Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

In Memoriam : Api yang Menyala di Tubuh Manarfa


BUTONMAGZ---Tulisan ini pernah dituangkan dalam lembar Majalah Tempo, Edisi 10 November 2002, 18 tahun silam. Berkisah tentang seorang tokoh Buton, Drs. H. La Ode Manarfa, seorang pejuang pergerakan, pejuang pendidikan, Bupati pertama Kabupaten Sulawesi Tenggara (saat Sultra masih bagian Provinsi Sulselra), dan Ketua DPR-GR Prov. Sultra yang pertama.

Mengenang almarhum La Ode Manarfa, seolah mengenang banyak darah dalam tubuh tokoh ini. Kata Tempo,  di dalam darahnya, bukan hanya ada sungai berwarna biru, tetapi juga ada darah Oemar Bakri, Ki Hajar Dewantara, Montessori, berbaur menjadi sebuah lautan yang dahsyat.

Di dalam darahnya, kata pendidikan mengalir ke jantungnya dan menjadi pompa dalam kehidupannya yang kala itu mencapai 85 tahun. (di tahun 2002). Entah apa jadinya dunia pendidikan di Sulawesi Selatan dan Tenggara tanpa nama La Ode Manarfa.

Dia menjadi legenda hidup dunia pendidikan tinggi di Sulawesi bukan hanya karena separuh umurnya dihabiskan untuk mendirikan dan mengembangkan kemajuan pendidikan—seperti Universitas Hasanuddin—di daerahnya, tetapi juga karena dialah contoh keturunan bangsawan yang memilih hidup bersahaja dan berkeliling Sulawesi untuk tak henti-hentinya mendirikan universitas bagi rakyat Sulawesi, sekaligus menjadi satu-satunya pengajar tertua yang masih bersemangat memberikan kuliah dalam keadaan tubuh yang renta.

Lahir di Kulisusu, Kota Madya Baubau, Sulawesi Tenggara, 22 Maret 1917, Manarfa adalah putra tertua Sri Sultan Buton ke-38, La Ode Falihi Qaimuddin Khalifatul Khamis. Sang ibu, Wa Ode Azizah, anak dari Lakina Sorawolio yang masih keturunan Raja Buton I. Karena itulah, beberapa orang menganggapnya sebagai sultan terakhir Keraton Buton.

Setelah meraih gelar sarjana di bidang Indologie (ilmu tentang Indonesia) dari Verenigde Vakultaiten Universiteit Leiden, Belanda, pada 1952, Manarfa Ode menjadi sarjana pertama di wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara. Empat tahun kemudian, bersama beberapa rekannya, Manarfa mendirikan Universitas Hasanuddin.

Wa Ode Daawia, istri Manarfa, masih ingat bagaimana susahnya perjuangan sang suami ketika itu. Indonesia baru saja merdeka. Kehidupan serba terbatas dan hanya pulau Jawa-lah yang dianggap makmur dan menjadi pusat dari segala kegiatan. Pulau lain seperti Sulawesi tergolong terbelakang. Tapi Manarfa tak mudah menyerah. Ia merogoh kocek sendiri demi suatu kegiatan yang kurang populer dan kurang komersial ketika itu.

Berapa jumlahnya? Manarfa enggan menjawabnya. “Prinsip saya, jika tangan kanan memberi, tangan kiri tak perlu tahu,” katanya. Sumbangan Manarfa bukan cuma dana, tapi juga ide. Dialah yang mengusulkan agar Universitas Hasanuddin, perguruan tinggi terbesar di Sulawesi Selatan itu, menggunakan gambar ayam jantan sebagai lambang.

Manarfa bercerita, gambar ayam jago itu tercetus dalam sebuah rapat menentukan logo Universitas Hasanuddin. “Saya teringat pada perjuangan Sultan Hasanuddin yang dijuluki ‘Ayam Jantan dari Timur’ sewaktu mengusir Belanda dari Makassar,” kata Manarfa.

Menyadari betapa pendidikan kemudian membawa Sulawesi melangkah begitu pesat, Manarfa mendirikan Universitas Sulawesi Tenggara di Kabupaten Buton pada 1960. Tapi perguruan tinggi ini terpaksa dipindahkan ke Kendari, seiring dengan terlepasnya Provinsi Sulawesi Tenggara dari Sulawesi Selatan pada 1964.

Tak tanggung-tanggung, semua fasilitas Universitas Sulawesi Tenggara yang dibeli Manarfa dengan uang pribadi juga diangkutnya ke Kendari. Setelah pindah, Universitas Sulawesi Tenggara berganti nama menjadi Universitas Haluoleo, dengan status swasta. Status ini baru berubah menjadi universitas negeri pada 1981, juga karena perjuangan Manarfa. Tetapi Manarfa bukanlah sosok yang membutuhkan posisi, jabatan, apalagi uang.

Meski sebagai pendiri ia memiliki peluang yang luar biasa besar untuk menjadi rektor pertama di Universitas Haluoleo, ia memilih pulang ke Buton dan lagi-lagi menanam bibit baru. Dia mendirikan Universitas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan) bersama La Ode Malim pada 1982. Tak hanya menanam dan menumbuhkan berbagai universitas, Manarfa juga bersemangat mengajar.

Hingga saat itu Manarfa tercatat sebagai pengajar sekaligus Rektor Unidayan. Dialah satu-satunya dosen tertua di antara 930 dosen di empat perguruan tinggi yang ada di seluruh pelosok Sulawesi Tenggara. Bisa jadi dia dosen tertua di negeri ini. Sekali dalam sepekan, ia mengajar mata kuliah pendidikan akhlak dan budaya.

Staminanya sungguh luar biasa. Syahdan, pada Agustus 2002 kala itu, reporter TEMPO menyaksikan sendiri bagaimana Manarfa berdiri dan berceramah memberikan kuliah perdana kepada para mahasiswa baru Unidayan selama tiga jam tanpa henti.

Di dalam tubuh yang digerogoti 85 tahun kehidupan, toh jiwanya berkelojotan setiap kali para mahasiswanya berlomba-lomba mengajukan pertanyaan menyangkut materi perkuliahan yang diberikan. “Orang tua itu seperti tak pernah kehabisan energi,” kata salah seorang koleganya kepada TEMPO.

Dengan energi yang luar biasa dan kegiatan pendidikan yang tak berkesudahan sepanjang hidupnya, Manarfa tak kunjung menggunakan lembaga pendidikan sebagai lembaga komersial, meski peluang itu sungguh besar. Tak mengherankan, dia merasa cukup bernaung di sebuah rumah warisan yang sederhana berisi dua set sofa yang mulai tua, televisi 21 inci, tiga buah guci yang sudah agak kusam.

Satu-satunya pemandangan yang mencolok di rumahnya adalah ribuan buku pelbagai tema yang tersusun rapi di rak-rak dan lemari yang menempel di dinding. Inilah yang menunjukkan bahwa dia seorang pendidik, pemikir yang hidup di alam ideal. Dia bahkan tak memiliki sebuah mobil pun hingga anaknyalah yang harus meminjamkan kendaraan dan sopir untuk mengantar ayahnya yang sudah renta itu. Dan di dalam kesederhanaannya itu, Manarfa juga masih menolak mengambil gajinya sebagai rektor.

Menurut La Meta, bendahara Universitas Dayanu, setiap akhir bulan ketika disodori amplop gaji, Manarfa hanya meneken tanda terima lalu menyerahkan seluruh isinya ke kas universitas. “Ia bertekad menolak gaji dari Unidayan sampai perguruan tinggi dan semua karyawannya sejahtera,” kata Meta. Apa lagi nama yang bisa kita berikan kepadanya selain Pendekar Pendidikan dengan api yang menyala-nyala? Tak mengherankan bila senat Universitas Haluoleo, Sulawesi Tenggara, akhirnya mengganjarnya dengan dua penghargaan sekaligus, pada 19 Agustus 2002.

Menurut Rektor Universitas Haluoleo kala itu, Prof.  Mahmud Hamundu, penghargaan itu diberikan karena Manarfa dianggap sebagai tokoh yang berjasa memajukan pendidikan di Sulawesi Tenggara, dan mengembangkan Universitas Haluoleo.

Di Penghujung 2002, sang pendekar telah rontok oleh stroke. Manarfa tengah tergolek lemah di atas ranjang ruang gawat darurat Rumah Sakit Edy Sabara, Kendari, Sulawesi Tenggara. Namun temamu yang menjenguknya akhir Oktober silam, bersusah payah ia berusaha menyambut. Tubuhnya terlihat lemah. Tetapi sepasang matanya memperlihatkan semangat yang tak padam.

“Sepanjang masih diberi kemampuan oleh Allah, kalau perlu hingga akhir hayat, saya akan terus mengabdikan diri pada dunia pendidikan,” katanya pada pengujung jam berkunjung. Di ujung tubuhnya yang sudah kisut, ia masih memberikan nyala pada negeri ini.

Raga La Ode Manarfa telah berpulang keharibaan-Nya di penghujung tahun itu,  Namun semangatnya tak pernah luntur di jiwa generasi penerusnya. (ref)
-----------------------
BACA ARTIKEL TERKAIT :

Drs. H. La Ode Manarfa, Sejarah menulis pendidikannya dengan Doktor Indologie

Posting Komentar

0 Komentar



  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...