BUTONMAGZ—Menyusur perjalanan darat dari Kota Kendari melintas Ferry dari Pelabuhan Amolengo (Konawe Selatan) ke Labuan Bajo (Buton Utara) seterusnya ke Kota Baubau, dengan kendaraan bermotor roda dua berjarak tempuh sekitar 250 km tentu sangat melelahkan. Namun, situasinya menjadi lain bila mampu mengabadikan lapak-lapak waktu dengan hal yang bisa menginspirasi banyak orang, berubah menjadi menyenangkan bagi peneliti freelance seperti saya.
Situasi ini saya peroleh di ruang nahkoda kapal ferry rute Amolengo-Labuan, Minggu siang ini, 28 April 2019 - ketika bertemu dan berdiskusi dengan Bapak Samahuddin, SE., Bupati Buton Tengah – Sulawesi Tenggara.
Samahudin atau lebih merakyat dengan sematan nama kecil ‘La Ramo’ adalah seorang kepala daerah yang tak riuh di media mainstream, namun publik mengenalnya sebagai bupati pekerja keras, tangguh, berjiwa ikhlas, dengan pikiran-pikiran sederhana. Begitu persepsi masyarakat terhadap kepemimpinannya yang kini memasuki tahun kedua sejak dilantik 22 Mei 2017 silam.
Namun ia pula tak menampik bila kerja kerasnya membangun Kabupaten Buton Tengah tak sedikit diwarnai dinamika yang justru semakin memberinya motivasi untuk membawa daerah berjuluk ‘Negeri Wisata Seribu Goa’ ini sejajar dengan daerah-daerah lain yang lebih maju, khususnya di Sulawesi Tenggara.
“Ketika saya telah bekerja keras, ikhlas membangun kampung halaman sendiri, tetapi ada saja dinamika. Itu semakin memberi saya motivasi untuk lebih bekerja keras lagi. Niat saya semata kesejahteraan masyarakat Kabupaten Buton Tengah, dan pertanggungjawaban saya kepada rakyat dan Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujar Bupati Samahuddin ketika saya menyentil pergerakan ‘politik’ di daerahnya.
Samahuddin enggan membeber panjang dinamika itu, baginya itu sekadar ingatan agar ia tetap berjalan dalam koridor, pula sebagai nutrisi agar lima tahun kepemimpinannya tersebut ‘wajah’ Buton Tengah berubah ke arah yang lebih maju. Ia lebih fokus ke pembangunan infrastruktur, agar ekonomi warganya bisa bergerak lebih cepat, dan kesejahteraan rakyatnya pun segera datang.
Fokus Infrastruktur Jalan dan Sarana Pemerintahan
Saya tak hendak mengantar pikiran Bupati Samahuddin kembali ke lorong waktu setahun silam dengan apa yang telah dikerjanya, sebab publik di Kabupaten Buton Tengah begitu paham dengan gebrakan pembangunan yang dijalankannya. Saya lebih fokus bertanya, apa saja yang akan dilakukannya sepanjang tahun 2019 ini?
Lagi-lagi ia fokus berbicara soal infrastruktur jalan raya dengan kualitas hotmiks.
“Tetap fokus ke infrastruktur, utamanya jalan raya. Tahun 2019 ini akan dilakukan pengaspalan poros Lombe-Tolandona, juga di Mawasangka Timur, selanjutnya poros Lakorua, juga mempersiapkan poros Mawasangka-Kance Bungi, Lolibu - Mawasangka. Anggarannya sekitar 60 Milyar lebih,” ujar Samahuddin bersemangat.
Mengapa fokus ke jalan raya? “jalan yang berkualitas akan cepat mendorong percepatan ekonomi masyarakat, agar daya angkut dari desa ke sentra-sentra perkotaan lebih murah dan cepat. Kabupaten Buton tengah itu memang harus dimulai dari pembangunan jalan rayanya,” kata Samahuddin.
Namun begitu, sebagai bupati di sana, keseimbangan pembangunan tetap ia jaga dengan baik. Itu sebab perhatiannya ke pembangunan fasilitas pemerintahan pun telah ia laksanakan sejak tahun 2018 lalu. Ke depan, pembangunan infrastruktur pemerintahan dimulai lagi dan sebagian di tempatkan di kawasan pegunungan di atas Wadiabero. Konsultan berpengalaman dari Makassar telah ia siapkan untuk membantu mendesain rencana itu.
“Untuk kantor-kantor pemerintahan, tidak terfokus ke satu titik. Ada sebaran-sebaran perkantoran di berberapa kawasan, dengan maksud agar terjadi pula sebaran pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pikiran saya sederhana, Buton Tengah itu kabupaten baru, yang utama sekarang adalah efek pembangunan infrastruktur itu adalah pertumbuhan ekonomi. Alhamdulillah tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Buton Tengah di angka 8,6 persen,” ujar Samahuddin.
Situasi ini saya peroleh di ruang nahkoda kapal ferry rute Amolengo-Labuan, Minggu siang ini, 28 April 2019 - ketika bertemu dan berdiskusi dengan Bapak Samahuddin, SE., Bupati Buton Tengah – Sulawesi Tenggara.
Samahudin atau lebih merakyat dengan sematan nama kecil ‘La Ramo’ adalah seorang kepala daerah yang tak riuh di media mainstream, namun publik mengenalnya sebagai bupati pekerja keras, tangguh, berjiwa ikhlas, dengan pikiran-pikiran sederhana. Begitu persepsi masyarakat terhadap kepemimpinannya yang kini memasuki tahun kedua sejak dilantik 22 Mei 2017 silam.
Namun ia pula tak menampik bila kerja kerasnya membangun Kabupaten Buton Tengah tak sedikit diwarnai dinamika yang justru semakin memberinya motivasi untuk membawa daerah berjuluk ‘Negeri Wisata Seribu Goa’ ini sejajar dengan daerah-daerah lain yang lebih maju, khususnya di Sulawesi Tenggara.
“Ketika saya telah bekerja keras, ikhlas membangun kampung halaman sendiri, tetapi ada saja dinamika. Itu semakin memberi saya motivasi untuk lebih bekerja keras lagi. Niat saya semata kesejahteraan masyarakat Kabupaten Buton Tengah, dan pertanggungjawaban saya kepada rakyat dan Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujar Bupati Samahuddin ketika saya menyentil pergerakan ‘politik’ di daerahnya.
Samahuddin enggan membeber panjang dinamika itu, baginya itu sekadar ingatan agar ia tetap berjalan dalam koridor, pula sebagai nutrisi agar lima tahun kepemimpinannya tersebut ‘wajah’ Buton Tengah berubah ke arah yang lebih maju. Ia lebih fokus ke pembangunan infrastruktur, agar ekonomi warganya bisa bergerak lebih cepat, dan kesejahteraan rakyatnya pun segera datang.
Fokus Infrastruktur Jalan dan Sarana Pemerintahan
Saya tak hendak mengantar pikiran Bupati Samahuddin kembali ke lorong waktu setahun silam dengan apa yang telah dikerjanya, sebab publik di Kabupaten Buton Tengah begitu paham dengan gebrakan pembangunan yang dijalankannya. Saya lebih fokus bertanya, apa saja yang akan dilakukannya sepanjang tahun 2019 ini?
Lagi-lagi ia fokus berbicara soal infrastruktur jalan raya dengan kualitas hotmiks.
“Tetap fokus ke infrastruktur, utamanya jalan raya. Tahun 2019 ini akan dilakukan pengaspalan poros Lombe-Tolandona, juga di Mawasangka Timur, selanjutnya poros Lakorua, juga mempersiapkan poros Mawasangka-Kance Bungi, Lolibu - Mawasangka. Anggarannya sekitar 60 Milyar lebih,” ujar Samahuddin bersemangat.
Mengapa fokus ke jalan raya? “jalan yang berkualitas akan cepat mendorong percepatan ekonomi masyarakat, agar daya angkut dari desa ke sentra-sentra perkotaan lebih murah dan cepat. Kabupaten Buton tengah itu memang harus dimulai dari pembangunan jalan rayanya,” kata Samahuddin.
Namun begitu, sebagai bupati di sana, keseimbangan pembangunan tetap ia jaga dengan baik. Itu sebab perhatiannya ke pembangunan fasilitas pemerintahan pun telah ia laksanakan sejak tahun 2018 lalu. Ke depan, pembangunan infrastruktur pemerintahan dimulai lagi dan sebagian di tempatkan di kawasan pegunungan di atas Wadiabero. Konsultan berpengalaman dari Makassar telah ia siapkan untuk membantu mendesain rencana itu.
“Untuk kantor-kantor pemerintahan, tidak terfokus ke satu titik. Ada sebaran-sebaran perkantoran di berberapa kawasan, dengan maksud agar terjadi pula sebaran pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pikiran saya sederhana, Buton Tengah itu kabupaten baru, yang utama sekarang adalah efek pembangunan infrastruktur itu adalah pertumbuhan ekonomi. Alhamdulillah tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Buton Tengah di angka 8,6 persen,” ujar Samahuddin.
![]() |
Bupati Buton Tengah - Samahuddin, SE saat berdiskusi di Ferry Penyeberangan Amolengo-Labuan Bajo, Minggu, 28 April 2019 |
Pikiran yang Sederhana, dengan Kehidupan Merakyat.
Gaya komunikasi dan pikiran Pak Samahuddin terbilang sederhana. Ingatannya selalu pada infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi. Tetapi ia tak lupa sektor lainnya. Menggenjot sektor pariwisata, membangun sektor perikanan, pendidikan dan kesehatan, semua telah terekam dalam pikiran yang diakuinya sangat sederhana.
“saya bukan penteori, saya masih harus banyak belajar. Saya hanya berbekal sedikit pengalaman. Tetapi Insha Allah, 5 tahun ke depan, Buton Tengah akan berubah. Itu ‘nawaitu’ saya sejak diamanahkan rakyat sebagai kepala daerah.
Saya malu bila tidak bisa berbuat banyak bagi kampung halaman saya sendiri. Pun saya harus ikhlas bila saya mendapat kritik. Toh, saya bukan anak siapa-siapa. Saya terlahir dari keluarga sederhana, dari kerasnya bebatuan alam Buton Tengah dan gemuruh laut kampung saya, niat saya benar-benar ikhlas membagun daerah saya,” sergah Samahuddin.
Adrenalin pembicaraan Pak Samahuddin terkesan meningkat, khas anak daerah. “Teman-teman pun perlu tahu, bila terkadang saya harus berbaju dinas hingga larut malam, untuk memastikan pembangunan di Buton Tengah tetap berjalan, dan birokrasi tetap efektif melayani masyarakat, saya paham kelebihan dan keterbatasan birokrasi kami sebagai daera baru,” tandasnya.
Memang Bupati Samahuddin lebih banyak di lapangan ketimbang di kantornya. Bahkan terkadang menggunakan kendaraan bermotor roda dua untuk menyusur wilayah-wilayahnya. Bahkan terkadang hanya berkaos oblong agar ia tak berjarak dengan masyarakatnya.
“Yang paling saya syukuri, masyarakat Buton Tengah itu adalah warga yang religius, pekerja, semangat kegotongroyonganya sangat tinggi. Kami kadangkala membangun masjid benar-benar bergotong royong. Kaum prianya memasang ini dan itu, ibu-ibunya ramai-ramai memasak. Kami maksimalkan program ‘jumat bersih’ untuk even-even gotong royong itu,” imbuhnya.
**
HAMPIR dua jam lamanya diskusi hangat berlangsung, di atas kapal Ferry hingga di warung makan seputaran pelabuhan Labuan Bajo-Buton Utara. Tak nampak kerisihan Pak Samahuddin sebagai orang nomor satu di Buton Tengah, kendati orang berlalu-lalang di depannya. Sesekali ia menyapa warga, dalam balutan kaos oblong dan sandal jepit yang dikenakannya.
Samahuddin benar-benar tampak sebagai pribadi orang kampung yang sederhana, bukan sebagai kepala daerah yang terkadang rindu dengan citra. Diskusi berakahir di soal sumber daya aparatur Buton Tengah. Simpel sekali cara berpikirnya.
“tentu ada evaluasi berkala tentang SDM aparatur, siapa saja yang mau bekerja keras, mari sama-sama. Prinsipnya, birokrasi bukan soal keluarga, tetapi soal kerja. Kalau keluarga saya, silakan belajar, bila sudah matang silakan berkompetisi. Niat kita bersama, mari solid kita berkerja keras bersama-sama, agar Kabupaten Buton Tengah bisa berdaya saing,” imbuh Samahuddin. (zah)
Gaya komunikasi dan pikiran Pak Samahuddin terbilang sederhana. Ingatannya selalu pada infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi. Tetapi ia tak lupa sektor lainnya. Menggenjot sektor pariwisata, membangun sektor perikanan, pendidikan dan kesehatan, semua telah terekam dalam pikiran yang diakuinya sangat sederhana.
“saya bukan penteori, saya masih harus banyak belajar. Saya hanya berbekal sedikit pengalaman. Tetapi Insha Allah, 5 tahun ke depan, Buton Tengah akan berubah. Itu ‘nawaitu’ saya sejak diamanahkan rakyat sebagai kepala daerah.
Saya malu bila tidak bisa berbuat banyak bagi kampung halaman saya sendiri. Pun saya harus ikhlas bila saya mendapat kritik. Toh, saya bukan anak siapa-siapa. Saya terlahir dari keluarga sederhana, dari kerasnya bebatuan alam Buton Tengah dan gemuruh laut kampung saya, niat saya benar-benar ikhlas membagun daerah saya,” sergah Samahuddin.
Adrenalin pembicaraan Pak Samahuddin terkesan meningkat, khas anak daerah. “Teman-teman pun perlu tahu, bila terkadang saya harus berbaju dinas hingga larut malam, untuk memastikan pembangunan di Buton Tengah tetap berjalan, dan birokrasi tetap efektif melayani masyarakat, saya paham kelebihan dan keterbatasan birokrasi kami sebagai daera baru,” tandasnya.
Memang Bupati Samahuddin lebih banyak di lapangan ketimbang di kantornya. Bahkan terkadang menggunakan kendaraan bermotor roda dua untuk menyusur wilayah-wilayahnya. Bahkan terkadang hanya berkaos oblong agar ia tak berjarak dengan masyarakatnya.
“Yang paling saya syukuri, masyarakat Buton Tengah itu adalah warga yang religius, pekerja, semangat kegotongroyonganya sangat tinggi. Kami kadangkala membangun masjid benar-benar bergotong royong. Kaum prianya memasang ini dan itu, ibu-ibunya ramai-ramai memasak. Kami maksimalkan program ‘jumat bersih’ untuk even-even gotong royong itu,” imbuhnya.
**
HAMPIR dua jam lamanya diskusi hangat berlangsung, di atas kapal Ferry hingga di warung makan seputaran pelabuhan Labuan Bajo-Buton Utara. Tak nampak kerisihan Pak Samahuddin sebagai orang nomor satu di Buton Tengah, kendati orang berlalu-lalang di depannya. Sesekali ia menyapa warga, dalam balutan kaos oblong dan sandal jepit yang dikenakannya.
Samahuddin benar-benar tampak sebagai pribadi orang kampung yang sederhana, bukan sebagai kepala daerah yang terkadang rindu dengan citra. Diskusi berakahir di soal sumber daya aparatur Buton Tengah. Simpel sekali cara berpikirnya.
“tentu ada evaluasi berkala tentang SDM aparatur, siapa saja yang mau bekerja keras, mari sama-sama. Prinsipnya, birokrasi bukan soal keluarga, tetapi soal kerja. Kalau keluarga saya, silakan belajar, bila sudah matang silakan berkompetisi. Niat kita bersama, mari solid kita berkerja keras bersama-sama, agar Kabupaten Buton Tengah bisa berdaya saing,” imbuh Samahuddin. (zah)
0 Komentar