Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Nasib Mujur dan Malang Para Pemimpin Laskar Sulawesi Selatan

Masa pergerakan kemerdekaan RI di Sulawesi Selatan mencatatkan banyak nama tokoh militer saat itu, ada Kahar Muzakkar, M.Yusuf, Usman Balo dan Andi Sose. Menarik  membahas ceritanya, sebagaimana dari laman tirto.id menceritakan banyak hal tentang itu.
Usai tentara kolonial Belanda angkat kaki dari Indonesia pada 1950, masa-masa gerilya pun berakhir sudah. Di antara mereka ada yang kembali ke tengah masyarakat dan sebagian lain tergolong sebagai personel Tentara Nasional Indonesia.

Bagi yang kebanyakan kembali jadi warga sipil karena terpaksa. Pemerintah Indonesia saat itu kewalahan menampung semua mantan gerilyawan. Itulah mengapa muncul sebutan Corps Tjadangan Nasional (CTN). Banyak dari mereka ini tak bisa baca tulis dan gagal tes kebugaran.

Tapi situasinya justru runyam karena muncul perasaan sakit hati bagi para pejuang yang ditolak sebagai tentara. Padahal gaji TNI saat itu tak sebesar sewaktu masa Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL).

Tapi zaman berubah. Pada 1950-an menjadi tentara adalah daya pikat yang menarik dan menawarkan masa depan. Psike macam ini berkebalikan pada zaman kolonial ketika menjadi serdadu dicap sebagai pekerjaan hina oleh kebanyakan orang.

Daya pikat macam itu juga diresapi oleh orang-orang Sulawesi Selatan. Penampilan luar mereka bisa tampak gagah dengan seragam hijau, apalagi bila sudah menenteng bedil. Meski gaji kecil, setidaknya mereka tak perlu mencangkul di ladang.

Anhar Gonggong, sejarawan dari Universitas Indonesia kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, menyatakan pada masa itu orang dengan pangkat kopral, sersan, dan sersan mayor—jenjang bawahan dan bintara dalam ketentaraan—sudah cukup dipandang status sosialnya. Pemuda dengan pangkat itu sudah bisa menjadi menantu idaman.

Dekade awal kemerdekaan Indonesia diwarnai konflik antar-kelompok, bahkan di tubuh militer sendiri. Selain itu, ada komandan-komandan militer yang menilai dirinya lebih nyaman di wilayah tertentu, mendudukkan posisinya lebih berkuasa bak jagoan perang alias warlord.

Mereka adalah pemimpin pasukan gerilya yang cukup disegani dan punya bawahan loyal sedari zaman revolusi. Biasanya, si komandan adalah sang bangsawan dan kuasa kultural ini menarik banyak pengikut dari rakyat jelata nan setia.

Anhar Gonggong dalam Abdul Qahhar Mudzakkar, dari Patriot hingga Pemberontak (2004) menyebut bahwa di Sulawesi Selatan, "hubungan antara puang (bangsawan) dan joa (pengikutnya) tak bisa dilepaskan dari pengertian siri' na pesse dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar.”

Secara sederhana hal itu bermakna "solidaritas komunal" atau "empati sesama kaum." Faktor semangat macam inilah yang menggerakkan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Sulawesi Selatan.

Hal itu menjelaskan juga "sisi unik" dari mekanisme kepemimpinan militer di Indonesia pada level di bawah resimen sejak 1945. Kepangkatan tidaklah dipandang dari latar belakang pendidikan dan kemampuan militer, melainkan dari jumlah pengikut. (Belakangan persoalan ini coba dipecahkan oleh pemerintahan sipil lewat program "reorganisasi-rasionalisasi" yang memicu tentara berpolitik.)

Cerita orang-orang sepuh yang masa mudanya mengalami era 1950-an di sekitar Enrekang, Sulawesi Selatan, menggambarkan bagaimana tentara menciptakan mekanismenya sendiri. Jika punya 3 atau 6 pengikut, si pemimpin bisa menjadi kopral; 10 pengikut berpangkat sersan; lebih dari 30 orang berpangkat letnan; 100-an orang bisa menjadi kapten; dan punya ratusan pengikut bisa berpangkat mayor.

Panggung politik semacam itulah yang membentuk dunia militer Indonesia diwarnai persaingan antar-perwira. Dan biasanya para perwira berpengaruh berebut kekuasaan.

Khusus di Sulawesi, yang secara teritorial menginduk pada komando daerah militer Wirabuana atau kini bernama Hasanuddin, persaingan sesama perwira pada 1950-an menyiratkan pula segi feodal antara wilayah selatan dan utara.

Perwira menengah dari Sulawesi Utara lebih terbiasa dengan dunia militer sejak era kolonial. Mereka membanggakan diri dengan latar belakang pendidikan lebih baik ketimbang kolega mereka dari Sulawesi Selatan.

Alex Kawilarang, Ventje Sumual, Jan Willem Gerungan—untuk menyebut beberapa nama—adalah pemuda-pemuda yang pernah belajar di MULO (setara SMP) atau HBS (setara SMA).

Dari Sulawesi Selatan, hanya Andi Mattalatta dan Andi Muhamad Jusuf yang berpendidikan MULO; sisanya sekolah ala kadarnya: Kahar Muzakkar hanya lulusan sekolah Muhamadiyah, Usman Ballo tak jelas pendidikannya, Andi Selle hanya sekolah guru rendahan, dan Andi Sose tak lulus SMP karena perang.

Nasib Perwira Menengah dari Sulawesi Selatan
Belakangan, karier militer perwira asal Sulawesi Selatan kalah pamor dari perwira asal Sulawesi Utara. Sedari awal 1950-an, karier militer Kahar Muzakkar dan perwira mantan laskar Sulawesi Selatan sebetulnya tidaklah begitu cemerlang.

Kecuali Andi Mattalatta atau M. Jusuf, sebagian perwira menengah itu menempuh risiko yang mengantarkan mereka bernasib mujur atau malang dalam sejarah revolusi Indonesia.

Kahar Muzakkar dan para pejuang laskar memilih melawan pemerintah karena menolak keputusan Alex Kawilarang, panglima tentara Indonesia Timur saat itu, yang membubarkan Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).

"Usaha Kahar Muzakar untuk menginsyafkan kesatuan-kesatuan gerilya kembali ke masyarakat tidak mendapat hasil, malahan sebaliknya ia menjadi penyokong tuntutan KGSS pada pemerintah,” tulis Radik Djarwadi dalam Pradjurit Mengabdi: Gumpalan Perang Kemerdekaan Bataljon Y (1959, hlm. 122).

Kawilarang menolak permohonan Kahar yang menyuarakan kaum gerilyawan agar mereka diangkat sebagai brigade atau resimen dalam TNI, dengan ia sendiri menjadi komandan. Penolakan itu dianggap Kahar sebagai semacam penghinaan, dan "konsekuensi logis" dari itu membuatnya membangkang pemerintah Republik.

Pasukan Kahar bermarkas di Baraka, kini nama kecamatan di Enrekang. Daerah ini tidaklah jauh dari kampung kelahiran Andi Sose, salah seorang pemimpin gerilyawan yang mendambakan kepangkatan perwira di tubuh TNI. Pemimpin lain dalam barisan Kahar adalah Andi Selle, Usman Ballo, Bahar Mattalioe, dan Hamid Ali

Belakangan, Andi Sose dan Andi Selle menerima tawaran pemerintah Indonesia untuk "kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi." Mereka ditawari pangkat sebagai kapten atau mayor dengan tetap memimpin pasukan, yang jumlahnya melebihi satu balation. Keduanya bernasib mujur.

Kapten Andi Sose dan Mayor Andi Selle kemudian terlibat bisnis, seperti dicatat Barbara Sillars Harvey dalam Pemberontakan Kahar Muzakkar: dari Tradisi ke DI/TII (1989). Selle menguasai bisnis beras dan kopra di daerah Polewali, Mamasa, Mamuju, dan Majene. Sementara Sose memiliki wewenang teritorial militer di daerah Parepare, Sidrap, Wajo, Pinrang, dan Enrekang. Mereka berdua dicap sebagai warlord di daerah-daerah itu.

Pernah ada usaha untuk menertibkan dua perwira ini; mereka sempat ditempatkan sebagai staf pada markas Komando Wirabuana di Makassar. Toh, posisi itu membuat mereka jengah. Mereka tak mengejar pangkat dan jabatan perwira lebih tinggi lagi, melainkan sudah cukup nyaman dengan bisnis mereka. Berkat bisnis ini pula mereka mampu membiayai pasukannya dan bahkan punya alat tempur sendiri.

Selain keduanya, ada juga Usman Ballo bersama gerombolannya. Setelah pecah kongsi dengan Kahar, Ballo memimpin pasukan bernama Tentara Kemerdekaan Rakyat.

“Usman Ballo, yang menjadi komandan operasi TKR, menggambarkan diri sebagai tukang pukul," tulis Harvey.

Usman Ballo dikenal karena gemar mengoleksi emas. Ia juga punya pengawal perempuan, dan di antaranya adalah istri-istrinya. Ia tak disukai kaum bangsawan. Di mata Kahar, anak buah Usman Ballo terlibat perampokan dan perkosaan. Perselisihan ini membuat Usman mengontak pemerintah dan ingin bergabung dengan TNI. Usman pun menyerah pada 1956.**

Posting Komentar

0 Komentar



  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...