BUTONMAGZ---“Perubahan” adalah kata yang selalu mengiang dipikiran Syahrir Ramadhan, S.Sos., MA. – itu sebab pemuda Buton kelahiran Baubau 35 tahun silam ini selalu mengusung jargon ‘Sultra Change’ di peraga politiknya yang bertebaran di seantero Kepulauan Buton. Baginya, Sulawesi Tenggara harus beranjak menuju wilayah yang berdaya saing, setidaknya di Kawasan Timur Indonesia.
Mewujudkan mimpi itu, Syahrir yang akrab di sapa ‘La Dambo’ memilih Partai Nasdem sebagai kendaraan untuk menguji nyali politiknya menuju riuh politik DPRD Sultra. Ia terjun ke politik untuk memastikan bahwa politik dipakai untuk membuat kebijakan publik yang berpihak pada masyarakat.
Sebagai bagian dari generasi muda Kepulauan Buton, Syahrir Ramadhan ingin memastikan pemuda sebagai Engine Development (pelaku pembangunan) yang baik dengan kualitas Sumber Daya Manusia handal yang diperoleh di jalur pendidikan.
Berkiprah di DPRD Sultra menjadi harapan besar untuk terlibat langsung dalam kebijakan mendorong terwujudnya Provinsi Kepulauan Buton – pemekaran dari Provinsi Sulawesi Tenggara. Harapan yang semai bersama kawan-kawannya di KNPI Kota Baubau pada Silaturahmi Masyarakat Buton Nusantara di medio Oktober 2014 silam.
“yang tak kalah penting, kami juga mendorong pemakaian Aspal Buton di semua jalan Provinsi Sulawesi Tenggara, mendorong dibangunnya sentra perikanan dan minapolitan di Buton Selatan, mendorong Baubau sebagai pusat jasa dan transportasi, serta mengawal Wakatobi sebagai destinasi wisata dunia juga menyupport Buton Tengah menjadi salah satu daerah wisata dan ekonomi kreatif,” ujarnya ke Butonmagz, Senin sore (8/4) di Baubau.
Syahrir Ramadhan, tak sekadar berapologi dengan pemikiran ‘common sense’ yang kerap menjadi metawacana politisi umumnya. Ia merasa punya bekal untuk itu, pikiran, tenaga, hingga solusi akan masa depan Sultra dan Kepulauan Buton. Itu sebab mengajak penggiat media untuk ikut menebar gagasan-gagasannya. “agar publik tak membeli kucing dalam karung,” katanya.
Siapa anak muda ini? SYAHRIR RAMADHAN, S.Sos., MA, begitu nama lengkapnya, anak ke 9 dari 11 bersaudara pasangan Laidu/H. Muhammad Idrus (Maa Azymu) dan Hj. Nurzia. Terlahir di kampung Lamangga Kota Baubau tepatnya Sabtu, 9 Juni 1984.
Semasa kecil pernah bersekolah di SD Negeri 1 Lamangga dan lulus tahun 1996 selanjutnya menempuh pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama dan lulus tahun 1999. Kemudian menapaki usia remaja, pada usia itu, ia menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Baubau dan lulus pada tahun 2002.
Tak puas bersekolah, Syahrir Ramadhan memilih melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Keinginan melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah tak sekedar ingin menimba ilmu, bahkan lebih dari itu, ia ingin keluar dari zona nyaman. Ia memilih untuk merantau ke ‘kota daeng’ Ujung Pandang (saat ini Makassar).
Menyandang status sebagai mahasiswa di ‘kampus merah’ Universitas Hasanuddin (Unhas) menjadi cerita baru baginya, tentang hidup, karir dan adrenalin mengasah kemampuan. Di Kampus, ia tak sekadar giat dalam perkuliahan, namun terlibat dalam banyak kegiatan organisasi. Bagi seorang mahasiswa di zaman itu, kuliah tanpa organisasi ibarat sebungkus mie instan, sudah direbus, tapi tak ada bumbu penyedapnya. Makanya di masa itu, Ramadhan tak hanya terlibat dalam urusan intra kampus, namun ia juga aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan diluar kampus.
Kendati berorganisasi, namun tujuan utama dalam perkuliahan menjadi hal penting untuk segera ia selesaikan. Pilihan untuk mengambil konsentrasi Sosiologi membuka banyak peluang untuk terlibat dalam project penelitian.
Dunia riset menginspirasi Ramadhan untuk mengangkat satu topik menarik tentang konflik sosial di Kota Baubau, beberapa tahun silam pasca kerusuhan Maluku tahun 1999. Ia melabeli penelitiannya “Konflik Komunal Pengungsi Ambon Dengan Masyarakat Lokal Kota Baubau; Studi Kasus Konflik Sosial Antara Pengungsi Ambon Dengan Warga Katobengke”. Hasil penelitian itu lalu di pertanggungjawabkan di hadapan para dosen penguji. Hingga akhirnya Ramadhan berhak menyandang gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada tahun 2008.
Baginya, gelar akademik bukanlah satu-satunya tujuan yang hendak ia raih, namun proses akademik telah membentuknya bersepuh pengalaman. Di masa itu, passion seorang peneliti begitu melekat dalam dirinya. Hal itu terekam dalam aktivitasnya mengikuti kegiatan riset membantu beberapa pekerjaan daerah dalam menyusun kebijakan. Begitu juga bersama kawan-kawan daerah, Ramadhan terlibat dalam penyusunan buku.
Buku-buku itu sukses diterbitkan oleh lembaga Respect, sebuah lembaga penerbit yang mereka bentuk bersama beberapa anak muda Buton yang tersebar di beberapa daerah rantau. Buku-buku yang mereka susun secara khusus di dedikasikan untuk masyarakat Buton yang disusun dari pengalaman dan riset mendalam. Dari kerja-kerja riset yang ia geluti bersama beberapa orang kawan, jejaring itu membuka jalan Ramadhan untuk melanjutkan studi ke Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Di Kota Yogyakarta, perjalanan Ramadhan lebih menantang lagi. Namun hari-hari Ramadhan di Kota pelajar itu bisa survive berkat hubungan sosial yang telah lama ia bangun dengan baik. Hubungan pertemanan itu bisa membantunya dikala susah, begitulah soliditas yang terbangun sesama anak rantau. Susah senang selalu bersama.
Kebersamaan yang terbangun itu tidak hanya dalam lingkungan kampus, tapi juga di kos-kosan, lebih berkesan dan penuh dengan cerita. Hingga pada waktunya Ramadhan meraih gelar Master di tahun 2012 dengan judul tesis “Menyingkap Hegemoni Budaya Korea Selatan di Kota Baubau”. Sebagai seorang peneliti, memang Ramadhan selalu tertarik mengangkat topik-topik budaya.
Bergelar sarjana sosial dan Magister of Arts, adalah kegelisahan akademik bila tak diasah oleh ketajaman waktu. Ia kemudian mencoba mengabdikan diri pada salah satu perguruan tinggi di Kota Baubau. Ia sempat mengajar untuk menjaga di semangat riset-nya. Namun kemudian memilih hijrah ke ibukota Jakarta untuk mengikuti jentang perenang politik nasional.
Gempita Jakarta bukan sesuatu yang baru baginya, sebab telah lama membangun relasi dengan beberapa pihak semasa menjadi aktivis. Jalan panjang itu mengantarnya untuk terlibat dalam riuh politik Senayan dengan status sebagai ‘Tenaga Ahli’ dari Anggota DPR-RI Fraksi PPP – Dr. H. Mz. Amirul Tamim, M.Si, politisi-teknokrat yang telah lama mengenalnya.
Sebagai seorang Tenaga Ahli DPR RI, setumpuk pekerjaan memenuhi keseharian Syahrir Ramadhan, dari Jakarta hingga daerah-daerah untuk mendampingi Pak Amirul dalam menyerap dan mendengar langsung suara hati masyarakat. Begitupun Ramadhan, ia terus mengawal Pak Amirul dalam memperjuangkan suara-suara masyarakat Sultra di DPR RI. Termaksud langkah Pak Amirul mengawal agenda pemekaran Provinsi Kepulauan Buton (Kepton).
Di penghujung masa jabatan Pak Amirul berakhir sebagai anggota DPR RI tahun 2019 nanti, Ramadhan sudah memikirkan langkah kedepan untuk tetap berkarir didunia politik. Sebab tak mungkin selamanya ia bersama Pak Amirul. Apalagi, kini Pak Amirul memilih untuk tak lagi berpartai dan memilih untuk mencalonkan diri di Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Berbeda dengan Pak Amirul, Ramadhan justru memilih masuk partai politik. Ramadhan melihat ini adalah sebuah momentum. Ia juga ingin ada generasi yang melanjutkan perjalanan Pak Amirul didunia politik. Mungkin masuknya Pak Amirul berkompetisi di DPD adalah ‘kode’ bahwa beliau pelan-pelan ingin meninggalkan panggung politik setelah cukup lama waktunya banyak mengurus birokrasi dan politik.
Sebaliknya, Syahrir Ramadhan memilih berpijak di momentum politik 2019 sebagai awal perjuangan memulai karir di panggung politik.. ia berangkat dengan sekelumit gagasan membangun Sultra di jalur DPRD. Ramadhan mengamati dan mendengar langsung keluh kesah masyarakat di berbagai pelosok Sultra.
Ramadhan banyak merekam dan mencatat kisah-kisah mereka. Namun nasib masyarakat tak bisa dibiarkan begitu saja terhampar dilembar-lembar kertas hanya sebagai tulisan. Harus lahir langkah kongrit dan taktis untuk menjawab keresahan masyarakat Sultra itu. Hingga akhirnya Ramadhan memutuskan untuk masuk menjadi salah satu calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara.
Bagi Ramadhan, pengaruh dalam politik bisa menjadi cara untuk melakukan langkah-langkah kongrit dalam membangun daerah. Ia berangkat dengan ‘caranya sendiri’, mengonsep dan merencana khas anak muda, tampil biasa-biasa saja - bukan style elitis.
“ini kesempatan, ruang telah dibuka, dan semoga masyarakat Kepulauan Buton dapat memberi dukungan di Pemilu 17 April 2019 mendatang kepada kami,” ujar caleg Nasdem Nomor urut 10 ini. (ref-non komersil)
Semasa kecil pernah bersekolah di SD Negeri 1 Lamangga dan lulus tahun 1996 selanjutnya menempuh pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama dan lulus tahun 1999. Kemudian menapaki usia remaja, pada usia itu, ia menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Baubau dan lulus pada tahun 2002.
Tak puas bersekolah, Syahrir Ramadhan memilih melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Keinginan melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah tak sekedar ingin menimba ilmu, bahkan lebih dari itu, ia ingin keluar dari zona nyaman. Ia memilih untuk merantau ke ‘kota daeng’ Ujung Pandang (saat ini Makassar).
Menyandang status sebagai mahasiswa di ‘kampus merah’ Universitas Hasanuddin (Unhas) menjadi cerita baru baginya, tentang hidup, karir dan adrenalin mengasah kemampuan. Di Kampus, ia tak sekadar giat dalam perkuliahan, namun terlibat dalam banyak kegiatan organisasi. Bagi seorang mahasiswa di zaman itu, kuliah tanpa organisasi ibarat sebungkus mie instan, sudah direbus, tapi tak ada bumbu penyedapnya. Makanya di masa itu, Ramadhan tak hanya terlibat dalam urusan intra kampus, namun ia juga aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan diluar kampus.
Kendati berorganisasi, namun tujuan utama dalam perkuliahan menjadi hal penting untuk segera ia selesaikan. Pilihan untuk mengambil konsentrasi Sosiologi membuka banyak peluang untuk terlibat dalam project penelitian.
Dunia riset menginspirasi Ramadhan untuk mengangkat satu topik menarik tentang konflik sosial di Kota Baubau, beberapa tahun silam pasca kerusuhan Maluku tahun 1999. Ia melabeli penelitiannya “Konflik Komunal Pengungsi Ambon Dengan Masyarakat Lokal Kota Baubau; Studi Kasus Konflik Sosial Antara Pengungsi Ambon Dengan Warga Katobengke”. Hasil penelitian itu lalu di pertanggungjawabkan di hadapan para dosen penguji. Hingga akhirnya Ramadhan berhak menyandang gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada tahun 2008.
Baginya, gelar akademik bukanlah satu-satunya tujuan yang hendak ia raih, namun proses akademik telah membentuknya bersepuh pengalaman. Di masa itu, passion seorang peneliti begitu melekat dalam dirinya. Hal itu terekam dalam aktivitasnya mengikuti kegiatan riset membantu beberapa pekerjaan daerah dalam menyusun kebijakan. Begitu juga bersama kawan-kawan daerah, Ramadhan terlibat dalam penyusunan buku.
Buku-buku itu sukses diterbitkan oleh lembaga Respect, sebuah lembaga penerbit yang mereka bentuk bersama beberapa anak muda Buton yang tersebar di beberapa daerah rantau. Buku-buku yang mereka susun secara khusus di dedikasikan untuk masyarakat Buton yang disusun dari pengalaman dan riset mendalam. Dari kerja-kerja riset yang ia geluti bersama beberapa orang kawan, jejaring itu membuka jalan Ramadhan untuk melanjutkan studi ke Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Di Kota Yogyakarta, perjalanan Ramadhan lebih menantang lagi. Namun hari-hari Ramadhan di Kota pelajar itu bisa survive berkat hubungan sosial yang telah lama ia bangun dengan baik. Hubungan pertemanan itu bisa membantunya dikala susah, begitulah soliditas yang terbangun sesama anak rantau. Susah senang selalu bersama.
Kebersamaan yang terbangun itu tidak hanya dalam lingkungan kampus, tapi juga di kos-kosan, lebih berkesan dan penuh dengan cerita. Hingga pada waktunya Ramadhan meraih gelar Master di tahun 2012 dengan judul tesis “Menyingkap Hegemoni Budaya Korea Selatan di Kota Baubau”. Sebagai seorang peneliti, memang Ramadhan selalu tertarik mengangkat topik-topik budaya.
Bergelar sarjana sosial dan Magister of Arts, adalah kegelisahan akademik bila tak diasah oleh ketajaman waktu. Ia kemudian mencoba mengabdikan diri pada salah satu perguruan tinggi di Kota Baubau. Ia sempat mengajar untuk menjaga di semangat riset-nya. Namun kemudian memilih hijrah ke ibukota Jakarta untuk mengikuti jentang perenang politik nasional.
Gempita Jakarta bukan sesuatu yang baru baginya, sebab telah lama membangun relasi dengan beberapa pihak semasa menjadi aktivis. Jalan panjang itu mengantarnya untuk terlibat dalam riuh politik Senayan dengan status sebagai ‘Tenaga Ahli’ dari Anggota DPR-RI Fraksi PPP – Dr. H. Mz. Amirul Tamim, M.Si, politisi-teknokrat yang telah lama mengenalnya.
Sebagai seorang Tenaga Ahli DPR RI, setumpuk pekerjaan memenuhi keseharian Syahrir Ramadhan, dari Jakarta hingga daerah-daerah untuk mendampingi Pak Amirul dalam menyerap dan mendengar langsung suara hati masyarakat. Begitupun Ramadhan, ia terus mengawal Pak Amirul dalam memperjuangkan suara-suara masyarakat Sultra di DPR RI. Termaksud langkah Pak Amirul mengawal agenda pemekaran Provinsi Kepulauan Buton (Kepton).
Di penghujung masa jabatan Pak Amirul berakhir sebagai anggota DPR RI tahun 2019 nanti, Ramadhan sudah memikirkan langkah kedepan untuk tetap berkarir didunia politik. Sebab tak mungkin selamanya ia bersama Pak Amirul. Apalagi, kini Pak Amirul memilih untuk tak lagi berpartai dan memilih untuk mencalonkan diri di Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Berbeda dengan Pak Amirul, Ramadhan justru memilih masuk partai politik. Ramadhan melihat ini adalah sebuah momentum. Ia juga ingin ada generasi yang melanjutkan perjalanan Pak Amirul didunia politik. Mungkin masuknya Pak Amirul berkompetisi di DPD adalah ‘kode’ bahwa beliau pelan-pelan ingin meninggalkan panggung politik setelah cukup lama waktunya banyak mengurus birokrasi dan politik.
Sebaliknya, Syahrir Ramadhan memilih berpijak di momentum politik 2019 sebagai awal perjuangan memulai karir di panggung politik.. ia berangkat dengan sekelumit gagasan membangun Sultra di jalur DPRD. Ramadhan mengamati dan mendengar langsung keluh kesah masyarakat di berbagai pelosok Sultra.
Ramadhan banyak merekam dan mencatat kisah-kisah mereka. Namun nasib masyarakat tak bisa dibiarkan begitu saja terhampar dilembar-lembar kertas hanya sebagai tulisan. Harus lahir langkah kongrit dan taktis untuk menjawab keresahan masyarakat Sultra itu. Hingga akhirnya Ramadhan memutuskan untuk masuk menjadi salah satu calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara.
Bagi Ramadhan, pengaruh dalam politik bisa menjadi cara untuk melakukan langkah-langkah kongrit dalam membangun daerah. Ia berangkat dengan ‘caranya sendiri’, mengonsep dan merencana khas anak muda, tampil biasa-biasa saja - bukan style elitis.
“ini kesempatan, ruang telah dibuka, dan semoga masyarakat Kepulauan Buton dapat memberi dukungan di Pemilu 17 April 2019 mendatang kepada kami,” ujar caleg Nasdem Nomor urut 10 ini. (ref-non komersil)
0 Komentar