TERIK mentari begitu menyengat di pelataran pantai Lakologou di hari Sabtu, 13 Oktober 2108. Pantai yang tidak populer di Sulawesi Tenggara, sebab mungkin hanya warga Kota Baubau yang mengenalnya, itupun juga karena Lakologou adalah nama kelurahan, tetapi pantainya di mana? Tak banyak mengenalnya.
Baru belakangan ini Lakologou terangkat ke permukaan, ketika ia menjadi tuan rumah Kejuaraan Nasional Dayung 2018 antar pelajar dan sekolah keberbakatan olahraga. Sebenarnya Pantai Lakologou adalah rekayasa pemerintah setempat dalam bentuk reklamasi yang peruntukannya untuk terminal antar kota. Hanya Tuhan memberinya anugerah berupa keindahan bentangan alam.
Dari pantai ini, wajah perkotaan Baubau begitu tampak. Ia menjadi penyambung mata antara kemegahan perkotaan dengan pulau Makasar di seberangnya. Ombaknya begitu tenang membiru, kendati tiupan angin membawa buih-buih memutih dari barat ke timur, dan berakhir di Lakologou.
Di sana di mimbar kecil, H. Ali Mazi berdiri hendak membuka Kejurnas Dayung, tetapi Gubernur Sulawesi Tenggara itu tak seperti biasanya, pandangan dalam balutan kecamata gelapnya memandang lurus ke titian-tian buih lautan. Entah apa yang dipikirannya. Ia kemudian mengangkat bicara begitu pelan.
“Saudara-saudaraku semua, juga para atlet dan official yang hadir di sini. Pantai Lakologou ini begitu indahnya. Allah SWT, telah menganugerahkan sekeping surga di negeri leluhur ini, patut kita syukuri. Tetapi lautan yang indah ini mengingatkan saya pada cerita-cerita pilu dari saudara-saudara kita di Sulawesi tengah, dan baru saja terjadi di Situbondo Jawa Timur,” ujarnya begitu pelan.
“Saudara-saudaraku, mari sejenak kita berdoa bersama-sama untuk korban bencana tsunami dan gempa bumi yang terjadi di Sulawesi Tengah dan Situbondo. Semoga bencana itu dicukupkan bagi bangsa ini. Tak ada lagi sesudahnya. Amin. Berdoa dimulai…” tandas suami Ny Agista Ali Mazi itu.
Semenit waktu tersita hening sejank di suasana di terik mentari Lakologou. Usai berdoa seorang pejabat di Lingkup Pemkot Baubau menimpali. “Bapak Gubernur benar-benar berdoa, di balik hiruk pikuk pembukaan kejurnas ini, saya begitu salut dan terkesima” ujar Moh. Amsir Afie, Asisten II Setda Kota Baubau.
Usai doa yang ia panjatkan, Ali Mazi kembali mengangkat wajahnya. Tetapi bicaranya melambat tak lagi menatap konsep pidatonya. Ia hanya mengingatkan warganya agar kenikmatan yang diberikan Tuhan adalah anugerah yang harus di jaga. Pemkot Baubau pun dimintanya bekerja dengan penuh inovasi, agar keindahan itu menjadi aset pariwisata yang membawa manfaat bagi kesejahteraan banyak orang. “Itu cara bersyukur kita kepada Allah SWT,” ujarnya.
Tampaknya, lautan dan indahnya pantai Lakologu yang menapak Teluk Baubau mengingatkan Ali Mazi pada banyak hal, bukan hanya kekagumannya, tetapi juga bencana dahsyat yang baru saja melanda sejumlah darah di Indonesia.** (ref)
Baru belakangan ini Lakologou terangkat ke permukaan, ketika ia menjadi tuan rumah Kejuaraan Nasional Dayung 2018 antar pelajar dan sekolah keberbakatan olahraga. Sebenarnya Pantai Lakologou adalah rekayasa pemerintah setempat dalam bentuk reklamasi yang peruntukannya untuk terminal antar kota. Hanya Tuhan memberinya anugerah berupa keindahan bentangan alam.
Dari pantai ini, wajah perkotaan Baubau begitu tampak. Ia menjadi penyambung mata antara kemegahan perkotaan dengan pulau Makasar di seberangnya. Ombaknya begitu tenang membiru, kendati tiupan angin membawa buih-buih memutih dari barat ke timur, dan berakhir di Lakologou.
Di sana di mimbar kecil, H. Ali Mazi berdiri hendak membuka Kejurnas Dayung, tetapi Gubernur Sulawesi Tenggara itu tak seperti biasanya, pandangan dalam balutan kecamata gelapnya memandang lurus ke titian-tian buih lautan. Entah apa yang dipikirannya. Ia kemudian mengangkat bicara begitu pelan.
“Saudara-saudaraku semua, juga para atlet dan official yang hadir di sini. Pantai Lakologou ini begitu indahnya. Allah SWT, telah menganugerahkan sekeping surga di negeri leluhur ini, patut kita syukuri. Tetapi lautan yang indah ini mengingatkan saya pada cerita-cerita pilu dari saudara-saudara kita di Sulawesi tengah, dan baru saja terjadi di Situbondo Jawa Timur,” ujarnya begitu pelan.
“Saudara-saudaraku, mari sejenak kita berdoa bersama-sama untuk korban bencana tsunami dan gempa bumi yang terjadi di Sulawesi Tengah dan Situbondo. Semoga bencana itu dicukupkan bagi bangsa ini. Tak ada lagi sesudahnya. Amin. Berdoa dimulai…” tandas suami Ny Agista Ali Mazi itu.
Semenit waktu tersita hening sejank di suasana di terik mentari Lakologou. Usai berdoa seorang pejabat di Lingkup Pemkot Baubau menimpali. “Bapak Gubernur benar-benar berdoa, di balik hiruk pikuk pembukaan kejurnas ini, saya begitu salut dan terkesima” ujar Moh. Amsir Afie, Asisten II Setda Kota Baubau.
Usai doa yang ia panjatkan, Ali Mazi kembali mengangkat wajahnya. Tetapi bicaranya melambat tak lagi menatap konsep pidatonya. Ia hanya mengingatkan warganya agar kenikmatan yang diberikan Tuhan adalah anugerah yang harus di jaga. Pemkot Baubau pun dimintanya bekerja dengan penuh inovasi, agar keindahan itu menjadi aset pariwisata yang membawa manfaat bagi kesejahteraan banyak orang. “Itu cara bersyukur kita kepada Allah SWT,” ujarnya.
Tampaknya, lautan dan indahnya pantai Lakologu yang menapak Teluk Baubau mengingatkan Ali Mazi pada banyak hal, bukan hanya kekagumannya, tetapi juga bencana dahsyat yang baru saja melanda sejumlah darah di Indonesia.** (ref)