Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Soeara Moehammadijah dan Pers di Hindia Belanda Era 1920an: Perspektif Belanda


BUTONMAGZ---Sebagai sebuah majalah yang telah terbit sejak tahun 1915, majalah Suara Muhammadiyah (atau dalam versi awalnya: Soeara Moehammadijah) berperan penting sebagai penyampai pesan dari Persyarikatan Muhammadiyah kepada para anggotanya serta sebagai penyuluh yang memberi terang pada rasa ingin tahu tentang urusan agama dan sosial pada kaum Muslim Indonesia. 

Sifat internal majalah ini tampak jelas di tahun-tahun formatifnya, ketika banyak dari ruang di majalah ini berisi informasi mengenai keorganisasian, mulai dari keputusan Pengurus Besar Muhammadiyah, ekspansi Muhammadiyah ke daerah-daerah baru, pendirian berbagai lembaga sosial-keagamaan di bawah panji Muhammadiyah hingga ke pelaksanaan vergadering dan kongres Muhammadiyah. Penyebaran majalah ini pun dilakukan melalui agen-agen yang berafiliasi dengan Muhammadiyah di tingkat cabang dan ranting.

Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa hanya anggota, simpatisan Muhammadiyah, atau bila dibawa ke konteks yang lebih luas, kaum Muslim modernis Hindia Belanda saja yang menilai bahwa isi majalah ini relevan dengan mereka. Kesan bahwa kiprah majalah Soeara Moehammadijah hanya perlu ditinjau dari perspektif posisinya sebagai media internal organisasi cenderung keliru. 

Tidak hanya anggota dan simpatisan Muhammadiyah maupun kaum Muslim Hindia Belanda secara umum saja yang menaruh perhatian pada majalah ini di era 1920an, era puncak kekuasaan kolonialisme Belanda di Indonesia. Salah satu cara mengetahui arti penting majalah ini adalah dengan menempatkannya dalam kerangka yang lebih luas, yakni Soeara Moehammadijah sebagai bagian dari usaha literasi dari gerakan Islam di Indonesia serta sebagai bagian dari sproliferasi media cetak keagamaan yang dikelola kaum pribumi di dekade 1920an.

Pertanyaan yang misalnya bisa diajukan adalah: dilihat dari lanskap pers sezaman di Hindia Belanda, di mana dan seperti apa peran Soeara Moehammadijah? Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjawabnya adalah dengan melihat laporan Belanda tentang peta pers di Hindia Belanda pada masa itu. Catatan untuk itu ada dalam laporan-laporan bertajuk Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers (Tinjauan Umum tentang Pers Pribumi dan Pers Cina-Melayu). 

Ini adalah sebuah laporan berbahasa Belanda yang muncul setiap tahun di Hindia Belanda, yang memberikan ikhtisar kepada publik tentang perkembangan media cetak di Hindia Belanda, termasuk kemunculan koran atau majalah baru (baik yang dikelola kaum pribumi atau orang Cina, baik yang berorientasi bisnis maupun agama), informasi rinci mengenai identitas media cetak tersebut (kota terbit, nama pemimpin redaksi, afiliasi organisasinya, haluannya, dsb.). 

Tak hanya itu, dalam contoh-contoh tertentu, diringkaskan pula materi yang dipublikasikan oleh media cetak tersebut, terutama yang dianggap penting sebagai bentuk suara pers pribumi dalam merespon persoalan mutakhir di Hindia Belanda masa itu.

Maka, menjadi menarik dan penting untuk melihat apakah Soeara Moehammadijah—sebagai media cetak yang dipublikasikan oleh suatu organisasi yang di kalangan orang Belanda dikenal sebagai organisasi pribumi yang mengusahakan kesejahteraan masyarakat pribumi melalui sekolah dan rumah sakit, Muhammadiyah—juga disinggung dalam laporan tentang pers Hindia Belanda ini. 

Dari penelusuran terhadap laporan-laporan Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers di masa kolonial, diketahui bahwa nama Soeara Moehammadijah sudah muncul sejak tahun 1923, delapan tahun setelah pendirian majalah ini dan di periode ketika majalah ini mulai meluaskan cakupan pembaca dan isu yang diangkatnya, melintasi batas-batas kultural Jawa, khususnya Yogyakarta.

Pada halaman 1 di laporan Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers yang terbit pada 22 Januari 1923 itu ada sebuah daftar yang diberi judul ‘Lijst van Inlandsche en Maleisch-Chineesche Bladen en Periodieken’ (Daftar Majalah dan Terbitan Pribumi dan Cina-Melayu). Di dalam daftar itu ada sejumlah tabel berisi informasi mengenai majalah dan surat kabar yang dikelola kaum pribumi ataupun oleh kalangan Cina di Hindia Belanda, yang dibagi berdasarkan beberapa kategori, baik berdasarkan tempat terbit maupun berdasarkan organisasi yang mengeluarkannya. 

Ada enam kolom keterangan untuk setiap media cetak, yakni naam (nama medianya), taal (bahasa yang dipakai), redactie (pemimpin redaksi), plaats van uitgifte (kota terbit), verschijndagen (frekuensi penerbitan), dan richting (orientasi/ideologi).

Tabel pertama berisi informasi mengenai koran-koran yang terbit di Jawa, antara lain Boedi-Oetomo (dipimpin oleh Soetopo, berbahasa kombinasi Jawa, Melayu dan Belanda, terbit di Yogyakarta tiga kali dalam seminggu, dan berorientasi nasionalis), Darmo-Kondo (dipimpin oleh M. Ng. Parikrangkoengan c.s., berbahasa Jawa dan Melayu, terbit di Yogyakarta dua kali dalam seminggu dan berhaluan liberal) serta Neratja (dipimpin oleh R. St. Palindih, berbahasa Melayu, terbit setiap hari di Batavia). 

Pada tabel kedua ada daftar berisi media cetak yang terbit di luar Jawa, misalnya Tjaja-Soematra (dipimpin oleh Sampono Radja, berbahasa Melayu, terbit di Padang setiap hari dan berhaluan liberal), Pantjaran-Berita (dipimpin oleh St. Parlindoengan, berbahasa Melayu, terbit di Medan setiap hari, dan berorientasi ‘Bataksch Nation.’ atau nasionalisme Batak) serta Pemberita-Makassar (dipimpin oleh C.I. Rieuwpassa, berbahasa Melayu, terbit di Makassar setiap hari dan berhaluan liberal).

Tabel ketiga, yang bertajuk ‘Inlandsche Periodieken op Java’ (Terbitan-terbitan Pribumi di Jawa), antara lain berisi publikasi-publikasi berupa majalah berkala. Contohnya adalah Bintang-Hindia (dipimpin oleh Parada Harahap, berbahasa Melayu, terbit di Weltevreden [kini Jakarta Pusat] sekali seminggu, dan berhaluan netral), Islam Bergerak (dipimpin oleh H. M. Misbach, terbit tiga kali per bulan, berhaluan ‘Rad., Islam’ atau radikal dan berbasis Islam) dan Pangodhi (dipimpin oleh Sosrodanoekoesoemo, berbahasa Madura, terbit di Sampang sekali seminggu dan berorientasi ‘Madoereesch Nation.’ atau nasionalisme Madura). Tabel keempat berisi nama-nama majalah yang terbit di luar Jawa.

Nama Soeara Moehammadijah ada di tabel kelima, yang bertajuk ‘Godsdienstige Bladen’ (Majalah-majalah Keagamaan). Sementara di tabel-tabel sebelumnya dibuat perbedaan antara terbitan di Jawa dan di luar Jawa, di sini majalah-majalah di Jawa dan luar Jawa digabungkan dalam satu tabel. Kaum Muslim dan kalangan Kristen adalah dua kelompok agama yang paling aktif menerbitkan majalah, sebagaimana tampak dalam kolom orientasi majalah. Beberapa nama majalah yang bisa disebut di sini ialah Al Iftifaq Wal Iftiraq (Padang, berorientasi Islam) pimpinan H. Abdullah Ahmad, Pelita-Muslimin (Maninjau, berorientasi Islam) pimpinan Z.A. Soetan Palembang, dan Mardi-Rahardja (Magelang, berorientasi Kristen) pimpinan A. Merkelijn. 

Dari 14 majalah keagamaan yang ada di dalam daftar itu, wilayah Minangkabau (Sumatera Barat) adalah daerah yang paling aktif di Hindia Belanda dalam hal penerbitan majalah keagamaan, karena ada empat majalah keagamaan yang terbit di sana pada tahun 1923 itu (dua di Fort de Kock [kini Bukittinggi], satu di Padang, dan satu di Maninjau), diikuti oleh Solo dengan tiga majalah keagamaan. Kota-kota lain yang memiliki majalah keagamaan adalah Binjai (1), Tarutung (1), Batavia (1), Magelang (1), Bonthain (1), Tomohon (1), dan Yogyakarta (1).

Di Yogyakarta, sebagaimana dikutip di atas, pada tahun yang sama menurut daftar itu hanya ada satu majalah keagamaan yang terbit, yakni Soeara Moehammadijah (tertulis di sana: ‘Soeara-Moehammadijah’), yang berbahasa Melayu, dipimpin oleh H. Fachrodin, terbit sekali dalam seminggu dan berorientasi Islam.

Ada beberapa perspektif yang bisa didapatkan dari data-data di atas. Pertama, tampak bahwa usaha modernisasi keagamaan telah berakar kuat di Minangkabau, setidaknya dalam hal penggunaan media cetak yang khas urban itu, yang mulanya diperkenalkan orang Belanda, sebagai sarana dakwah Islam. Di sisi lain, usaha yang sama juga muncul di Yogyakarta, dengan Soeara Moehammadijah sebagai pelopor dan satu-satunya saluran diseminasi idenya secara tertulis, setidaknya di tahun 1923 itu. 

Suburnya dunia literasi keagamaan di Minangkabau yang kemudian bertemu dengan gerakan aktivisme sosial Muhammadiyah di era 1920an itu adalah kombinasi yang melahirkan suatu kekuatan sejarah baru di Minangkabau, yang menjadikan wilayah ini sebagai salah satu lokus terpenting modernisme Islam di era kolonial.

Yang menarik adalah, pada tahun 1924, atau setahun setelah laporan pers yang didiskusikan di atas, jumlah majalah keagamaan yang terbit di Hindia Belanda meningkat dari 14 menjadi 19 majalah. Sebagaimana tampak dalam laporan Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers yang terbit pada 8 Januari 1924, muncul beberapa majalah keagamaan baru, termasuk di kota-kota yang setahun sebelumnya tanpa majalah keagamaan, seperti Samarinda (majalah Pelita-Islam yang berorientasi Islam pimpinan Maradja Sajuthi Lubis), Malang (majalah Sabidji-Sawi yang berorientasi Kristen pimpinan H.A. Warouw) dan Surabaya (majalah Soeara Santri yang berorientasi Islam pimpinan H.A. Ma’roef). 

Yogyakarta pada tahun 1924 itu tidak lagi cuma punya satu majalah keagamaan, tapi dua. Selain Soeara Muhammadijah yang masih tetap ada di dalam daftar itu (dengan redaksi dan identitas lain yang masih sama), muncul sebuah majalah lain yang bernama Pertimbangan (berbahasa Melayu, dipimpin oleh Abi Yasir, terbit sekali seminggu).

Satu poin yang patut digarisbawahi adalah, sementara di tabel itu haluan majalah Soeara Moehammadijah adalah ‘Moh.’ (mengacu pada ‘Mohammedanen’, istilah untuk pengikut Islam dalam bahasa Belanda zaman itu), keterangan tentang orientasi majalah Pertimbangan dibuat lebih lengkap, yakni: ‘Moh. (verg. Mohammadijah)’, yang bisa diterjemahkan sebagai ‘Islam, diterbitkan oleh organisasi Muhammadiyah’.

Itu artinya, Soeara-Moehammadijah pada tahun 1923 dan 1924 dianggap tidak hanya mewakili suara organisasi Muhammadiyah saja, melainkan juga aspirasi kaum Muslim secara umum di Hindia Belanda. Adapun majalah Pertimbangan, sebagai sebuah majalah baru di Yogyakarta dipandang sebagai majalah yang masih sangat kuat afiliasinya secara kelembagaan dengan Muhammadiyah.

Hanya saja, masih sedikit keterangan yang tersedia tentang majalah Pertimbangan ini. Berbagai kajian mengenai sejarah Muhammadiyah melupakan eksistensi majalah ini. Fakta bahwa eksistensi majalah ini dicatat oleh sebuah daftar pers mutakhir yang diterbitkan oleh orang Belanda menunjukkan bahwa majalah ini mendapat perhatian khusus dari kalangan non-Muhammadiyah bahkan non-Muslim. 

Akan sangat menarik apabila sejarah mengenai majalah ini juga dapat diungkap lebih lanjut, untuk melihat kiprahnya baik sebagai media organisasi Muhammadiyah maupun sebagai suatu media cetak pribumi yang terbit di tengah dominasi pers Belanda, Indo dan Cina, di salah satu kota terpenting di Jawa pada suatu era yang penuh semangat emansipasi itu.

Muhammad Yuanda Zara, Staf Pengajar Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta



  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...