BUTONMAGZ--Riset fenomenologi kembali menjadi riset yang sering digunakan dalam berbagai riset bidang ilmu komunikasi, karena riset ini memiliki berbagai keunggulan tersendiri sebagai sebuah riset eksplorasi pengalaman partisipan penelitian untuk sebuah fenomena sosial tertentu. Demikian diungkap Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid (Ikom SPS Usahid) Jakarta, Dr.Pinckey Triputra.
“Fenomenologi memiliki keunggulan tersendiri sebagai sebuah metode riset yakni dalam hal pengumpulan data yang bisa lebih efisien dan ekonomis. Berdasarkan tren maraknya kembali penelitian-penelitian menggunakan metode fenomenologi serta banyaknya minat mahasiswa terhadap riset ini , maka Prodi Ilkom SPS Usahid menggelar acara seminar ini,” kata Pinckey Triputra melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (16/2).
“Fenomenologi memiliki keunggulan tersendiri sebagai sebuah metode riset yakni dalam hal pengumpulan data yang bisa lebih efisien dan ekonomis. Berdasarkan tren maraknya kembali penelitian-penelitian menggunakan metode fenomenologi serta banyaknya minat mahasiswa terhadap riset ini , maka Prodi Ilkom SPS Usahid menggelar acara seminar ini,” kata Pinckey Triputra melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (16/2).
![]() |
Dr. Pinckey Triputra |
Sehari sebelumnya, Prodi Ilmu Komunikasi Sekolah Pascasarjana (SPS) Universitas Sahid, mengadakan seminar seri kedua bidang penelitian ilmu komunikasi bertajuk “Menerapkan Riset Fenomenologi Pada Penelitian Kualitatif”, di Jakarta, dengan tiga pakar ilmu komunikasi yakni Dr.Pinckey Triputra, Dr.Haryatmoko dari Universitas Sanata Dharma, serta Dr.Turnomo Rahardjo dari Universitas Diponegoro.
Di seminar, Turnomo Rahardjo memberikan contoh-contoh penelitian terkait metode fenomenologi. Antara lain, dia pernah melakukan penelitian terhadap konsep identitas diri para penghayat aliran kepercayaan Saptodarmo di Brebes, Jawa Tengah selama berbulan-bulan.
Melalui serangkaian wawancara mendalam dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat penghayat aliran kepercayaan itu, akhirnya diketahui bahwa kelompok masyarakat tersebut seringkali mendapat perlakuan diskriminasi dari masyarakat sekitar, mulai dari lahir karena tidak memperoleh akte kelahiran, saat menikah tidak ada lembaga resmi yang menikahkan, bahkan hingga meninggal dunia pun sulit mendapat lahan pemakaman.
Untuk menghindari diskriminasi lebih jauh, masyarakat penghayat aliran kepercayaan ini kemudian melakukan strategi “co-culture”, yakni dengan bersedia menyebutkan beragama tertentu di KTP-nya kendati sesungguhnya mereka tetap setia pada ajaran aliran kepercayaan.
Di seminar, Turnomo Rahardjo memberikan contoh-contoh penelitian terkait metode fenomenologi. Antara lain, dia pernah melakukan penelitian terhadap konsep identitas diri para penghayat aliran kepercayaan Saptodarmo di Brebes, Jawa Tengah selama berbulan-bulan.
Melalui serangkaian wawancara mendalam dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat penghayat aliran kepercayaan itu, akhirnya diketahui bahwa kelompok masyarakat tersebut seringkali mendapat perlakuan diskriminasi dari masyarakat sekitar, mulai dari lahir karena tidak memperoleh akte kelahiran, saat menikah tidak ada lembaga resmi yang menikahkan, bahkan hingga meninggal dunia pun sulit mendapat lahan pemakaman.
Untuk menghindari diskriminasi lebih jauh, masyarakat penghayat aliran kepercayaan ini kemudian melakukan strategi “co-culture”, yakni dengan bersedia menyebutkan beragama tertentu di KTP-nya kendati sesungguhnya mereka tetap setia pada ajaran aliran kepercayaan.

Turnomo mengatakan bahwa penelitian fenomenologi memusatkan perhatian pada studi tentang pengalaman dari perspektif individu. Berdasarkan pada paradigma pengetahuan pribadi dan subyektivitas, menekankan pada perspektif personal dan intepretasi. Penelitian fenomenologi juga memiliki kekuatan untuk memahami pengalaman subyektif, mendapatkan wawasan tentang motivasi dan tindakan orang.
Sementara itu, Haryatmoko atau akrab dipanggil Romo Moko menyatakan bahwa tujuan metode fenomenologi pertama-tama adalah untuk membantu memahami dan mengidentifikasi fenomena khas melalui cara bagaimana fenomena itu dipersepsi oleh partisipan di dalam situasi tertentu.
Seminar tersebut , merupakan hasil kerjasama Prodi Ilkom SPS Usahid dengan komunitas Peneliti Kualitatif untuk bidang Ilmu Komunikasi (Conquire) serta Yayasan Kompatibel. Peserta seminar ini sekitar 100 orang, berasal dari para mahasiswa tingkat pascasarjana, dosen, serta para peneliti ilmu komunikasi.
“Seminar ini bermanfaat memperdalam pengetahuan para mahasiswa, akademisi, dan peneliti dalam riset komunikasi dengan metode fenomenologi karena pada seminar ini dilakukan pula latihan simulasi reduksi data hasil wawancara,” kata salah seorang peserta seminar, Dr.Radita Gora.
Ditambahkan Pinckey Triputra, Prodi Ilmu Komunikasi SPS Usahid ke depannya akan makin mengembangkan metode-metode riset dengan pendekatan kualitatif, antara lain juga riset dengan metode fenomenologi. "Pembahasan lebih mendalam lagi mengenai riset-riset pendekatan kualitatif, termasuk fenomenologi salah satunya, akan kembali digelar pada seri seminar berikutnya, yakni seminar internasional yang menurut rencana diselenggarakan November 2020 di Jakarta dengan pembicara pakar ilmu komunikasi internasional. (**)
0 Komentar