BUTONMAGZ---Muharram dikenal sebagai salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam, sebab ia bulan pertama dalam kalender hijriah, karenanya banyak negeri-negeri Islam memuliakan bulan ini dengan tradisi dan budayanya masing-masing.
Sebutlah di Jogyakarta ada tradisi Mubeng Benteng (memutari benteng), kirab pusaka dan kebo bule di Surakarta, tradisi Tabot di Bengkulu, bubur Asyura di Jawa Barat, peca sura di masyarakat Bugis-Makassar, dan yang fenomenal tradisi Assyura di Karbala – umumnya dilaksanakan di 1 Muharram, atau di Jawa mengenalnya dengan 1 Suro’.
Berbeda di negeri Wolio-Buton atau pusat kesultanan Buton masa lalu, atau sekarang di Kota Baubau, terdapat tradisi Muharram yang digelar dipenanggalan 10, disebut dengan tradisi ‘Pakandeana ana-ana maelu’ – atau memandikan dan memberikan makan anak yatim piatu. Tradisi syarat makna kemanusiaan yang hadir sejak 6 abad silam, atau sekitar tahun 1500-an, atau sejak masuk Islam di Buton.
“Kita meminta keselamatan anak-anak yatim piatu, agar mereka itu benar-benar tindak lanjut kehidupannya mereka tidak lagi menderita,” kata seorang tokoh masyarakat Kota Baubau, La Ode Kariu, Selasa pekan lalu, 10/9/2019).
Prosesi doa 'pakandeana ana-ana maelu' di Rujab Wali Kota Baubau |
Disebutkan, tradisi ini dimulai dari beberapa anak kecil tanpa mengenakan baju, dimandikan satu persatu oleh beberapa wanita separuh baya yang menggunakan baju adat Buton. Usai dimandikan, anak-anak usia sekitar tujuh tahun ini kemudian memasuki rumah yang tidak terlalu besar, kemudian duduk bersila.
Satu per satu anak-anak kecil tersebut kemudian maju dan duduk di depan tokoh adat yang juga duduk bersila. Dua wanita yang mengenakan baju adat Buton kemudian mengambil menu makanan lalu menyuap beberapa kali ke anak kecil tersebut.
Usai menyuapkan nasi, wanita itu membelai kepala anak kecil dengan penuh kasih sayang. “Ritual pelaksanaan ini seolah-olah kita memuliakan mereka (anak yatim piatu), dan kita usap ubun-ubunya agar kita doakan mereka ini berumur panjang,” ujar La Ode Kariu.
Wali Kota Baubau AS. Tamrin juga melaksanakan tradisi ini di rumah jabatan wali kota. “Ini bernilai ibadah, kita harapkan agar ini menyentuh secara hakekat, menyentuh hati kita, bagaimana perasaan mereka hidup tanpa orangtua,” ucap AS Thamrin. Ia menjelaskan, tradisi ini mempunyai hikmah dan sesuai dengan ajaran Islam untuk selalu memperhatikan anak yatim piatu. (ref)
Satu per satu anak-anak kecil tersebut kemudian maju dan duduk di depan tokoh adat yang juga duduk bersila. Dua wanita yang mengenakan baju adat Buton kemudian mengambil menu makanan lalu menyuap beberapa kali ke anak kecil tersebut.
Usai menyuapkan nasi, wanita itu membelai kepala anak kecil dengan penuh kasih sayang. “Ritual pelaksanaan ini seolah-olah kita memuliakan mereka (anak yatim piatu), dan kita usap ubun-ubunya agar kita doakan mereka ini berumur panjang,” ujar La Ode Kariu.
Wali Kota Baubau AS. Tamrin juga melaksanakan tradisi ini di rumah jabatan wali kota. “Ini bernilai ibadah, kita harapkan agar ini menyentuh secara hakekat, menyentuh hati kita, bagaimana perasaan mereka hidup tanpa orangtua,” ucap AS Thamrin. Ia menjelaskan, tradisi ini mempunyai hikmah dan sesuai dengan ajaran Islam untuk selalu memperhatikan anak yatim piatu. (ref)
0 Komentar