![]() |
Pernikahan Soemitro dan Dora Sigar, 7 Januari 1947. Sumber: Prabowo Subianto/Instagram |
BUTONMAGZ—Pilpres 2019 diwarnai banyak isu, tak sedikit diantaranya hoaks, yang kemudian dikomsumsi banyak orang berkait asal-usul para kandidat. Salah satu yang banyak disorot adalah Letjen. TNI (Purn) H. Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut 02. Bagaimana sebenarnya ‘seluk beluk’ kedua orang tua Prabowo?
Sebenarnya publik telah banyak mengenal ayah Prabowo, yakni Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, seorang yang dikenal sebagai begawan ekonomi republik sejak kepemimpinan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.
Prof. Soemitro (dari buku “Jejak Perlawanan Begawan Pejuang") seorang Muslim asal Banyumas-Jawa Tengah, yang menikah dengan perempuan Minahasa, Dora Marie Sigar yang menganut agama Kristen. Kisah pertemuan Soemitro dan Dora Sigar terangkum dalam cerita berikut ini;
Dora Marie Sigar lahir di Manado pada 21 September 1921 dari pasangan Philip Sigar dan Cornelia Maengkom. Keluarganya berasal dari keluarga berada di zaman kolonial. Ayahnya adalah pejabat Dewan Kota Manado yang menganut agama Kristen. Wajar belaka bila Dora mampu sekolah tinggi sampai ke negeri Belanda. Sejak usia 12 tahun, Dora dan keluarganya telah menetap di Belanda.
Pada awal 1940, Dora berkuliah di Utrecht University-Belanda mengambil jurusan Ilmu Perawatan Pasca Bedah. Sewaktu berkuliah di Belanda itulah Dora bertemu dengan pemuda Banyumas bernama Soemitro Djojohadikusumo. Kala itu, Soemitro adalah mahasiswa senior yang mengambil jurusan Ilmu Ekonomi di Rotterdam University.
Soemitro dan Dora bersua di Rotterdam tahun 1945. Saat itu berlangsung pertemuan Indonesia Christen Jongeren (IJK, Mahasiswa Kristen Indonesia). Hadir pula disana Soemitro.
Menurut sejarawan Belanda Harry Poeze dalam Di negeri penjajah: orang Indonesia di negeri Belanda, 1600-1950, IJK merupakan wadah kontak orang Indonesia di Belanda. Konferensi yang diselenggarakan IJK terbuka buat umum, termasuk mereka yang bukan anggota IJK ataupun yang beragama Islam.
Jumpa pertama itu berlanjut dengan serentetan perjumpaan berikutnya. Soemitro dan Dora kian hari semakin mengenal. Keduanya baru akrab dan menjalin hubungan yang lebih khusus saat Soemitro harus menjalani operasi tumor di usus besar. Dora-lah yang merawat Soemitro di kala sakit. Dari Utrecth, Dora rela sering bersepeda menuju Rotterdam.
“Karena itulah, Dora rewel, maunya ngurus saya terus,” tutur Soemitro berkelakar kepada Aristides Katoppo dkk dalam biografi Sumitro Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang.
Pada 1946, Soemitro kembali ke Indonesia. Setahun berselang, Dora Sigar menyusul, dan langsung tinggal di kediaman orang tua Soemitro di Jakarta. Soemitro mantap untuk menyunting Dora Sigar sebagai istri.
Sebenarnya publik telah banyak mengenal ayah Prabowo, yakni Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, seorang yang dikenal sebagai begawan ekonomi republik sejak kepemimpinan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.
Prof. Soemitro (dari buku “Jejak Perlawanan Begawan Pejuang") seorang Muslim asal Banyumas-Jawa Tengah, yang menikah dengan perempuan Minahasa, Dora Marie Sigar yang menganut agama Kristen. Kisah pertemuan Soemitro dan Dora Sigar terangkum dalam cerita berikut ini;
Dora Marie Sigar lahir di Manado pada 21 September 1921 dari pasangan Philip Sigar dan Cornelia Maengkom. Keluarganya berasal dari keluarga berada di zaman kolonial. Ayahnya adalah pejabat Dewan Kota Manado yang menganut agama Kristen. Wajar belaka bila Dora mampu sekolah tinggi sampai ke negeri Belanda. Sejak usia 12 tahun, Dora dan keluarganya telah menetap di Belanda.
Pada awal 1940, Dora berkuliah di Utrecht University-Belanda mengambil jurusan Ilmu Perawatan Pasca Bedah. Sewaktu berkuliah di Belanda itulah Dora bertemu dengan pemuda Banyumas bernama Soemitro Djojohadikusumo. Kala itu, Soemitro adalah mahasiswa senior yang mengambil jurusan Ilmu Ekonomi di Rotterdam University.
Soemitro dan Dora bersua di Rotterdam tahun 1945. Saat itu berlangsung pertemuan Indonesia Christen Jongeren (IJK, Mahasiswa Kristen Indonesia). Hadir pula disana Soemitro.
Menurut sejarawan Belanda Harry Poeze dalam Di negeri penjajah: orang Indonesia di negeri Belanda, 1600-1950, IJK merupakan wadah kontak orang Indonesia di Belanda. Konferensi yang diselenggarakan IJK terbuka buat umum, termasuk mereka yang bukan anggota IJK ataupun yang beragama Islam.
Jumpa pertama itu berlanjut dengan serentetan perjumpaan berikutnya. Soemitro dan Dora kian hari semakin mengenal. Keduanya baru akrab dan menjalin hubungan yang lebih khusus saat Soemitro harus menjalani operasi tumor di usus besar. Dora-lah yang merawat Soemitro di kala sakit. Dari Utrecth, Dora rela sering bersepeda menuju Rotterdam.
“Karena itulah, Dora rewel, maunya ngurus saya terus,” tutur Soemitro berkelakar kepada Aristides Katoppo dkk dalam biografi Sumitro Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang.
Pada 1946, Soemitro kembali ke Indonesia. Setahun berselang, Dora Sigar menyusul, dan langsung tinggal di kediaman orang tua Soemitro di Jakarta. Soemitro mantap untuk menyunting Dora Sigar sebagai istri.
Pernikahan Beda ImanPerbincangan terjadi ketika keluarga Soemitro mempertanyakan ihwal agama Dora. Sebagaimana terkisah dalam biografi Soemitro, Soemitro mengatakan bahwa calon istrinya itu beragama Kristen. Namun, baik Soemitro dan Dora tak berniat mengubah keyakinan hanya lantaran hendak kawin. Soemitro enggan memaksa Dora beralih menjadi Islam, pun demikian sebaliknya.
Setelah berembug, pihak keluarga besar Djojohadikusumo menerima perbedaan antara Soemitro dan Dora. Khususnya Margono, ayah Soemitro membebaskan Soemitro untuk mempelajari beragam agama dan memilih yang diyakini. Pihak Dora juga mengambil sikap serupa.
“Ini sesungguhnya sangat menakjubkan, mengingat pendidikan agama di dalam keluarga Dora sangatlah kuat, bahkan tergolong Calvinis (aliran Kristen puritan-red) yang sangat kuat sekali,” tulis Aristides dkk.
Pada 7 Januari 1947, Soemitro Djojohadikusumo dan Dora Sigar menikah dengan adat Jawa. Pernikahan berlangsung di kediaman Soemitro, di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Ijab nikah hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat. Beberapa hari kemudian, diselenggrakan resepsi pernikahan khusus bagi kawan-kawan kedua mempelai, salah satunya Sutan Sjahrir.
Pernikahan Soemitro-Dora menghasilkan empat orang putra dan putri. Mereka berturut-turut antara lain: Biantiningsih Miderawati, Marjani Ekowati, Prabowo Subianto, Hashim Sujono. Kini salah seorang putra mereka,Prabowo, akan mencoba kembali peruntungannya menjadi orang nomor satu di negeri ini dalam pemilihan presiden pada 17 April 2019 yang akan datang. (ref)
Setelah berembug, pihak keluarga besar Djojohadikusumo menerima perbedaan antara Soemitro dan Dora. Khususnya Margono, ayah Soemitro membebaskan Soemitro untuk mempelajari beragam agama dan memilih yang diyakini. Pihak Dora juga mengambil sikap serupa.
“Ini sesungguhnya sangat menakjubkan, mengingat pendidikan agama di dalam keluarga Dora sangatlah kuat, bahkan tergolong Calvinis (aliran Kristen puritan-red) yang sangat kuat sekali,” tulis Aristides dkk.
Pada 7 Januari 1947, Soemitro Djojohadikusumo dan Dora Sigar menikah dengan adat Jawa. Pernikahan berlangsung di kediaman Soemitro, di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Ijab nikah hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat. Beberapa hari kemudian, diselenggrakan resepsi pernikahan khusus bagi kawan-kawan kedua mempelai, salah satunya Sutan Sjahrir.
Pernikahan Soemitro-Dora menghasilkan empat orang putra dan putri. Mereka berturut-turut antara lain: Biantiningsih Miderawati, Marjani Ekowati, Prabowo Subianto, Hashim Sujono. Kini salah seorang putra mereka,Prabowo, akan mencoba kembali peruntungannya menjadi orang nomor satu di negeri ini dalam pemilihan presiden pada 17 April 2019 yang akan datang. (ref)
0 Komentar