Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Sampah Makanan di Indonesia Memperihatinkan!. No 2 Di Dunia.


"Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara produsen sampah pangan terbanyak di dunia."

BUTONMAGZ--Begitulah kemubaziran yang terekam dalam “Food Sustainable Index” (2018) terbitan The Economist Intellegent Unit bersama Barilla Center For Food and Nutrition Foundation. Lebih lanjut laporan menyebutkan rata-rata setiap penduduk Indonesia membuang sekitar 300 kg makanan per tahun. Fakta di atas menjadikan Indonesia sebagai negara berkembang dengan perilaku konsumtif pangan yang tinggi, melebihi negara adidaya sekelas Amerika Serikat yang masing-masing warganya membuang 23 kilogram lebih sedikit dari penduduk Indonesia.

Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 mencatat mayoritas kota-kota besar di Indonesia kedapatan memproduksi sampah organik yang merupakan jenis sampah pangan dalam jumlah lebih besar ketimbang jenis sampah lainnya. Di Jakarta, 3.639,8 ton sampah pangan terangkut setiap harinya, 499,84 ton lebih banyak dari sampah anorganik yang jumlahnya hanya 3.193,96 ton. Selisih lebih besar terjadi di Medan. Tak tanggung-tanggung, selisih antara sampah organik dan anorganik yang diangkut di ibu kota provinsi Sumatera Utara itu mencapai 560,7 ton setiap harinya. Sementara Surabaya yang berhasil menyabet penghargaan Adipura Kencana 2017-2018 memproduksi sampah sebesar 905,26 ton untuk sampah organik dan 761,57 ton sampah anorganik.

Ironisnya di saat begitu banyak pangan yang dibuang, masih banyak penduduk Indonesia yang kelaparan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan sebanyak 13,8 persen balita di Indonesia mengalami kurang gizi dan 3,9 persen lainnya menderita gizi buruk. Fakta lain menyebutkan 34,74 persen rumah tangga di Indonesia masih memanfaatkan bantuan beras miskin (Raskin) dari pemerintah.

Sampah pangan sendiri diartikan sebagai hilangnya sejumlah pangan antara rantai pasok pangan, mulai dari proses produksi agrikultur, penanganan dan penyimpanan pasca-panen, proses distribusi, dan terbuangnya makanan layak konsumsi akibat kesalahan konsumen, seperti perilaku konsumtif dan pengolahan pangan yang buruk.

Food and Agriculture Association (FAO) dalam laporannya yang bertajuk “Food Wastages: Foodprint Impacts On Natural Resources” (2013) menjabarkan, sampah pangan muncul karena berbagai alasan dan sangat bergantung pada kondisi masing-masing negara. Di negara berpenghasilan tinggi, volume pangan yang terbuang lebih banyak terjadi di fase lihir rantai pasok pangan yang mencakup proses pengolahan, distribusi dan konsumsi. Sebaliknya di negara berpenghasilan rendah, pangan yang terbuang justru berasal fase hulu.

Pola yang sama terjadi di negara berkembang. Terbuangnya pangan pada tahap awal rantai pasok pangan diakibatkan adanya keterbatasan finansial dan struktural dalam teknik panen, penanganan dan penyimpanan pasca panen. Jika dinominalkan, kerugian akibat sampah pangan mencapai USD 680 milyar di negara industri maju dan USD 310 milyar di negara berkembang seperti yang dikemukakan The United Nations Environment Progamme (UNEP).

Isu Bersama

Sampah pangan telah menjadi isu global dan perhatian berbagai lembaga ketahanan pangan dalam beberapa tahun terakhir. Bukan sekedar menghindari ‘mubazir’, faktanya sampah pangan dapat menyulitkan kehidupan masyarakat luas.

Sampah pangan seharusnya tidak boleh dicampur dengan sampah non-organik yang tidak bisa membusuk. Percampuran kedua jenis sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang miskin oksigen akan menghasilkan limpasan cairan beracun leachate yang sangat berbahaya bagi lingkungan.

Secara signifikan cairan leachate berdampak pada eutrofikasi sistem perairan, mengurangi jumlah oksigen dan mendorong pertumbuhan organisme berbahaya. Karena tingkat toksisitasnya yang tinggi, leachate menjadi ancaman utama bagi akuifer dan kesehatan air tanah. Sebagai negara yang selalu berperang dengan sampah dan limbah, Indonesia akrab dengan ancaman ini.

Biro Pusat Statistik (BPS) dalam “Statistik Lingkungan Hidup 2018” melaporkan kualitas air sungai di Indonesia umumnya berada pada status tercemar berat. Dari 82 sungai yang dipantau pada tahun 2016 dan 2017, 14 sungai diantaranya memiliki kualitas air yang terus memburuk, 18 sungai dilaporkan membaik sementara 50 sungai lainnya dalam kondisi relatif tidak berubah.

Sungai Ciliwung di Jakarta, Brantas di Jawa Timur, Citarum di Jawa barat, Citanduy di Jawa Tengah, juga sungai Musi di Sumatra Selatan, merupakan 5 dari 38 sungai dengan kualitas air tercemar berat sepanjang 2017. Kondisi ini membuat masyarakat kehilangan sumber air bersih dan mulai bergantung pada sumber lain seperti air tanah. Di daerah yang minim wilayah terbuka hijau dan resapan air, hal ini melahirkan malapetaka lantaran eksploitasi air tanah merupakan salah satu penyebab menurunnya permukaan tanah layaknya yang terjadi di Jakarta.

Selain permasalahan cairan beracun, sampah pangan juga berkontribusi terhadap isu lingkungan lain yang tak kalah gawat, yakni gas rumah kaca atau GRK. Proses pembusukan sampah organik dengan konsentrasi sampah non-organik yang tinggi akan melepaskan gas metana atau CH4 yang disinyalir 25 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida (IPCC 2007). Meningkatkan emisi gas rumah kaca mendorong pemanasan global, menciptakan perubahan iklim, membuka jalan bagi kepunahan banyak spesies flora dan fauna.

Dalam “Food Wastages: Foodprint Impacts On Natural Resources” (2013), rata-rata jejak karbon sampah pangan diperkirakan mencapai 500 kg, setara karbon dioksida (CO2e) perkapita setiap tahunnya. Pada 2007 sendiri, jumlah emisi yang diproduksi sampah pangan dilaporkan mencapai 3,3 gigaton setara karbon dioksida (CO2e).

Publikasi “Statistik Lingkungan Hidup 2019” menjabarkan perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca turut berkonstribusi terhadap terjadinya berbagai bencana alam di dalam negeri seperti, kekeringan, banjir, tanah longsor dan risiko penurunan ketersediaan air yang signifikan di sejumlah daerah terutama pulau Jawa dan Bali.

Tak cukup sampai di situ, emisi gas rumah kaca tidak hanya memanaskan planet ini tapi juga mengurangi kandungan nutrisi pada sejumlah tumbuhan. Penelitian ekologi oleh Chunwu Zhu, Lewis H. Ziska, dkk, yang dipublikasi pada laman Science Advances (PDF) menunjukkan, beras yang terpapar karbon dioksida pada level tinggi mengandung nutrisi yang lebih rendah dibandingkan yang ditanam sekarang ini. Sebanyak 18 varietas padi yang diujikan mengandung lebih sedikit protein, zinc, zat besi, penurunan vitamin B1, B2, B5, B9 dan peningkatan vitamin E. Ini adalah tamparan bagi Indonesia. Bukan tidak mungkin jika nantinya lebih banyak kasus kekurangan gizi terjadi di bumi pertiwi mengingat mayoritas penduduknya bergantung kepada beras sebagai makanan pokok.

Sebenarnya pemerintah Indonesia telah berusaha mengatasi permasalahan sampah, mulai dengan penerbitan berbagai regulasi seperti UU Nomor 18 tahun 2008, PP Nomor 81 tahun 2012, Perpres Nomor 97 tahun 2017, hingga pengalokasian anggaran perlindungan lingkungan pada APBN dan APBD. Pada ranah pendidikan, pemerintah mengupayakan pendidikan lingkungan hidup melalui program adiwiyata yang menyasar jenjang sekolah dasar dan menengah. Namun belum ada upaya yang khusus menyasar sampah pangan secara preventif, melainkan dari segi pemilahan dan daur ulang.

Masalah sampah pangan juga bukan sepenuhnya tanggungjawab pemerintah. Setiap individu memikul tanggungjawab yang sama untuk berlaku bijak dengan tidak mubazir. Walaupun terdengar sepele, kenyatannya menurut FAO dalam “Food Wastages: Foodprint Impacts On Natural Resources”, sampah pangan pada ranah konsumsi justru memproduksi jejak karbon terbesar dari seluruh elemen rantai pasok pangan. Hal ini dikarenakan aspek konsumsi mencakup segala elemen tadi mulai dari proses agrikultur, distribusi, masak-memasak hingga makanan tersebut disia-siakan konsumen. Belum lagi persoalan emisi metana yang dilepaskannya ke atmosfer saat proses penguraian.

Karenanya, partisipasi aktif individu merupakan kunci meminialisir sampah pangan. Berikut kebiasaan sehari-hari yang bisa dilakukan untuk berpartisipasi mengurangi sampah pangan mengikuti prosedur 3R: Reduce, Reuse dan Recycle.

Pertama, bijak dalam mengkonsumsi makanan. Ambil makanan sesuai porsi dan kebutuhan gizi serta hindari menyisakan makanan yang tengah dikonsumsi. Jika terlanjur, simpan sisa makanan di kulkas untuk kembali dimakan lain waktu. Hal itu juga berlaku di restoran, jangan sungkan untuk membungkus sisa makanan untuk dibawa pulang, karena itu adalah hal mewah yang dapat dilakukan untuk kelestarian bumi.

Kedua, beli pangan lokal. Setiap pangan yang sampai di tangan kita harus melalui proses distribusi. Mulai dari tempat produksi ke tempat penyimpanan, lalu disalurkan ke supermarket, pasar hingga tukang sayur keliling dan proses ini memakan bahan bakar yang tidak sedikit. Semakin jauh suatu pangan didistribusikan tentu semakin besar emisi karbon yang dihasilkannya. Belum lagi pangan yang bisa saja terbuang selama pendistribusian. Karena itu kita dianjurkan untuk membeli bahan pangan yang diproduksi secara lokal untuk meminimalisirnya.

Ketiga, simpan pangan secara tepat. Penyimpanan menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada tingkat keawetan suatu pangan. Bahan pangan harus disimpan dengan benar agar memiliki shelf life yang cukup lama dengan mencegah pembusukan. D. A. Sari dan Hadiyanto dalam tulisannya “Teknologi dan Metode Penyimpanan Makanan Sebagai Upaya Memperpanjang Shelf Life” (2013), mengungkapkan setiap jenis pangan harus disimpan dengan ketentuan yang berbeda-beda sesuai karekteristik suatu pangan.

Makanan tidak tahan lama yang mudah membusuk seperti daging, ikan, daging unggas, telur, yogurt, susu dan produk susu, dan sayur­‐sayuran hendaknya disimpan dengan suhu rendah untuk memperlambat pembusukan. Biasanya, penyimpanan dilakukan di dalam kulkas dengan pengaturan suhu 5 derajat Celcius atau lebih rendah, dan suhu makanan didalam freezer sebesar minus ­16 derajat Celcius.

Sementara untuk bahan makanan tahan lama seperti sereal, kacang­‐kacangan, gula, garam, asam jawa, dan beberapa rempah‐rempah hendaknya ditaruh dalam wadah bersih dan disimpan di lemari. Sebaiknya, ruang penyimpanannya jauh dari dapur karena suhu di dapur lebih tinggi dari produk makanan yang disimpan. Pastikan juga semuanya dalam keadaan bersih dan kering untuk memaksimalkan masa konsumsi.

Peletakan pangan di dalam kulkas juga harus diperhatikan, letakan bahan pangan mentah di bagian paling bawah, sementara pangan yang telah dimasak berada di bagian paling atas. Jangan memasukkan kembali pangan yang telah dikeluarkan dari freezer dalam kurun waktu yang lama dan sebaiknya memberikan label nama makanan dan tanggal mulai penyimpanan. Selain itu biasakan merotasi bahan pangan. Letakan bahan pangan yang telah disimpan lama dibagian depan sedangkan bagian belakang untuk bahan pangan yang baru akan disimpan.

Keempat, kreatif dalam mengolah sisa bahan pangan. Jangan langsung membuang sisa-sisa bahan pangan yang sudah mulai layu atau menguning, dengan sedikit kreativitas semua itu bisa diolah menjadi campuran atau pelengkap suatu hidangan. Manfaatkan sisa-sisa sayuran seperti bagian bawah wortel, paprika, isi tomat, batang kangkung, batang sawi dan sebagainya untuk membuat kaldu sayuran yang nantinya bisa digunakan untuk membuat sup.

Tak hanya itu, sisa wortel, kentang, terung dan zukini juga dapat diolah menjadi hidangan kari. Jika terlalu malas, cincanglah sisa wortel dan zukini sebagai pelengkap hidangan nasi goreng agar lebih meriah. Ingat, semua resep makanan yang telah ada dewasa ini merupakan hasil uji coba dari otak kreatif nan jenius, bukan semerta-merta turun dari langit.

Pencegahan memang merupakan solusi paling substantif untuk mengurangi limbah pangan. Tetapi jika setelah berusaha melakukan empat poin di atas, kita masih saja menghasilkan sampah pangan, maka pengomposan menjadi pilihan terakhir yang kaya manfaat. World Bank dalam publikasinya “Sustainable Financing and Policy Models for Municipal Composting” (2016) mengemukakan beberapa manfaat kompos bagi ekosistem tanah diantaranya, meningkatkan drainase dan kelembapan tanah, mencegah erosi, menyaring polutan seperti logam berat dari air hujan, meningkatkan kualitas air, utamanya mengalihkan limbah organik dari TPA untuk mengurangi emisi metana.

Dengan tidak membuang pangan, kita telah berkonstribusi terhadap banyak hal, menunda pemanasan global, membantu pemerintah mencapai Sustainables Development Goals (SDGs) target 12.5, meminimalisir bencana alam yang disebabkan ulah manusia, serta menjaga ketahanan pangan. Ingat, saat mubazir kita telah menyia-nyiakan segala sumber daya dalam rantai pasok pangan dan jangan lupakan mereka yang sampai perlu mengemis hanya untuk menghilangkan rasa lapar.

(Penulis: Suliana Khusnulkhatimah Editor: Windu Jusuf / Tirto.ID)

Posting Komentar

0 Komentar



  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...