![]() |
Monumen Fukeyo Sujita di Palabusa- Baubau |
BUTONMAGZ---Pada Pendidikan Sejarah Indonesia, bangsa Jepang dicatat masuk ke Indonesia di tahun 1942, tetapi ternyata cerita itu berbeda dalam sejarah kehadiran bangsa-bangsa-bangsa lain di Sulawesi Tenggara. Jepang malah hadir sejak tahun 1920. kok bisa?
Pada buku 'Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Tenggara' yang diterbitkan Dirjen Kebudayaan Departemen pendidikan dan Kebudayaan di tahun 1990-an, mencatat secara gamblang peristiwa kehadiran bangsa Nippon ini di Sulawesi Tenggara. petikannya begini;
"Pada sekitar tahun 1920 di Sulawesi Tenggara telah bermukim beberapa orang Jepang. Di Kendari datang Tomutsu Ohitsi ( + 1915) dan membuka toko dan onderneming Kelapa. Dia ini kawin dengan penduduk setempat (yang bernama Eidja) dan mempunyai 3 orang anak.
Tomutsu Ohitsi meninggal tahun 1930 dan batu nisannya didatangkan dari Jepang karena ripanya dia adalah seorang perwira Angkatan Laut Jepang. Besar dugaan bahwa kedudukannya di Sulawesi Tenggara merupakan penugasan dari Pemerintah Jepang. (Kisah dari Ny. M. Lakawa Andries, BA - anak dari mantan istri Tomutsu Ohitsi, suami kedua B.M. Andries)
Di Bau-Bau (Buton) seorang Jepang bernama Sukeyo Fujita berhasil memperoleh hak guna usaha tanah dari Pemeritah Hindia Belanda pada tahun 1924. usahanya adalah penyelamatan dan pemeliharaan Mutiara. Warisan budiadaya Mutiara ini masih dapat ditemukan di Palabusa - Kota Baubau saat ini ( Baca berita terkait : Tahukah Anda, Budidaya Mutiara Palabusa-Baubau itu Tertua di Indonesia).
Sementara di Raha (Muna) tinggal seorang Jepang bernama Tuan Tani - sebagai pedagang kecil yang meninggal pada kira-kira tahun 1930.
![]() |
Tentara Jepang di Indonesia |
Kemudian di tahun 1930 menyusul pula, kedatangan orang-orang Jepang di Sultra diantaranya; K. Oda di Bau-Bau yang merupakan pedagang hasil bumi khususnya hasil laut. Ada nama Nobuo Osyidari di Raha yang hidupnya hanya berkeliling Pulau Muna dan Pulau Buton untuk berburu Rusa dan Sapi. Dia dikenal ahli menembak dan ahli mesin (perbengkelan). Sementara Maeda di Kendari yang membuka pabrik Es.
dituliskan buku tersebut, bahwa menjelang meletusnya Perang Asia Timur Raya beberapa kegiatan ketiga orang tersebut sangat luar biasa. K. Oda di Bau-Bau dengan Osyidari di Muna amat giat berkeliling Pulau Buton dan Muna mengamati pantai-pantai dan rawa-rawa dengan dalih usaha pembelian kayu bakau untuk dimasak kulitnya. (bahan cat).
Dalam ushaa ini mereka membuat peta-peta patai, rawa, teluk yang dalam dan dangkal, yang ramai penduduknya dan sunyi (khususnya di Muna). K. Oda di Bau-Bau juga membeli sebanyak-banyaknya Tuba yang dapat diperolehnya. Demikian halnya beberapa keluarga Jepang di Kendari membuat hal yang sama, bahkan diceritakan sering mendapat kunjungan warga Jepang tanpa terpantau Pemerintah Hindia Blanda.
Memang di masa itu, wilayah Sulawesi Tenggara sebagaimana isi buku 'Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Tenggara' adalah wilayah yang dianggap 'pelosok' dalam Pemerintahan Hindia Belanda. Sampai-sampai tidak ada niat dan usaha Belanda untuk bertahan dan mempertahankan Sulawesi Tenggara ketika menghadapi Jepang di perang Asia Timur Raya. (ref)