![]() |
Wajah Kota Kolaka (sumber : Kolakakab.go.id) |
5 Desember 2018, menjadi momentum pembukaan Pekan Olah Raga Provinsi (Porprov) ke XIII Sulawesi Tenggara yang dipusatkan di Kabupaten Kolaka, itu berarti pekan olah raga antar kabupaten kota se Sulawesi Tenggara ini telah lama digelar, sejak tahun 1966, karena even ini dihelat sekali dalam empat tahun. Publik lebih mengenalnya sebagai Porda di masa silam, tetapi cerita ini sekadar remah-remah kesejarahan.
Banyak hal ternilai sebagai manfaat even ini, dari alat ukur pembinaan dan prestasi olah raga di satu daerah, menjadi momentum membangun fasilitas olah raga dan pergerakan instan ekonomi tan rumah penyelenggara, hingga gengsi dan nama baik pemimpin daerah.
“Semuanya melebur satu di even ini. jadi sejatinya harus dipersiapkan sebaik mungkin. Tuan rumah pasti maksimal, tetapi hati-hati juga jangan sampai usai pesta digelar malah bisa berhadapan dengan masalah hukum. Begitu juga dengan daerah-daerah peserta, semuanya harus rapi di balik visi prestasi yang hendak diraih,” ungkap Ridwan Syukur, penggiat olahraga dari Makassar dalam diskusinya dengan Butonmagz Minggu malam ini di Kendari.
Porprov Sultra ke XIII oleh KONI mengangendakan pertandingan 38 cabang olah raga (Cabor), yang diikuti ribuan atlet dari 17 kabupaten/kota se Sultra. Kota Kolaka sebagai tuan rumah pasti meriah, karenanya infrastruktur pendukung juga teramat penting.
“Sebab yang datang tak sekadar atlet, elite-elite daerah juga hadir di sana, karenanya wajah pemimpin daerah juga menjadi ‘cermin’ kegiatan. Alat ukurnya prestasi, kenyamanan, hingga infrastruktur perkotaan.
“Kota Kolaka itu terbilang tua usia di Sultra, sebab ia satu dari empat kabupaten pendiri Sulawesi Tenggara selain Buton, Muna dan Kendari. Hal klise dari tuan rumah penyelenggara adalah prinsip ‘sukses prestasi dan sukses penyelenggara’, prinsip ini juga punya dampak psikologis yang harus dikawal secara baik. Jangan sampai menjadi ajang untuk mengkerdilkan semangat sportivitas olah raga,” papar Ridwan.
Pastinya, atlet-atlet se Sultra yang datang ke bumi wonua sorume Kolaka itu, selain keinginan mengukir prestasi, hendak pula merasakan kenyamanan. Itu sebab momentum itu disebut ‘gengsi’ daerah. Hal-hal sedetail ini tentu menjadi perhatian bagii daerah penyelenggara juga KONI Sultra.
“Kesempatan bagi kepemimpinan Kolaka, Ahmad Sjafei-Jayadin untuk menunjukkan keberhasilan pembangunan daerahnya ke daerah-daerah lain. Oleh sebab itu, secara ekslisit tersirat makna politis bagi Bupati Kolaka Ahmad Sjafei, jika ia salah satu kepala daerah sukses di Sulawesi Tenggara ini," ujarnya.
Porprov, Even Instan?
Hal menarik lainnya dalam pembinaan olah raga jelang Porprov – yakni tidak pernah terdengar di telinga publik Sultra tentang penyelenggaraan Pekan Olah Raga dalam wilayah sebuah kabupaten/kota. Di beberapa tempat di Indonesia, kegiaan ini disebut sebagai pekan olah raga antar kecamatan. Karenanya, even Porprov terkesan instan.
Beban pembinaan prestasi hanya dibebankan ke induk-induk olah raga di satu daerah. “Harusnya memang berjenjang, ada Porkab/Porkot, kemudian Porprov, Porwil, dan PON. Jika langsung Porprov disinyalir hadir atlet-atlet instan. Ini melahirkan kesan – biar tekor asal kesohor - jika itu hadir dalam benak para elite-elite daerah, jaminan mutu prestasi tidak akan lahir,” imbuh Ridwan.
Oleh karena itu ia menyarankan, agar Pemkab dan Pemkot se Sulawesi Tenggara menjadikan even ini sebagai evaluasi pembinaan oleh raga yang sejatinya tumbuh dari bawah.
“Kita berpikir postif saja, semoga atlet berprestasi di Porprov ini juga bisa mengharumkan nama Sultra ke pentas nasional, sebab olah raga itu juga cermin dan wajah pemimpin daerah. artinya, keberhasilan atlet di even yang lebih tinggi menjadi simbol bahwa elite daerah sukses melakukan pembinaan, jadi harus paripurna,” tandas Ridwan. ** (ref)