Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Mengenal Morfologi bangunan Masjid Keraton Buton (bagian 1)


BUTONMAGZ-- Salah satu bangunan monumental yang melekat dalam ingatan oang Buton sepanjang zaman adalah keberadaan Masid Agung Keraton Buton di Kota Baubau. Warga setempat mengenalnya dengan nama 'masigi ogena', menjadi simbol keabadian Islam di Tanah Buton. Mungkin Anda pernah ke sini, tetapi tak tak terlalu memperhatikan seluk beluk situs kesohor ini.

Berikut, diuraikan morfologi (struktur) bangunannya yang disadur dari sebuah jurnal ilmiah berudul 'pesona masigi ogena Keraton Wolio Kesultanan Buton' tulisan Idham dari Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, Makassar. disajikan dalam dua bagian tulisan, berikut ini;


Masigi Ogena berada di dalam wilayah Kelurahan Melai, Kecamatan Murhum, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Masigi Ogena merupakan satu-satunya masjid yang ada di kelurahan ini. Wilayah kelurahan Melai berada dalam benteng keraton Wolio Buton. Masigi Ogena ditetapkan sebagai benda cagar budaya/situs oleh pemerintah RI berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: KM.8/PW.007/MKP.03 tanggal 4 Maret 2003.

Pada sekitar masjid terdapat tiang bendera yang terbuat dari kayu jati yang berada di sebelah utara, jangkar kompeni dan batu popoua (tempat pengambilan sumpah sultan setelah dilantik dalam masjid yang berada di sebelah timur laut), pendopo dan tempat pemotongan hewan kurban (ket: Tempat pemotongan hewan kurban ini hanya berupa lingkaran yang dipondasi dipinggirnya yang berada dekat tangga. Tempat tersebut pada awalnya digunakan tempat pembakaran kemenyan di bulan Ramadhan) di sebelah timur.

Masigi Ogena didirikan pada masa pemerintahan Langkariyriy Sakiuddin Darul Ulum (Sultan Buton ke-19) atas saran seorang ulama Arab, Syarif Muhammad (Saidi Raba). Masjid ini berbentuk persegi empat panjang, pondasi dan dinding bangunan menggunakan batuan kapur dengan specimen pasir dan kapur. Masjid terdiri atas tiga lantai: lantai pertama menggunakan semen dan dimarmer, lantai dua dan tiga terbuat dari kayu. Bagian lain adalah pintu utama berada pada bagian timur yang diapit dua buah buah jendela, empat buah jendela di sebelah utara, empat buah jendela di sebelah selatan, dan satu buah pintu di sebelah selatan mihrab.

Semua jendela dan pintu dicat dengan warna biru. Selasar (wolio: gode-gode) berada di bagian timur masjid. Selasar ini digunakan sebagai tempat berkumpul para pengurus masjid.

Masigi ogena dibagun di atas pondasi yang ditinggikan. Adapun ukuran pondasi yang ditinggikan adalah sebelah timur 44,90 meter dengan ketinggian (3,30 m pada sudut selatan dan 3,00 m pada sudut utara), sebelah utara 41,15 m dengan ketinggian (bagian tengah 150 cm dan sudut timur selatan 3,55 m), sebelah barat 43,55 m dengan ketinggian (sudut selatan barat 2,55 m) dan sebelah selatan dengan panjang 40,85 m (dengan ketinggian pondasi bagian tengah 1.30 m)

Masjid ini terdiri atas tiga lantai, yakni lantai pertama untuk ibadah salat jamaah dan Jumat, lantai dua yang terbagi atas dua bagian (kanan/utara dan kiri/selatan). Lantai dua bagian utara berlantai kayu yang disanggah oleh balok, dan lantai dua sebelah selatan hanya balok tanpa lantai papan (kosong). Lantai dua diperuntukkan untuk menampung jama’ah di hari Jumat bila lantai satu penuh.

Selain itu, lantai dua juga digunakan untuk menyimpan barang rongsokan, seperti beduk tua, tempat tongkat, dan karpet tua. Adapun lantai tiga tidak ditempati dan orang yang tidak berkepentingan tidak diperkenankan untuk naik ke lantai ini. Lantai tiga hanya berlantai papan (kasar dan tidak dipaku) yang diletakkan di atas balok. Balok dari lantai tiga ini menjadi tumpuan memaku plavon. Lantai tiga yang berada pada limas dua memiliki 12 buah jendela tanpa daun jendela. 

Antara lantai satu dengan lantai dua berjarak 320 cm, dan dari lantai dua ke lantai tiga berjarak 476 cm (diukur pada tiang tengah, tiang ketiga dari dinding).

Khusus lantai pertama, lantainya hanya berupa tanah liat yang dipadatkan, kemudian diberi alas tikar anyaman.Seiring dengan perkembangan, lantainya selalu diperbaharui. Tahun 1986 lantai semen diganti dengan keramik, dan pada tahun 2002 lantai keramik diganti dengan marmer.

Pondasi dan dinding bangunan menggunakan batu kapur dengan specimen pasir dan kapur. Ketebalan dinding antara 50-70 cm dan tinggi rata-rata 240 cm. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara pondasi dan dinding. Dinding dengan cat warna putih terlihat sangat kasar karena tidak diplaster. Ketika dibangun, batu dinding kelihatan. Setelah dicat dengan kapur berkali-kali batu tenggelam dengan kapur tersebut.

Masigi ogena mungkin masjid tua dengan jumlah tiang terbanyak di seluruh nusantara. Secara keseluruhan, tiangnya berjumlah 60 buah: 2026 buah tiang berada di ruang utama yang menjadi penganggah lantai dua dan atap, 10 buah tiang sokoguru yang langsung ke limas dua, selebihnya tiang berada pada sekeliling tembok (tertanam dalam tembok dinding). Adapun tinggi tiang sokoguru, dari lantai dasar ke lantai dua 320 cm, dari lantai dua ke lantai tiga 476 cm yang diantarai balok setebal 20 cm, sedangkan dari lantai tiga sampai ke limasan atas setinggi 180 cm. (ref)

Posting Komentar

0 Komentar


Memuat...