BUTONMAGZ---Dominasi militer dalam jabatan-jabatan sipil adalah manifestasi doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI yang dianut militer Indonesia pada waktu itu. Doktrin ini pertama kali dicetuskan oleh Jenderal AH. Nasution.
Dwifungsi ABRI menekankan peranan tentara dalam persoalan keamanan dan ketertiban masyarakat hingga kekuasaan serta pengaturan negara. Doktrin itu kemudian menampilkan pemerintahan Orde Baru yang bercorak militeristik dan otokratis.
Akibat model pemerintahan tersebut, rakyat Indonesia pernah mengalami kehidupan yang penuh dengan tekanan. Hak masyarakat untuk berpolitik dibatasi. Kebebasan berekspresi pun dikebiri. Praktik represi itu kemudian berimbas kepada terjadinya berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Gerakan demokratisasi yang embrionya muncul pada awal dekade 1990-an, dan mencapai puncak pada 1998 mengakhiri dominasi militer dalam kekuasaan sipil. Doktrin dwifungsi ABRI kemudian dihapus. Militer kembali ke barak. Supremasi sipil yang sekian lama mati suri menguat kembali.
Namun, proses transisi dari otoritarianisme Orde Baru ke demokrasi tak pernah berhasil menghilangkan peran militer dalam kekuasaan sipil. Para pejabat berlatarbelakang militer tetap memegang posisi strategis. Demiliterisasi pemerintahan sipil berada di titik nadir.
Menariknya, hanya dalam waktu 6 tahun setelah reformasi, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bekas petinggi militer Orde Baru, terpilih sebagai presiden. SBY dipilih rakyat dalam sebuah proses pemilihan umum (pemilu) yang digelar secara langsung pada 2004.
SBY bahkan terpilih sebagai presiden selama dua periode dengan kendaraan Partai Demokrat besutannya. Tongkat estafet kepemimpinan partai berlogo bintang mercy itu kini diteruskan oleh putranya, Agus Harymurti Yudhoyono.
Kesuksesan SBY memicu tokoh-tokoh militer lainnya, sebagian besar purnawirawan, untuk meraih mencoba peruntungan di dunia politik. Mereka banyak yang kembali masuk ke pemerintahan, berlomba merebut kekuasaan eksekutif dengan mendirikan partai politik.
Sampai saat ini tokoh-tokoh militer masih sangat dominan dalam pemerintahan sipil. Mereka menyebar ke berbagai posisi strategis mulai dari eksekutif, legislatif maupun perusahaan-perusahaan milik negara. Bahkan sebagian juga menjadi penentu kebijakan di pemerintahan sipil saat ini.
Nama SBY, Wiranto, Hendropriyono, Prabowo Subianto, hingga Luhut Binsar Pandjaitan adalah contoh paling sempurna untuk menggambarkan betapa dominannya peran 'tokoh militer' dalam wajah kehidupan politik dan demokrasi pasca reformasi.
----------------
Berebut Kursi di Senayan
Salah satu agenda reformasi TNI pada 1998 adalah membatasi ruang keterlibatan militer dalam ranah sipil dan keamanan dalam negeri. Sebagai alat pertahanan negara, TNI difokuskan untuk bersiap menghadapi ancaman perang dari luar yang mengancam kedaulatan negara, sebagaimana diatur dalam UU Pertahanan dan UU TNI.
Sebelum era reformasi TNI punya 'jatah' di ranah politik melalui Fraksi ABRI di DPR, sekarang mereka hadir di Senayan bukan lagi sebagai prajurit aktif. Oleh karena itu, tidak sedikit dari mereka menanggalkan kedinasan di militer, sebelum ikut bertarung memperebutkan suara dukungan melalui partai politik di ajang pemilihan umum.
Pada pemilu 2019, setidaknya Bisnis.com mencatat ada 18 purnawirawan TNI yang ikut dalam pesta demokrasi. Hanya PAN, PKS, PKB yang tidak mengusung purnawirawan. Dimulai dari PDIP sebagai partai dengan perolehan kursi terbanyak di DPR.
Partai yang diketuai oleh Megawati Soekarnoputri ini mengusung empat pensiunan TNI. Pertama adalah Mayjen TNI (Purn) Tubagus Hasanuddin dari dapil Jabar IX. Kedua, Brigjen TNI Purn T.H. Sinambela di daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara III.
Lalu, Mayjen TNI (Purn) Adang Ruchiatna Puradiredja DKI Jakarta I dan Mayjen TNI Mar (Purn) Sturman Panjaitan dari dapil Kepulauan Riau. Hanya Adang yang tidak lolos ke Senayan.
Sementara itu, Partai Golkar mengusung Marsekal Madya (Purn) Basri Sidehabi di dapil Sulawesi Selatan II dan Letjen TNI (Purn) Lodewijk Fredrich Paulus dari dapil Lampung I. Lodewijk yang juga Sekjen Golkar terpilih sebagai Wakil Ketua DPR.
Partai dengan kursi terbanyak ketiga di DPR, yakni Gerindra mengusung dua purnawirawan. Adalah Mayjen TNI (Purn) Glenny Kairupan dapil Sulawesi Utara dan Laksamana Madya (Purn) Freddy Numberi di dapil Papua. Sayangnya tidak ada yang melenggang ke Senayan.
Adapun Partai Nasdem, ada dua purnawirawan jenderal yang dijagokan. Mayjen (Purn) Supiadin Aries Saputra di dapil Jawa Barat XI dan Brigjen TNI (Purn) AA Gede Suardhana dapil Bali. Senasib dengan Gerindra, tidak ada yang menjadi anggota DPR.
Partai Demokrat memiliki empat caleg pada pemilu 2019. Pertama adalah Mayjen TNI (Purn) Syafei Nasution di Jawa Barat X. Kedua, Mayjen TNI (Purn) Yahya Sacawiria di Jawa Barat XI.
Lalu, Letjen TNI (Purn) Suaidi Marasabessy di dapil Maluku dan Mayjen TNI (Purn) Syamsul Mappareppa di Sulawesi Selatan II. Tidak ada pensiunan TNI dari Demokrat yang lolos ke DPR.
PPP ada dua caleg. Mereka adalah Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen di dapil DKI Jakarta II dan Letjen TNI (Purn) Andi Muhammad Ghalib di dapil Sulawesi Selatan II. Tidak ada yang lolos ke Senayan.
Sedangkan dari partai yang tak memenuhi ambang batas parlemen, yaitu PBB dan Hanura, masing-masing mengusung satu calon.
Dari PBB, ada Letjen (Purn) Arifin Tarigan di dapil Sumatera Utara III. Sedangkan Hanura mengusung Brigjen TNI (Purn) Dedi Soeprijadi di Jawa Barat VII.
Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan sudah banyak kemajuan yang dicapai TNI dalam melakukan reformasi internal menjelang ulang tahun ke-76. Kemajuan itu, katanya, tidak saja terlihat dalam hal doktrin yang dulu menggunakan istilah dwifungsi ABRI, tapi juga dalam bentuk perubahan struktural di tubuh alat negara tersebut.
Anggota komisi DPR yang membidangi sektor pertahanan itu menilai TNI telah mengambil peran penting dalam memajukan demokratisasi di Indonesia.
“Saya menaruh harapan besar kepada para anggota DPR yang berlatar TNI karena selain mereka bertarung di pemilu melalui partai politik secara demokratis, pengetahuan kedinasan mereka sebelum pensiun juga sangat dibutuhkan dalam menjalankan tugas dan fungsi pokoknya di DPR,” ujar Dave ketika dihubungi Bisnis, Minggu (3/10).
Demikian juga dengan Wakil Ketua DPR Lodewijk Paulus (Fraksi Golkar) yang baru saja resmi menggantikan Azis Syamsuddin yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi yang juga berlatar Jenderal TNI.
Lodewijk sendiri merupakan mantan Danjen Kopasus yang terjun ke politik dan kini memegang jabatan sebagai Sekjen Partai Golkar selain sebagai Wakil Ketua DPR bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
“Tentu saya berharap TNI akan semakin profesional dalam ulang tahunnya yang ke-76 ini,” ujar politisi Partai Golkar tersebut melalui sambungan telepon selularnya.
------------------
Para Jenderal di Lingkaran Jokowi
Salah satu agenda reformasi TNI pada 1998 adalah membatasi ruang keterlibatan militer dalam ranah sipil dan keamanan dalam negeri. Namun yang terjadi saat ini, keterlibatan tokoh-tokoh, terutama purnawirawan, justru semakin kunci di pemerintahan.
Bahkan dalam catatan Bisnis, pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang notabene berlatarbelakang sipil, sosok purnawirawan dan pejabat TNI/Polri selalu menjadi pilihan presiden untuk mengisi kabinetnya.
Mereka adalah Jendral TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut dipercaya Jokowi untuk mengisi jabatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Sementara Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan.
Luhut dan Prabowo adalah mantan jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Keduanya termasuk menteri berlatar belakang militer yang memiliki peran paling strategis di pemerintahan Jokowi.
Luhut, misalnya, sering disebut sebagai orang kepercayaan Jokowi. Menteri di segala bidang, karena dia selalu hadir dan memegang posisi strategis ketika pemerintah sedang mengalami kebuntuan. Salah satu contohnya, ketika menangani lonjakan kasus Covid-19.
Sementara itu, kehadiran Prabowo dalam kebinet Jokowi juga sempat menjadi sorotan. Maklum Prabowo dan Jokowi adalah rival politik. Penunjukan Prabowo kemudian dimaknai sebagai strategi Jokowi untuk menyeimbangkan kekuasaan. Kekuasaan kontra pemerintah makin kerdil.
Selain dua purnawirawan tersebut, Jokowi pernah menunjuk mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Terawan Agus Putranto, seorang jenderal bintang tiga sebagai Menteri Kesehatan.
Adapun mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko kembali menjadi Kepala Staf Kepresidenan dan Menteri Agama diisi oleh Jenderal (Purn) Fachrul Razi.
Lebih lanjut, setelah melakukan perombakan atau reshuffle kabinet di penghujung tahun 2020, beberapa nama dari unsur TNI/Polri tercatat masuk dalam Kabinet Indonesia Maju.
Muhammad Herindra didapuk sebagai Wakil Menteri Pertahanan. Eks Kepala Staf Umum (Kasum) TNI sejak 21 Oktober 2020 itu berpangkat terakhir letnan jenderal.
Namun, pada reshuflle tersebut, Menkes Terawan Agus Putranto digantikan Budi Gunadi Sadikin, dan Menag Fachrul Razi digantikan Yaqut Cholil Qoumas. Kedua menteri baru tersebut bukan dari kalangan militer.
Selain itu, ada beberapa unsur militer TNI/Polri yang masuk dalam jajaran kepala lembaga setara menteri yaitu Ketua Komisi Pemberantasan Anti Korupsi, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepala Badan Narkotika Nasional, hingga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Perinciannya, Jendral Polisi (Purn) Budi Gunawan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Komjen Polisi (Purn) Suhardi Alius sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komjen Heru Winarko sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
Sementara itu, Letnan Jenderal TNI (Purn) Doni Monardo yang ditunjuk sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kini telah digantikan oleh Letjen TNI Ganip Warsito.
Unsur militer lainnya yang mengisi posisi strategis sebagai kepala lembaga pemerintah adalah Letjen Hinsa Siburian sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Marsekal Muda (Marsda) TNI Henri Alfiandi sebagai Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), dan
Laksamana Madya TNI Aan Kurnia sebagai Kepala Keamanan Laut Nasional Laut (Bakamla). (sumber : tulisanEdi Suwiknyo/bisnisplus)
0 Komentar