![]() |
Gedung Wa Ode Wau, nama sosok wanita pejuang Buton yang diabadikan namanya pada nama gedung pertemuan dan nama jalan di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. |
BUTONMAGZ---Wa Ode Wau, nama sosok perempuan bangsawan di Buton masa lalu begitu mengiang di telinga generasinya saat ini. Ia dikenal dalam folklore masyarakat Buton sebagai wanita kaya raya yang rela mendermakan hartanya untuk kemajuan negerinya kala itu. Salah satunya menyumbangkan hartanya untuk pembangunan Benteng Keraton Buton di masa pemerintah Sultan La Buke (1632-1645).
Wa Ode Wau masih terkenang hingga kini, namanya diabadikan pada sebuah gedung pertemuan di Kota Baubau, beberapa diantaranya juga menjadi nama jalan. H. Nur Alam, saat menjadi Gubernur Sulawesi Tenggara, pernah mengungkap sosok Wa Ode Wau di sebuah Seminar Nasional Keluarga Besar Alumni Universitas Gajah Mada (Kagama) pada 9 April 2013 silam.
“ General Massiven IV 332,1664 mengatakan bahwa : masa itu adalah masa dimana berjayanya seorang pedagang Buton yang kaya raya bernama Wa Ode Wau. Dia memiliki aset perdagangan yang tersebar mencapai seluruh nusantara mulai dari, Maluku, Pulau Jawa,sampai ke Johar sehingga menjadi saningan berat VOC,” kata Nur Alam.
Diriwayatkan antara tahun 1630 hingga tahun 1692, armada dagang Wa Ode Wau yang berkapasitas 50–60an mencapai 600 buah kapal layar, sebagai alat komoditas perdagangan, dengan menggunakan tenaga kerja 3000 orang, sehingga pedagang Belanda yang bernama Lighvoet menyatakan, orang Buton punya banyak sekali perahu yang dipersenjatai dengan lela (meriam ringan) dan beberapa senapan (lighvoet,1878, hal 11).
Komoditas perdagangan Wa Ode Wau ke Maluku adalah hasil kerajinan masyarakat Buton berupa kain tenun Buton, emas, perak, berlian, pedang,parang, pisau, linggis, mata tombak yang pemasarannya melalui tukar menukar atau barter dengan buah pala, cengkeh dan minyak kayu putih.
Komoditas perdagangan Wa Ode Wau di Barat Nusantara adalah hasil produk nelayan Buton berupa teripang, mutiara, kulit mutiara, lola, japing-japing, kura-kura, sirip ikan hiu, agar-agar dan kapas mentah. Barang impornya berupa beras, candu, barang dari besi, tembika, benang dan tekstil, meriam meriam pertahanan (Lighvoet 18.78 hal 9. Kekayaan Wa Ode Wau mencapai 18 milyar gulden atau 60 milyar dollar.
Komoditi dari hasil pertanian, perkebunan dan peternakan berupa kopi, kapas mentah, akar bingkuru, kulit soga, balasar (komenyan), tanduk kerbau dan kayu pala dari Maluku.Bahan-bahan tersebut dipasarkan di Makassar, Jawa, Sumatera (Aceh) sampai Singapur dan Johar (Malaka)
Kesuksesan perdagangan Wa Ode Wau ini juga diakui oleh seorang konglomerat Cina yang terbesar dagangannya di Singapura dan Johar pada saat itu. Namanya Sun Yin, ia berkata;
”Keuntungan barang dagangan Wa Ode Wau dari kesultanan Buton dalam satu musim dapat menghidupkan rakyat di ketiga negeri yakni Singapura, Johar dan Negeri Sultan Iskandar Muda (Aceh) selama 1 tahun.” Ia mempunyai armada besar yang membawa barang dagangan yang tidak dapat ditampung di pelabuhan Singapura dan Johar dalam 1 musim,” kata Sun Yin.
Hampir Menikah dengan seorang Raja Gowa
Beberapa data yang beredar di masyarakat, Wa Ode Wau begitu kesohor di beberapa kerajaan tetangga, bahkan dikabarkan hampir menikah dengan seorang Raja Gowa. Namun karena persoalan politik, pernikahan akhirnya batal.
Wa Ode Wau dalam beberapa catatan dikabarkan wafat di usia 96 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan tahun 1121 H atau tahun 1712 M di hadapan kaum kerabatnya. Beliau telah melakukan perjuangan selama kurang lebih 60 tahun lamanya.
Lalu dimanakah harta peninggalan Wa Ode Wau ? Harta Wa Ode Wau konon ditanam dalam tanah pada suatu tempat tertentu yang dirahasiakan di Buton, yang disebut, “Kalamuia”(Lihat Residen Brugmen Kortoverclaring Muhamma Asikin- Brugman Pasal 14:8, 8 April 1906. Harta Wa Ode Wau ini dikumpulkan selama 52 tahun melakukan aktifitas perdagangan. Ada pula yaang menyebut harta itu telah diamankan oleh anak angkatnya, La Ode Sribidayan, Raja Sorawolio.
Hartanya yang melimpah ruah dalam wujud emas dan perak hingga berlian tanpa ragu ia berikan demi kepentingan rakyat Buton, tanpa tendensi pribadi, tanpa keinginan merebut tahta. Ia bukan benalu ditubuh rakyat, yang memberi dengan rasa pamrih, seperti sebagian pemimpin cacat moral yang menyeruput darah rakyat karena merasa paling berjasa.
Nama Wa Ode Wau tentu tak dapat disandingkan dengan nama RA Kartini, wanita yang diberi gelar pahlawan emasipasi wanita Indonesia yang lahir 21 April 1879. Wa Ode Wau tak menuntut diberi imbalan atas apa yang dilakukannya.
Dalam beberapa literatur menyebutkan kerelaan Wa Ode Wau terbukti ketika Sara (Pemerintah) Kesultanan Buton ingin membalas budi, ia membalas dengan tutur lembut lagi dalam maknanya:
“Aku tidak mengharapkan sesuatu pemberian dari Sara (Pemerintah) Kerajaan atas pengorbanan harta bendaku terhadap pembangunan Benteng Wolio, tetapi semata-mata untuk kepentingan negeriku sendiri, serta untuk kehormatan kaumku dan anak cucuku dikemudian hari. Semoga mereka ada yang mengikuti jejakku ini.” (dari berbagai sumber).
Boleh jadi falasafah Buton terimplementasi dalam diri perempuan hebat ini;
Yinda yindamo arata somanamo karo
Yinda yindamo karo somanamo lipu
Yinda yindamo lipu somanamo sara
Yinda yindamo sara somanamo agama
Korbankan harta demi keselamatan diri
Korbankan diri demi keselamatan negara
Korbankan negara demi keselamatan pemerintah
Korbankan pemerintah demi keselamatan agama (ref)
Beberapa data yang beredar di masyarakat, Wa Ode Wau begitu kesohor di beberapa kerajaan tetangga, bahkan dikabarkan hampir menikah dengan seorang Raja Gowa. Namun karena persoalan politik, pernikahan akhirnya batal.
Wa Ode Wau dalam beberapa catatan dikabarkan wafat di usia 96 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan tahun 1121 H atau tahun 1712 M di hadapan kaum kerabatnya. Beliau telah melakukan perjuangan selama kurang lebih 60 tahun lamanya.
Lalu dimanakah harta peninggalan Wa Ode Wau ? Harta Wa Ode Wau konon ditanam dalam tanah pada suatu tempat tertentu yang dirahasiakan di Buton, yang disebut, “Kalamuia”(Lihat Residen Brugmen Kortoverclaring Muhamma Asikin- Brugman Pasal 14:8, 8 April 1906. Harta Wa Ode Wau ini dikumpulkan selama 52 tahun melakukan aktifitas perdagangan. Ada pula yaang menyebut harta itu telah diamankan oleh anak angkatnya, La Ode Sribidayan, Raja Sorawolio.
Hartanya yang melimpah ruah dalam wujud emas dan perak hingga berlian tanpa ragu ia berikan demi kepentingan rakyat Buton, tanpa tendensi pribadi, tanpa keinginan merebut tahta. Ia bukan benalu ditubuh rakyat, yang memberi dengan rasa pamrih, seperti sebagian pemimpin cacat moral yang menyeruput darah rakyat karena merasa paling berjasa.
Nama Wa Ode Wau tentu tak dapat disandingkan dengan nama RA Kartini, wanita yang diberi gelar pahlawan emasipasi wanita Indonesia yang lahir 21 April 1879. Wa Ode Wau tak menuntut diberi imbalan atas apa yang dilakukannya.
Dalam beberapa literatur menyebutkan kerelaan Wa Ode Wau terbukti ketika Sara (Pemerintah) Kesultanan Buton ingin membalas budi, ia membalas dengan tutur lembut lagi dalam maknanya:
“Aku tidak mengharapkan sesuatu pemberian dari Sara (Pemerintah) Kerajaan atas pengorbanan harta bendaku terhadap pembangunan Benteng Wolio, tetapi semata-mata untuk kepentingan negeriku sendiri, serta untuk kehormatan kaumku dan anak cucuku dikemudian hari. Semoga mereka ada yang mengikuti jejakku ini.” (dari berbagai sumber).
Boleh jadi falasafah Buton terimplementasi dalam diri perempuan hebat ini;
Yinda yindamo arata somanamo karo
Yinda yindamo karo somanamo lipu
Yinda yindamo lipu somanamo sara
Yinda yindamo sara somanamo agama
Korbankan harta demi keselamatan diri
Korbankan diri demi keselamatan negara
Korbankan negara demi keselamatan pemerintah
Korbankan pemerintah demi keselamatan agama (ref)