
BUTONMAGZ--Belakangan ini beredar informasi mengerikan di media sosial soal gejala pernapasan yang namanya “Happy hypoxia”. Gejala happy hypoxia ini lagi marak ditemui di Indonesia. Beberapa pasien Covid-19 muncul happy hypoxia , seperti ditemukan di beberapa wilayah Jawa Tengah seperti Banyumas, Solo, dan Semarang.Waspada!
Apa itu Happy Hypoxia?
Happy hypoxia adalah kondisi kadar oksigen rendah dalam tubuh pasien Covid-19 yang menyebabkan ketidaksadaran dan bahkan dapat berujung kematian. Dalam kondisi seperti ini, biasanya pasien mengalami gejala sesak napas.
Tetapi baru-baru ini juga ditemukan pasien dengan gejala happy hypoxia namun tidak mengalami sesak dalam organ pernapasan. Dalam kondisi ini, tubuh pasien memiliki saturasi oksigen di bawah 90 persen, tetapi pasien tersebut masih bisa bernapas dengan normal. Banyak tenaga medis yang mempertanyakan istilah ini, mengingat pasien virus corona biasanya punya gejala lain, seperti demam atau batuk.
Seorang dokter spesialis paru dan juru bicara American Lung Association, David Hill mengatakan kalau happy hypoxia bukan hal baru untuk virus corona. Pasalnya, hal ini juga bisa terjadi karena infeksi paru-paru, baik melalui virus atau tidak. Ia juga percaya kalau hal itu lebih umum sebagai penyakit pernapasan biasa dibandingkan Covid-19.
“Happy hypoxia terjadi pada pasien virus corona ketika ventilasi di area paru-paru mereka cukup normal, tapi ada penyakit sehingga mereka memiliki kadar oksigen yang lebih rendah. Meski demikian, mereka akan tetap memiliki fungsi paru-paru yang cukup baik, dalam arti, bagaimana paru-paru mereka bekerja sehingga mereka mampu mengeluarkan karbondioksida dengan baik. Makanya, mereka tidak mengalami sesak napas,” kata David kepada media Today.
Ia juga mengatakan kalau terdapat segelintir pasien virus corona yang berpotensi mengalami gejala tersebut. Rasionya berbanding dari tiap 10 orang, biasanya dua sampai empat di antaranya diperkirakan mengalami happy hypoxia sampai batas tertentu.
Eric Cioe-Pena, seorang dokter pengobatan darurat di Northwell Health di New York City mengatakan, ketika pasien dengan happy hypoxia mendapatkan perawatan medis, mereka biasanya mengalami gejala virus corona selama lima sampai dengan tujuh hari. Waktu dengan kondisi terburuk untuk pengidap happy hypoxia pada pasien virus corona adalah sampai hari ke-10 sejak pertama kali terinfeksi.
Namun kedua ahli tersebut sepakat kalau tidak ada karakteristik atau kriteria yang pasti dalam menentukan siapakah orang yang lebih tinggi berisiko mengalami happy hypoxia ini. Dalam penanganannya, pasien dapat dirawat dengan ventilator. Tapi biasanya strategi lain lebih diutamakan, seperti mesin bernama continuous positive airway pressure (CPAP) atau mesin tekanan saluran napas positif berkelanjutan, yang menggunakan selang dan masker untuk memberikan tekanan udara konstan kepada pasien.
Dampak dan Gejala Happy Hypoxia Dalam Tubuh
Adanya happy hypoxia tidak menentukan prognosis atau prediksi perkembangan seperti membaik tidaknya penyakit pada pasien virus. Misalkan pasien A terkena gejala happy hypoxia, sedangkan pasien B tidak. Ini tidak berarti bahwa pasien A kemudian akan mengalami komplikasi atau kesembuhan. Pasien B juga tidak akan terpengaruh sama apa yang dialami pasien A. Jika pasien B pada akhirnya sesak napas, mungkin itu berarti ada hal-hal lain yang terjadi.
Happy hypoxia biasanya tidak diobati dalam waktu yang lama pada pasien virus corona, karena mereka biasanya mengalami sesak napas pada akhirnya. Jika hal tersebut terjadi, pasien otomatis akan terdorong untuk mencari perawatan medis lebih lanjut.
Karena kebanyakan pasien mungkin mengalami happy hypoxia yang tak bisa diobati hanya dalam beberapa hari, para ahli menekankan bahwa kadar oksigen yang rendah dengan sendirinya tidak menyebabkan banyak kerusakan pada organ pernapasan.
“Ini merupakan gejala jangka panjang, kalau kita berbicara berbulan-bulan atau tahun ke tahun, itu bukan sesuatu ada korelasinya dengan Covid. Saya benar-benar tak percaya kalau ada banyak orang yang berdiam di rumah dengan perasaan sehat tetapi tiba-tiba muncul gejala mirip Covid. Apalagi kalau pasiennya muda dan sehat. Mereka bisa mentolerir kadar oksigen rendah dalam waktu yang lebih lama,” tambah David.
Bagaimana melindungi diri dari happy hypoxia?
Satu-satunya cara mengatahui apakah Anda menderita happy hypoxia tanpa melalui perawatan medis adalah dengan melakukan pemantauan mandiri di rumah, kata Eric. Alat untuk melakukan ini adalah oksimeter denyut, yang dapat mengukur saturasi oksigen yang dibawa dalam sel darah merah seseorang. Caranya gampang, Anda cuma harus menempelkan alat itu ke ujung jari untuk membaca.
Meski tersedia untuk dibeli di apotek dan online, tetapi banyak ahli bilang kalau alat ini tak selalu cocok buat semua orang. Eric hanya merekomendasikan pemakaian untuk memantau kadar oksigen tubuh ketika berada di rumah. Lain cerita kalau seseorang telah mengidap virus corona dan kadar oksigen rendah sebelumnya. Apalagi kalau kondisi seseorang tersebut masih belum membaik.
Happy hypoxia terjadi dengan tiba-tiba dan tanpa diduga. Oleh karena itu, sulit untuk melakukan pencegahan terhadap kondisi seperti ini. Tapi, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan nurunin risiko terjadinya happy hipoksia, antara lain adalah pakai obat asma, melakukan latihan pernapasan secara rutin, menerapkan pola hidup sehat dengan berolahraga, makan makanan bergizi, minum air putih yang cukup, dan berhenti merokok.
Hindari juga naik ke ketinggian tertentu secara cepat, seperti naik tangga atau mendaki ke dataran yang lebih tinggi dengan terburu-buru. Hal ini untuk mencegah altitude sickness, yakni kondisi tubuh saat kesulitan menyesuaikan diri dengan tekanan oksigen rendah pada dataran tinggi.
Jika sudah melakukan hal tersebut namun masih timbul gejala yang sama, atau jika memiliki kondisi medis maupun penyakit yang bisa meningkatkan risiko terjadinya hypoxia, lakukan pemeriksaan secara rutin ke dokter.
Pada akhirnya, keberadaan happy hypoxia bukanlah alasan untuk percaya bahwa kesehatan seseorang bisa menurun dengan sendirinya tanpa tanda-tanda. Tetap waspada dan patuhin protokol kesehatan adalah sebuah keharusan, khawatir berlebihan yang harusnya dihindarkan. (sumber : Edu Juvano - Opini.ID)