![]() |
Alauddin, S.Pd., guru yang amanah dari SMPN. 16 Baubau |
BUTONMAGZ---Alauddin, S.Pd - usianya sekira 40 tahunan, ia seorang guru definitif di SMP 16 Baubau di Kolagana, wilayah yang yang terbilang berada di pinggiran keramaian Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Namun, ia begitu bangga bisa mengabdikan diri di sekolah itu. Menepati waktu, menunaikan tugasnya kendati Covid-19 masih mendera.
“harus tetap ke sekolah pak, meski tidak ada murid, banyak kerjaan juga”, timpalnya dengan nada sederhana kepada Butonmagz, Rabu malam, 26 Agustus 2020.
Ia tak pernah menyoal soal jarak rumah dan sekolahnya yang ia tempuh setiap hari sekira 50 KM pergi-pulang. “Masih dalam wilayah Kota Baubau pak, biasa saja,” tandasnya.
Kesederhanaan guru Alauddin berbading lurus dengan perangainya yang dikenal jujur dan amanah. Satu hal paling mengangumkan dengan sosoknya adalah ketika ia harus menyerahkan honor seseorang yang disimpannya selama 17 tahun. Ya sejak tahun 2003 silam. Honor yang oleh pemiliknya telah terlupakan, bahkan tak pernah terbetik sekalipun diingatan pemiliknya.
Memang jumlahnya tidak seberapa, Rp. 30 ribu dalam pecahan 5 ribuan. Honor sebagai dewan juri MTQ Tingkat Kota Baubau yang dihelat tahun 2003 lalu, saat Kota Baubau sendiri baru berusia 2 tahun sebagai daerah otonom di Sulawesi Tenggara.
“Karena baru bertemu Bapak, maka saya serahkan honor ini, jangan lihat jumlahnya Pak, ini amanah yang dititip Panitia MTQ ke saya sejak tahun 2003 lalu, 17 tahun lalu Pak. Mohon diambil sebab ini amanah dan hak Bapak. Saya mohon maaf atas keterlambatan saya menyerahkannya,” kata Guru Alauddin ke Pak Hamzah, si penerima honor.
Alauddin tak sekadar menyerahkan honor tersebut dengan amplop putih aslinya yang terlihat telah menguning karena termakan usia, ia juga menyodorkan bukti bayar asli yang telah melusuh pula untuk ditanda-tangani si penerima. Sebegitu lamanya, beberapa nama yang ada dalam daftar penerima itu telah meninggal dunia.
“Bapak sudah lama sekali saya cari-cari, saya kira Bapak pindah ke mana, karena saat itu Bapak masih wartawan, tapi saya menyimpannya, sebab saya yakin suatu saat nanti saya kan bertemu Bapak lagi, entah di mana,” kata guru Alaudin.
“Mengapa Pak Alauddin tidak menggunakannya saja, toh jumlahnya tidak seberapa, dan administrasi pertanggung- jawabanya juga sudah selesai?” Tanya Pak Hamzah.
“Tidak bisa pak, itu bukan hak saya. Itu amanah yang dititip ke saya. Karena tak bertemu saya tetap menyimpan bersama dengan berkas-berkas mengajar saya, agar setiap waktu bisa melihat dan mengingat Bapak,” jawabnya.
Terasa betul kejujuran guru Alauddin. Ia bahkan tak pernah berharap apa-apa dari upayanya menyimpan dan mengamankan hal yang bukan haknya.
“Saya sempat memperoleh informasi bahwa Bapak ke Jakarta untuk menempuh pendidikan selama beberapa tahun lamanya. Saat itu saya tahu, anak sekolah biasanya butuh uang, siapa tahu ketemu, saya pasti serahkan supaya Bapak bisa gembira juga too,” candanya.
![]() |
Amplop dan uang 'tua' yang masih utuh |
Cerita mencari si Pemilik Honor
Dua pekan lalu, pada peringatan HUT Kemerdekaan ke 75, Guru Alauddin berbenah di meja kerjanya, merapikan buku-buku pelajaran muridnya. Ia kembali melihat amplop honor itu. pikirannya menerawang ke mana-mana. Ia meyakini, bila si pemilik amplop itu kemungkinan besar sudah kembali dari Jakarta.
Ia kemudian menghubungi rekannya,; Ilor Syamsuddin – seorang yang dikenal pula sebagai jurnalis di kota ini. Guru Alauddin meyakini sesama jurnalis apalagi dalam satu daerah, pasti saling kenal. “Dinda, kenal pak Hamzah, beliau di mana sekarang, kerja di mana?” tanya Guru Alauddin ke Ilor Syamsuddin.
Ilor Syamsuddin menjelaskan panjang lebar, tentang pertemanan dan intensitas pertemuannya dengan Pak Hamzah. Dari masalah pekerjaan, keluarga, hingga kegiatan olahraga bersama.
Alauddin pula pernah bertanya ke istrinya beberapa tahun lalu, yang kebetulan mengajar di Madrasah Tsanawiyah Baubau. ia pun mendapatkan informasi bila anak Pak Hamzah bersekolah di sana, dan mendapatkan informasi tentang tempat tinggal dan aktivitasnya. Klop, ia yakin tak salah orang.
“Saya hanya tak mau menitip kalau bukan ke Pak Hamzah langsung, saya harus menjelaskan semuanya, jangan sampai ada kesalahpahaman,” kata Guru Alauddin.
Rabu malam, 26 Agustus 2020 sekira pukul 20.00 wita, Alauddin melintas dengan motornya di kawasan kantor Kominfo Kota Baubau di Bukit Wolio Indah, dan menemukan Pak Hamzah berada di sana. Ia kemudian bergegas ke rumahnya, unuk mengambil honor yang belasan tahun disimpannya itu.
“Pak Hamzah kan? Saya datang untuk menyerahkan honor Bapak MTQ tahun 2003 lalu? Tanyanya singkat, dan menjelaskan seperti yang diceritakan sebelumnya.
Guru Alauddin masih sempat meminta maaf ke penerima. Sebab uang yang dalam amplop itu, bukan lagi ‘aslinya’. Ia beberapa kali menggantinya, meski dengan nilai yang sama.
“saya sempat ganti pak, karena uangnya sudah lusuh, tidak bisa di pakai lagi, sudah tua. Saya juga pernah ganti, karena ada uang yang sudah di tarik peredarannya,”.ungkap Alauddin dengan jujur.
Bahkan 6 lembaran uang 5 ribuan yang diterima diserahkannya pun masih terbilang produk lama. Cetakan tahun 2001, pecahan Rp 5 ribu-an bergambar Imam Bonjol.
Saat menerima, Hamzah mengaku begitu bangga dengan kejujuran dana amanahnya seorang guru Alauddin. Sebagai bentuk penghargaan, uang itu tak akan digunakannya dan disimpannya sebagai ‘prasasti kejujuran’ seorang guru bernama Alauddin, guru yang memintal moral di era manusia yang banyak abai dengan nilai dan tanggung-jawab. (ref)