![]() |
Samsu Umar Abdul Samiun, S.H (foto : dok.satulis.com) |
BUTONMAGZ---Umar Samiun, bernama lengkap Samsu Umar Abdul Samiun, S.H., adalah nama yang sangat melekat di ingatan orang Buton kurun waktu dua dasawarsa belakangan ini. Bukan sekadar mantan Bupati Buton sejak 12 Agustus 2012 hingga tahun 2017, kemudian terpilih kembali, tetapi kemampuannya memelihara tatanan sosial politiknya hingga sekarang, membuat ia selalu disegani dan dihormati banyak kalangan.
Pak Umar Samiun, terlahir di Buton, 13 Maret 1966 silam, terbilang sebagai sosok petualang yang tak henti dalam berpikir dan bertindak. Ya, dia seorang pemikir cerdas, tegas dalam membuat keputusan, namun demokrat dalam bersolusi. Di sisi yang lain, ia seorang yang pantas disebut sebagai budayawan, karena pengetahuan ke-buton-annya yang mumpuni.
Semua potensi diri yang dimiliki seorang Umar Samiun, membuat sosoknya begitu membumi di jazirah Kepulauan Buton. Bahkan ada yang berpendapat bila ‘memiliki’ seorang Umar Samiun seibarat memiliki segenap sosial-politik di daerah ini.
Pendapat itu banyak benarnya, sebab sosok mantan bupati dan mantan Ketua DPRD di Kabupaten Buton adalah sosok yang sangat supel dalam pergaulan, baik bagi kelompok pemuda hingga para tetua. Itu sebab diksi-diksi narasi dalam setiap even yang dijalaninya selalu dimulai dengan dengan kalimat “orang tuaku, saudara-saudaraku, dan adik-adikku”. Kalimat yang mengejawantahkan dirinya tak berpisah dengan orang lain.
Dalam hal berkarya, Pak Umar punya talenta yang tak diragukan. Dia sosok pembangun kawasan ‘Takawa’ di Pasarwajo – pusat pemerintahan Kabupaten Buton saat ini. Inspirasi berpikirnya selalu bermuara pada hal-hal baru yang bermuara pada kemajuan daerah. Ia pun sangat unik dalam tampilan sehari-hari hingga acara-acara formal, bersarung khas Buton. Tak heran banyak orang melabelinya sebagai ‘politisi bersarung’.
Sarung, adalah fashion khas ras masyarakat Melayu, tetapi balutan sarung yang dipakainya tak membuatnya merendahkan keadaan. Sebaliknya sarung khas Buton yang dikenakannya membuat performanya begitu kuat, itu sebab ia pun dikenal sebagai tokoh Buton yang konsisten memelihara budaya dalam sosial-politik.
Teringat pesan Tan Malaka – sosok sosialis Indonesia di zaman pergerakan kemerdekaan Indonesia, ‘terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk’ – seeolah menggiring ingatan padanya, sebab retasan perjalanan karir Pak Umar Samiun - dari pengusaha, wakil rakyat, hingga kepala daerah, tak selalu mulus. Ada saja hal yang kerap membenamnya dalam kehidupan politik, tetapi ia menjalaninya dengan tegak dan terhormat. Wajar, bila ia selalu kembali ke negerinya tersambut bak orang yang selalu dirindukan. Begitu kuat sosok tokoh ini.
Jelang bulan penghujung tahun 2020, nama Umar Samiun tergadang-gadang sebagai salah satu kandidat kuat Gubernur Sulawesi Tenggara periode mendatang pasca H. Ali Mazi, S.H., namanya membahana seantero jazirah Kepulauan Buton, kepulauan yang selalu diimpikannya sebagai provinsi ke-35 di Indonesia. Lalu menyeberang ke daratan Sulawesi Tenggara. Umar seolah meretas jalan panjang untuk pengabdiannya di bumi Anoa ini.
Memang, langkah politik sosok ini seibarat melukis di birunya lautan, sulit menebaknya. Sebab ia selalu menyisir jengkal negeri dengan pikiran dan tindakan taktisnya; merangkul dan membesarkan orang-orang yang dianggapnya memiliki komitmen membesarkan negeri, namun di balik itu ia sosok yang gemar berbagi dengan banyak orang; humoris dalam diskusi-diskusi yang penat. Sangat terasa bila Ia cerdas dalam mengelolah psikologi publik.
Satu hal yang melekat diingatan orang Buton saat ini adalah Umar Samiun mulai tertempa dengan religiutas ke-Islam-an yang membuatnya selalu tenang di berbagai aktivitas. Memapankankan dirinya, sebagai sosok kuat dari Negeri Buton. (zah)