BERKOMPETISI di arena politik Jakarta bagi anak daerah bukan perkara mudah, apalagi wilayah yang dipilihnya adalah pusat pergulatan orang-orang hebat Tanah Air, tentu butuh kematangan di semua hal, dari persoalan tradisional serupa finansial hingga kematangan emosional, semua harus padu.
Namun nyali seorang anak muda Buton bernama La Ode Basir patut diapresiasi. Ia bertarung di ibukota untuk merengsek masuk ke gelanggang Kebon Sirih – pusat perhelatan politik warga DKI Jakarta. Basir memilih Partai Amanat Nasional (PAN) di Dapil 2 Jakarta Utara, meliputi kawasan Kelapa Gading, Cilincing, Koja dan Kepulauan Seribu.
Anak Batauga-Buton Selatan ini memaut diri di nomor urut 9. Kini ia tinggal mengatur strategi, lolos atau tidak butuh doa dari segenap masyarakat Kepulauan Buton di manapun berada. “Iya kami sangat butuh doa dan dukungan, siapapun kita,” ujar La Ode Basir sembari mengucap selamat Sumpah Pemuda ke-90 kepada ButonMagz Senin siang ini, 29 Oktober 2018.
Mengapa Basir memilih ibu kota sebagai jalur pengabdian politiknya? Bukan Sulawesi Tenggara untuk mewakili kawasan Kepulauan Buton?. Sebenarnya beberapa waktu lalu, ia pernah dijagokan sebuah partai politik untuk mewakili Sultra di DPR-RI, entah kenapa niatan itu tersendat. Mungkin punya hitung-hitungan, atau melihat prospek Jakarta lebih mendukung. Tetapi La Ode Basir melihat itu sebagai proses jalan hidupnya.
“Saya menjalani saja Bang, yang pasti dimana pun, kapan pun, kita semua hanya berproses. Akhir dari proses kita serahkan kepada Yang Maha Kuasa. Itu Prerogatif Sang Pencipta,” kata lelaki kelahiran Jawasati-Maluku, 6 April 1977 silam.
Talenta La Ode Basir ‘bermain’ di ibukota tentu beralasan. Ia tak sekadar dikenal sebagai praktisi pendidikan, tetapi juga segudang pengalaman yang dijalaninya tertatih sejak kecil. Tempaan hidup yang agak berbeda dengan umumnya para politisi. Basir pernah menjalani kehidupan sebagai penjaga Wartel, buruh pendorong gerobak di sekitar Pelabuhan Murhum Baubau, hingga mengelola rental komputer. Tetapi semua itu tak menyurutkannya duduk di bangku perkuliahan.
La Ode Basir menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di Kota Baubau, lalu menuju Kota Kembang-Bandung, memilih Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) – salah satu lembaga pendidikan kebanggaan di Indonesia. Di sana ia juga menempa jiwa organisasinya di HMI dan kelembagaan kampus lainnya. Bahkan sempat menjadi motor penggerak Reformasi 1998 dari UPI dalam posisinya sebagai Wakil Ketua BEM di kampus itu.
Setamat di sana, ia benar-benar mengabdikan diri sebagai seorang pengabdi pendidikan dengan berkpirah di Bosowa International School di Makassar, yang kemudian mendapuknya sebagai salah satu staf khusus Founder Bosowa Cooperation 2016 hingga sekarang. Modal itu pula, membuatnya harus melanjutkan pendidikan Magister di Universitas Negeri Jakarta. Kiprah yang membuatnya mengerti lika-liku ibu kota.
Namun nyali seorang anak muda Buton bernama La Ode Basir patut diapresiasi. Ia bertarung di ibukota untuk merengsek masuk ke gelanggang Kebon Sirih – pusat perhelatan politik warga DKI Jakarta. Basir memilih Partai Amanat Nasional (PAN) di Dapil 2 Jakarta Utara, meliputi kawasan Kelapa Gading, Cilincing, Koja dan Kepulauan Seribu.
Anak Batauga-Buton Selatan ini memaut diri di nomor urut 9. Kini ia tinggal mengatur strategi, lolos atau tidak butuh doa dari segenap masyarakat Kepulauan Buton di manapun berada. “Iya kami sangat butuh doa dan dukungan, siapapun kita,” ujar La Ode Basir sembari mengucap selamat Sumpah Pemuda ke-90 kepada ButonMagz Senin siang ini, 29 Oktober 2018.
Mengapa Basir memilih ibu kota sebagai jalur pengabdian politiknya? Bukan Sulawesi Tenggara untuk mewakili kawasan Kepulauan Buton?. Sebenarnya beberapa waktu lalu, ia pernah dijagokan sebuah partai politik untuk mewakili Sultra di DPR-RI, entah kenapa niatan itu tersendat. Mungkin punya hitung-hitungan, atau melihat prospek Jakarta lebih mendukung. Tetapi La Ode Basir melihat itu sebagai proses jalan hidupnya.
“Saya menjalani saja Bang, yang pasti dimana pun, kapan pun, kita semua hanya berproses. Akhir dari proses kita serahkan kepada Yang Maha Kuasa. Itu Prerogatif Sang Pencipta,” kata lelaki kelahiran Jawasati-Maluku, 6 April 1977 silam.
Talenta La Ode Basir ‘bermain’ di ibukota tentu beralasan. Ia tak sekadar dikenal sebagai praktisi pendidikan, tetapi juga segudang pengalaman yang dijalaninya tertatih sejak kecil. Tempaan hidup yang agak berbeda dengan umumnya para politisi. Basir pernah menjalani kehidupan sebagai penjaga Wartel, buruh pendorong gerobak di sekitar Pelabuhan Murhum Baubau, hingga mengelola rental komputer. Tetapi semua itu tak menyurutkannya duduk di bangku perkuliahan.
La Ode Basir menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di Kota Baubau, lalu menuju Kota Kembang-Bandung, memilih Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) – salah satu lembaga pendidikan kebanggaan di Indonesia. Di sana ia juga menempa jiwa organisasinya di HMI dan kelembagaan kampus lainnya. Bahkan sempat menjadi motor penggerak Reformasi 1998 dari UPI dalam posisinya sebagai Wakil Ketua BEM di kampus itu.
Setamat di sana, ia benar-benar mengabdikan diri sebagai seorang pengabdi pendidikan dengan berkpirah di Bosowa International School di Makassar, yang kemudian mendapuknya sebagai salah satu staf khusus Founder Bosowa Cooperation 2016 hingga sekarang. Modal itu pula, membuatnya harus melanjutkan pendidikan Magister di Universitas Negeri Jakarta. Kiprah yang membuatnya mengerti lika-liku ibu kota.
La Ode Basir mengispirasi banyak orang dengan kehidupannya, di Jakarta ia menjadi pengurus pusat Masjid Sunda Kelapa-Menteng, Jakarta Pusat. Hal yang juga mengingatkan pada perjalanan seorang politisi kondang – Yusril Ihza Mahendra dan Fadli Zon, yang juga banyak memulai di masjid tua Menteng itu.
Belakangan nama La Ode Basir tiba-tiba melejit seiring terpilihnya Gubernur DKI, Anies Baswedan. Banyak orang menyebut Basir salah seorang kepercayaan mantan Rektor Universitas Paramadina itu. Entah dari mana, tetapi Basir menolak mengurai carut-marut kedekatannya dengan Gubernur Anies. Ia hanya menyebut dirinya sebagai relawan belaka.
“Kita jalani saja Bang, saya hanya sekadar relawan tidak lebih dari itu. Berkait Gubernur saya hanya ingin bekerja profesional. Tidak lebih. Jika saya dianggap masuk menjadi Caleg di DKI karena kedekatan dengan Gubernur Anies sekadar bonus belaka. Saya syukuri, tetapi selebihnya saya menjual gagasan, ide, dan keinginan untuk memperjuangkan masyarakat pinggiran Jakarta Utara. Di sana juga banyak warga Buton dan Maluku. Itu sebab saya memilih Jakarta Utara,” ungkap La Ode Basir merendah.
La Ode Basir tak bercitra sebagai masyarakat kecil Jakarta Utara, sebab ia memang dibesarkan dari situasi itu. Jadi tak sulit baginya mengolah dan menyerap rasa dan denyut nadi warga Jakarta Utara. Itu modal utamanya.
La Od Basir amat bersyukur menjadi sosok penelusur kehidupan. Sebab ia didampingi perempuan hebat sebagai istrinya. Seorang doktor keluaran Jepang – Fitri Khoirunnisa, Ph.D, peraih Academic Leader di bidang sains dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), di Jakarta tepat pada Hari Kemerdekaan RI ke -73, Jumat, 17 Agustus 2018.
Karena itu, kematangan La Ode Basir dan keluarganya kini tak lagi dilirik sebelah mata politisi-politisi kompetitornya di Jakarta. Basir kini seibarat tembok penyanggah pantai Kepulauan Seribu yang kokoh dan kuat diterpa terjangan gelombang laut Teluk Jakarta.
Satu hal yang dititipkannya untuk masyarakat leluhurnya di Buton, berkait soal pendidikan. Menurutnya pendidikan adalah kunci dari masyarakat timur dan khususunya Buton bisa memperbaiki kualitas ekonomi dan sosial masyarakatnya. Keterbatasan informasi dan minimnya peluang menjadi kendala utama. “Saya berharap anak-anak Buton selalu menjaga ritme pendidikannya, itu modal utama kita memperbaiki kualitas kehidupan,” timpalnya.
Selamat berjuang La Ode Basir!
La Od Basir amat bersyukur menjadi sosok penelusur kehidupan. Sebab ia didampingi perempuan hebat sebagai istrinya. Seorang doktor keluaran Jepang – Fitri Khoirunnisa, Ph.D, peraih Academic Leader di bidang sains dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), di Jakarta tepat pada Hari Kemerdekaan RI ke -73, Jumat, 17 Agustus 2018.
Karena itu, kematangan La Ode Basir dan keluarganya kini tak lagi dilirik sebelah mata politisi-politisi kompetitornya di Jakarta. Basir kini seibarat tembok penyanggah pantai Kepulauan Seribu yang kokoh dan kuat diterpa terjangan gelombang laut Teluk Jakarta.
Satu hal yang dititipkannya untuk masyarakat leluhurnya di Buton, berkait soal pendidikan. Menurutnya pendidikan adalah kunci dari masyarakat timur dan khususunya Buton bisa memperbaiki kualitas ekonomi dan sosial masyarakatnya. Keterbatasan informasi dan minimnya peluang menjadi kendala utama. “Saya berharap anak-anak Buton selalu menjaga ritme pendidikannya, itu modal utama kita memperbaiki kualitas kehidupan,” timpalnya.
Selamat berjuang La Ode Basir!
0 Komentar