Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Dulu, orang Buton di Papua Barat disebut ‘orang Pouton”

Haji Oea Saraka di Onin (Fakfak) - Tokoh Islam Fakfak- Foto diambil antara tahun 1890-1900 (troppenmuseum)

TERDAPAT hal menarik ketika mencermati kehidupan diaspora orang Buton di berbagai blahan negeri di Nusantara. Salah satunya di Papua Barat, orang Buton dianggap sebagai salah satu etnik yang terlibat dalam penyebaran Islam di sana, selain Bugis, Ternate dan Tidore. Menariknya sebutan Buton di sana dulu dikenal sebagai ‘orang Pouton’, seperti dalam cerita berikut yang dihimpun Butonmagz dari berbagai sumber.

Penyebaran Islam di Papua Barat bermula dari kawasan pesisir, seperti Kokas, Kaimana, Namatota, Kayu Merah, Aiduma dan Lakahia oleh para pedagang Muslim seperti dari Bugis, Buton, Ternate dan Tidore.

Kehadiran orang Buton diperkuat dengan kesaksian Luis Vaes de Torres di tahun 1606, setahun sebelum ia meninggal dunia di tahun 1607. Ia menyebutkan di daerah pesisir Onin (Fakfak) telah menetap orang Pouton (Buton) yang berdagang dan menyebarkan agama Islam.

Tidak disebutkan secara detail tentang siapa tokoh-tokoh orang Pouton atau Buton yang disebut Luis Vaes de Torres itu, tetapi tahun 1600-an tersebut bersamaan dengan pemerintahan Sultan Buton - La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin, yang memerintah di tahun 1578-1615, salah satu pemerintahan yang gemilang di masanya. Nama yang kemudian diabadikan sebagai nama kampus terbesar di Kota Baubau, kota termaju di kepulauan Buton saat ini. 

Luís Vaz de Torres (bahasa Galicia atau bahasa Portugis), juga Luis Váez de Torres dalam ejaan Spanyol, (lahir kira-kira pada tahun 1565; dan wafat pada tahun 1607) adalah penjelajah samudera yang mengabdikan dirinya bagi Spanyol, diketahui melalui navigasi tertulis pertama selat yang memisahkan benua Australia dari Pulau Papua, yang menggunakan namanya, (Selat Torres).

Keterlibatan orang Pouton atau Buton dalam penyebaran Islam menurut Torres karena kesamaan budaya dan bahasa. Bahasa yang dipakai tergolong bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia, seperti bahasa di Bacan dan Sula (bahasa Biak di Raja Ampat; Tobelo dan bahasa Onin di Fakfak dan Seram; maupun bahasa non Austronesia seperti di Ternate; Tidore dan Jailolo karena masuk golongan Bahasa Halmahera Utara, yaitu bahasa Galela).

Bahasa Onin telah lama digunakan sebagai lingua franca yang berguna sebagai bahasa untuk perdagangan dan penyebaran agama Islam. Bahasa ini dipakai oleh kalangan pedagang dan elit (pemimpin masyarakat) yang terdapat di pesisir pantai selatan ‘Kepala Burung’ dan Semenanjung Bomberey (Fakfak dan Kaimana).
Kemudahan komunikasi dengan para pemimpin masyarakat Papua, yang kemudian memeluk Islam, mendorong berdirinya kerajaan-kerajaan (Petuanan) otonom di bawah Kesultanan Tidore. Kerajaan-kerajaan (Petuanan) ini terdapat di Raja Ampat (Kolano Fat), yang tetap terpatri hingga kini sebagai identitas Pulau Papua. Kerajaan di Raja Ampat terdiri dari Kerajaan Waigeo (yang berpusat di Weweyai), Kerajaan Salawati (berpusat di Sailolof), Kerajaan Misool (berpusat di Lilinta) dan Kerajaan Batanta.

Kini orang-orang Buton berkembang cepat di Papua Barat, tak hanya di Fakfak tetapi juga kota-kota besar lainnya di sana seperti Sorong, ibukota Papua Barat, bahkan bersama rumpun masyarakat Sulawesi Tenggara lainnya yang bergabung dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara (KKST) di klaim sebagai penduduk kedua terbanyak di sana. Bahkan tak hanya di Papua Barat juga Papua secara umum.

Meskipun demikian, dengan informasi yang sangat terbatas, terdapat beberapa versi mengenai masuknya penduduk Buton ke Papua, khususnya di Jayapura. Informasi-informasi yang adapun lebih banyak didapatkan berdasarkan sumber sumber lisan setelah peristiwa penyerahan Irian Jaya ke pemerintah Republik Indonesia.
Ada yang menyebutkan bahwa pemukiman awal komunitas Buton di Jayapura, Papua bertempat di Abepantai, Jayapura. Orang yang kali pertama tiba di kawasan itu bernama La Saleh (almarhum), yang juga biasa dikenal dengan La Digul.  Penamaan La Digul tersebut muncul karena La Saleh pernah dibuang ke Boven Digul bersama-sama dengan Mantan Presiden Soekarno.

Dia dikenal sebagai seorang pemuda pemberani dan perantau. Sebelum tiba di Jayapura, La Saleh sudah pernah tinggal di Ambon, Sorong, Manokwari, dan Biak (Parera dan Mandowen, 2009). Pendapat lainnya, dinyatakan oleh Saberia (2007) bahwa orang Buton kali pertama ke Jayapura awalnya berada di Tanah Merah (Depapre) sebagai tempat awal mereka berlabuh.

Baca Juga :Orang Buton di Tanah Papua

Dari Tanah Merah ini, kemudian mereka berjalan kaki menuju Abepantai, kemudian menyebar ke berbagai tempat di Kota Jayapura. Dalam sumber lain juga disebutkan, misalnya, dalam penelitian Anwar (dalamParera dan Mandowen, 2009) yang menjelaskan bahwa peta jalur pelayaran orang
Buton ke luar tanah leluhurnya secara umum dapat digolongkan pada empat arah mata angin, yaitu barat, timur, utara, dan selatan.

Pada pelayaran menuju timur khususnya, meliputi wilayah Kepulauan Maluku, Irian Jaya, dan Kepuluan Pasifik (Negeri Palao). Pelayaran yang bermula dari Buton ke kawasan ini melalui kepulauan Maluku, Irian Jaya, Papua Nugini, dan beberapa negara di kawasan Pasifik Selatan seperti Palao,Samoa, dan Kaledonia Baru.

Selanjutnya, migrasi orang Buton ke Papua, khususnya Jayapura melalui dua jalur. Pertama, jalur Buton-Ambon-Jayapura. Mereka yang masuk dalam kategori ini adalah para perantau yang sebelumnya sudah bermukim di wilayah Maluku (Ambon) dan Papua (Fakfak, Sorong, Biak, Manokwari) kemudian mereka berpindah ke Jayapura.

Selain jalur itu, ada juga jalur kedua, yaitu jalur Buton-Jayapura. Mereka adalah orang-orang yang merantau yang awalnya dari Buton kemudian menuju Jayapura sebagai tujuan akhir perantauan mereka melalui kapal barang atau kapal penumpang PELNI.  Migrasi “besar-besaran” masyarakat Buton bersama suku-suku lain ke Jayapura memang terjadi pada masa setelah penyerahan Irian Jaya ke pemerintah Republik Indonesia, yakni sekitar tahun 1960-an dan 1970-an.** (dari berbagai sumber.


  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...