Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Wacana Martabat Tujuh dalam Kesusastraan Jawa-Islam (3)


“Tuhan, misteri yang tak dapat diterjang mata telanjang. Namun, Dia begitu hadir dalam kesadaran orang-orang meyakininya. Tak dapat dilihat, diraba, diterka akal manusia. Dia berada dalam lorong gelap yang tak tembus mata, tetapi begitu dekat (inni qarib), bahkan lebih dekat dari urat nadi kita. Sosok paling setia yang tak pernah meninggalkan hamba-Nya. Seberapa pun jauhnya hamba tersesat, Dia selalu memanggil menyebarkan kasih-Nya untuk makhluk-Nya.”
-------------------------
Oleh: Khairul Imam
--------------------------

Nuansa mistik dalam Suluk Linglung Sunan Kalijaga tampak begitu mendominasi. Suluk Linglung merupakan tulisan atau gubahan Iman Anom yang didasarkan dari Kitab Duryat karya Sunan Kalijaga. Suluk ini merupakan pembabaran perjalanan spiritual Sang Sunan yang disampaikan secara khusus kepada para muridnya. Sementara penyampaian suluk ini dalam dakwahnya secara terbuka untuk masyarakat luas tertuang dalam lakon Serat Dewa Ruci. Dewa Ruci dalam lakon tersebut tidak lain adalah Nabi Khidhir, yang kelak akan mereka jumpai dalam perjalanan ruhani kepada Allah Swt.[1]

 Setelah meniupkan Ruh idhafi maka Allah mulai mewujudkannya dalam alam segala rupa, berupa penciptaan jasmani alam semesta. Tingkatan ini adalah martabat kelima, yaitu alam mitsl. Tempat nyata Wujud Allah yang bernama Mushawwir, artinya yang membentuk segala rupa. Martabat ini juga dinamakan Martabat Ta’ayun Rabi’u, atau Nyata Yang keempat. Alam mitsl atau alam segala rupa, yang zahir daripadanya dan yang memerintahkannya wujud yang bernama Mushawwir, dalam arti yang membentuk atau menjadikan.

Dalam Serat Wirid Hidayat Djati disebutkan sebagai sesotya aran darah, yaitu berlian yang berwarna-warni yang mengalir ke seluruh tubuh manusia. Berlian ini tidak lain adalah darah hidup.[2]

Maka dikatakan dalam Suluk Linglung, Khidhir menyatakan bahwa syahdat jati adalah darah tempat segala dzat  atau makhluk mencerap rasa yang sebenarnya tentang hidup, dan kehidupan sama dengan kemenyatuan Jibril-Muhammad-Allah. Ketiganya, atau yang keempat adalah darah hidup, layaknya orang mati. Apakah orang yang sudah mati ada darahnya? Darah itu hilang bersama atau menyatu dengan sukma. Sukma atau ruh hilang, dan kembali kepada Alip tersebut. Sukma yang hilang dan kembali kepada Alip itu disebut ruh idhafi.

Selain menghidupi tubuh dan menjadi pemompa jantung sehingga tercipta gerak badan, darah juga membawa budi yang menjadi titik kesadaran manusia. Darah yang membawa budi disebut sebagai pepaesaning Dat (hiasan dzat), disebut juga dengan wiwaraning atma (lubang melingkar dari Ruh). Lubang adalah celah, dan di dalam darah manusia terdapat lubang atau celah ruh. Maka, jika darah menghilang, maka ruh akan keluar dari tubuh fisik manusia.[3]

Kemudian, martabat keenam adalah alam ajsam. Pada tingkatan ini, tubuh sudah mulai terbentuk. Alam ini dikatakan sebagai ta’ayun khamis sebagai kelanjutan dan penyempurnaan dari ta’ayun rabi’u,. Alam ajsam adalah alam segala tubuh lahiriah, atau disebut juga dengan martabat insan kamil, di mana manusia sudah mulai disempurnakan berupa tubuh jasmani dan tubuh rohani, setelah sembilan lamanya berada dalam rahim ibunya. Dan, ketika telah lahir maka manusia memasuki alam insan.

Alam insan merupakan tingkatan terakhir atau ketujuh dalam martabat tujuh. Ia disebut juga dengan ‘alam al-jam’u, yaitu menghimpun Dzat, asma’ af’al, dan sifat Allah Swt. Alam ini dianggap sebagai tempat paripurna wujud Allah. Pada tingkatan terakhir ini tercipta dhindhing jalal yang disebut Kijab, yaitu selubung yang telah menutupi tubuh manusia. Dhindhing Jalal atau jasad ini meski satu namun memiliki dua macam perwujudan; Jasad Turab dan Jasad Latip.[4]

Hal ini senada dengan ungkapan dalam Suluk Linglung  bahwa Jisim Latip ialah Jisim Angling yang sudah mewujud semenjak dahulu kala yaitu Alip yang disebut angling atau Adam. Saat itu, manusia baru dalam tahap “konsep” penciptaan di alam malakut; tanpa mata, tidak berkata-kata, tidak mendengar, tanpa perilaku, dan tidak melihat. Kemudian diturunkan ke alam Adam, dan menjelma Nur Muhammad di alam arwah. Maka menjadi ruh idhafi yang harus bersandar pada yang lain, dan ini adalah bagian dari Dzat Allah. Lalu diturunkan lagi alam ajsam, dan ia dibungkus dengan jisim latip (ruhani) dan turab (jasmani).

Kemudian, manusia berada (diproses) di dalam rahim ibu, hingga menjadi sempurna (Insan Kamil) dalam alam insan. Di alam inilah disatukan ke dalam rahasia Dzat Allah Swt. Karena di dalam badan Insan (tubuh yang kasar) yang bisa dilihat dan dapat dirasakan dengan sentuhan terjalin Tujuh Martabat ilahiah; Ahadiyah (Martabat Ketuhanan) sampai martabat alam Insan tempat berkumpulnya Dzat Allah, Sifat Allah, Asma’ Allah, Af’al Allah.

Inilah beberapa konsep Martabat Tujuh yang terselip dalam Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Apa pun yang tertuang di dalamnya tidak lain merupakan bagian dari ajaran Sunan Bonang. Meski tampak lebih idealis, ajaran-ajaran tasawuf Sunan Bonang menjelma doktrin mistiko-filosofis di tangan murid terkasih, Sunan Kalijaga. Seperti pembabaran dalam Suluk Linglung di mana ajaran mistik Ibnu Arabi sangat kental mewarnai kajian ini, misalnya kisah pertemuan dengan Nabi Khidhir di tengah samudera.

Dalam Imajinasi Kreatif: Sufisme Ibn ‘Arabi, Henry Corbin mengetengahkan satu pembahasan tentang menjadi murid Khidhir. Berdasarkan pengakuan Ibn ‘Arabi, ia merupakan salah seorang yang paling sering dijumpai oleh sosok Khidhir, bahkan mengaku sempat diberikan “Jubah kehormatan” oleh Khidhir. Selain itu, fakta dijadikannya Khidhir sebagai seorang guru tampaknya telah menanamkan pada diri sang murid—sebagai individu—suatu dimensi transenden, juga dimensi trans-historis.

Maka, yang masih harus dipastikan adalah posisi Khidhir dalam tatanan jenjang teofanik (Penampakan Tuhan). Lantas, siapakah Khidhir, yang dipandang sebagai guru spiritual gaib oleh seorang mistik yang tidak tunduk kepada ajaran kolektivitas dan guru duniawi yang mana pun. Mungkinkah Khidhir yang berjumlah satu menghadapi kemajemukan murid-murid dalam satu relasi yang sulit dipertemukan dengan perasaan teguh antara masing-masing orang dengan yang lainnya.[5]

Selain dalam Suluk Linglung, wacana Martabat Tujuh juga merembes dalam Serat Wirid Hidayat Jati karya R.NgRonggowarsito. Sebagaimana dikutip oleh Simuh, secara gamblang konsep pertama, yaitu Alam Ahadiyah tertuang dalam ungkapan:[6]

“Sejatine ora ana apa-apa, awit duk taksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji kang ana dhingin iku Ingsun, ora ana Pangeran ananging Ingsung, sejatining Dzat kang Amaha Suci, anglimputi ing siaptining-Sun, anartani ing asmaning-Sun, amratandhani ing apngal-Ingsun.” (Sesungguhnya tidak ada apa-apa, karena sewaktu masih dalam keadaan kosong, belum ada sesuatu pun, yang ada terlebih dahulu adalah ‘Aku’, sesungguhnya Zat Yang Mahasuci meliputi sifat-Ku, menyertai nama-Ku, menandai perbuatan-Ku)

Dalam karyanya yang lain yang berjudul Suluk Sukma Lelana juga dibabarkan tentang konsep Tuhan yang tak dapat diketahui oleh akal, indra, maupun dugaan.

“Angandika Sang Tenayang Resi/ inggih ngong wawartos/ sorah Kitab Hidayat Jatine/ mila Pengeran tan kantha warna/ tetapira  yakin/ kang waskitheng kalbu//

Sejatine ingkang Maha Suci// Dzat mtlak kawartos/ ya ing kadim jali abadine /jumenengnya jroningnukat gaib/ sumereh ing ngurip/ uripnya punika//

Mila urip kalawan Dzat nunggil/ witira kacriyos/ pinasrahan pangawasa kabeh/ anguripi saendraning jisim/ wijangira mawi/ ing duksinanipun

Putra pendeta (Sukma Lelana) itu menjawab, Ya (Sang putri Dewi Perjiwati) akan saya terangkan ajaran kitab Hidayat Jati, yang menerangkan bahwa Tuhan itu tak berupa (tak berwujud) dan tak berwarna, namun bagi orang berhati bijaksana, pasti yakin adanya. Sesungguhnya Zat Yang Mahasuci adalah Maha Mutlak, bersifat qadim (tak berawal), azali, abadi. Bersemayam dalam nukat gaib (kalbu manusia), terpadu dengan sifat hidup kita. Oleh karena itu, hidup dan Zat itu menunggal. Oleh karena itu, hidup telah diserahi kekuasaan untuk menghidupi seluruh tubuh.

Kita dapat memastikan arah uraian di atas merupakan gubahan dari Ibnu Arabi yang berpaham panteis-monis. Menurut Ibnu Arabi, dalam keadaan mutlak Tuhan merupakan lautan yang dalam dan gelap gulita, atau laksana Perbendaharaan Yang Tersembunyi (Kanzan Makhfiyyan) yang tak bisa dikenal. Atau adaptasi dari Insan Kamil-nya Al-Jili yang dalam Wirid Hidayat Jati sempat disebutkan beberapa kali.[7]

Tuhan, misteri yang tak dapat diterjang mata telanjang. Namun, Dia begitu hadir dalam kesadaran orang-orang meyakininya. Tak dapat dilihat, diraba, diterka akal manusia. Dia berada dalam lorong gelap yang tak tembus mata, tetapi begitu dekat (inni qarib), bahkan lebih dekat dari urat nadi kita. Sosok paling setia yang tak pernah meninggalkan hamba-Nya. Seberapa pun jauhnya hamba tersesat, Dia selalu memanggil menyebarkan kasih sayang untuk makhluk-Nya. [**]

Bersambung…

Catatan kaki:

[1] Lihat Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo (Bandung: IIMAN dan PBNU, 2014), hlm. 224

[2] Damar Shashangka, Induk Ilmu Kejawen., hlm. 109

[3]Ibid., hlm. 110

[4]Ibid., 111

[5] Ibid., hlm. 51-56.

[6] Simuh, “Aspek Mistik Islam Kejawen dalam Wirid Hidayat Jati” dalam Warisan Intelektual Islam Indonesia: Telaah Kritis atas Karya-karya Klasik (Bandung: Mizan dan Elsaf, 1987), hlm. 66

[7] Ibid., hlm. 67


  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...