, termasuk bantuan dari Bone, Ambon, dan Batavia, untuk menyerang Benteng Sombaopu pada 12 Juni 1669 (hlm. 129).

Takluknya Benteng Sombaopu dibarengi dengan tertangkapnya Sultan Hasanuddin yang kemudian terpaksa turun takhta pada 29 Juni 1669. Pada 12 Juni 1670, penguasa pembawa kejayaan sekaligus keruntuhan Kesultanan Gowa ini meninggal dunia dalam usia 39.

Sepeninggal Sultan Hasanuddin, situasi damai belum sepenuhnya bisa terwujud. Meskipun VOC sudah menguasai hampir seluruh aspek kehidupan di Gowa, termasuk memonopoli perdagangan, masih ada pihak-pihak yang belum bisa menerima hasil Perjanjian Bongaya yang sangat merugikan Gowa.

Karaeng Karunrung dan Karaeng Galesong, dua abdi setia Sultan Hasanuddin yang memiliki ribuan pengikut, mencoba memberikan perlawanan terhadap VOC. Namun upaya tersebut gagal sehingga keduanya mengalihkan armada mereka ke Jawa untuk bergabung dengan Trunojoyo yang juga sedang menghadapi Belanda.

Selain itu, seperti disebutkan dalam Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Selatan (1985) yang ditulis Muhammad Abduh dan kawan-kawan, masih ada beberapa perlawanan dari sejumlah pejuang Gowa namun dengan mudah dapat dipatahkan kompeni (hlm. 31).

Sultan Abdul Jalil (1677-1709) yang merupakan pemimpin Kesultanan Gowa generasi ketiga setelah era Sultan Hasanuddin pernah menggugat beberapa pasal dalam Perjanjian Bongaya. Namun, hanya satu pasal saja yang dikabulkan gugatannya, yakni mengenai penghapusan utang atau ganti rugi yang harus dibayar kepada Belanda.

Kesultanan Gowa memang tidak sepenuhnya runtuh, bahkan mampu bertahan lama. Namun, secara politik, pengaruh Kesultanan Gowa sudah tidak kuat lagi setelah ditandatanganinya Perjanjian Bongaya, terlebih setelah wafatnya Sultan Hasanuddin.

Cengkeraman Belanda di Gowa yang sangat kuat baru usai ketika pemerintahan Hindia Belanda runtuh pada 1942. Riwayat Kesultanan Gowa pun berakhir setelah Indonesia merdeka dan menggabungkan diri dengan Republik. (sumber : mozaik Hasanuddin-Tirto)

Baca juga :  Cerita di Balik Gambar Sultan Hasanuddin


  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...