PERGERAKAN arus masuk keluar - barang dan orang di wilayah Sulawesi Tenggara dalam beberapa bulan terakhir ini menunjukkan dinamika yang sangat tinggi, salah satunya di penyeberangan laut Amolengo (Konawe Selatan) - Labuan Bajo (Buton Utara) (dan sebaliknya) yang (hanya) dilayani satu armada Ferry.
Kondisi ini tentu terasa sangat minim dengan intensitas kendaraan dan orang begitu banyak. Apalagi kawasan ini merupakan lintas penghubung utama Sulawesi Tenggara daratan dan Sulawesi Tenggara kepulauan. Solusinya sederhana, Pemprov Sultra melalui Dinas Perhubungan saatnya mempertimbangkan penambahan Armada Ferry, tak ada alasan lain.
Alasan objektif penambahan armada ini, tentu didasari banyak hal. Beberapa diantarnya adalah terjadinya penumpukan kendaraan baik roda empat dan dua di kedua pelabuhan, sementara intesitas penyeberangan hanya 3-4 trip dalam sehari. Itu sebab, setiap hari ada saja truk-truk yang bermuatan logistik harus ‘menginap’ di kawasan pelabuhan. Bahkan dalam kondisi tertentu, seperti jelang libur panjang - masa ‘menginap’ bisa bertambah..
Itu soal truk, beda halnya dengan kendaraan pribadi warga. Teramat jarang pelintas merasakan kelancaran saat hendak menyeberang. Setidaknya harus antri beberapa jam lamanya, sebab Ferry sekali trip menampung maksimal 16 – 17 kendaraan roda empat saja + kendaraan roda dua yang dipaksakan menyisip di ruang-ruang kosong, yang menyisakan ketidaknyamanan orang di dalamnya.
Pembaca yang Budiman,
Butonmagz memilih soal ini sebagai sorotan utama (tajuk utama) di bulan ini, mengingat penyeberangan Amolengo-Labuan Bajo, telah dipercaya masyarakat Sulawesi Tenggara sebagai tempat strategis melintas dari Kendari, Konawe Raya, Bombana, Kolaka Raya menuju Pulau Buton dan sekitarnya, begitupun sebaliknya.
Penyeberangan ini harus mendapat perhatian prioritas, agar warga merasakan kenyamanan pelayanan transportasi. Bertumpuknya kendaraan dan antrean penyeberangan, menimbulkan banyak dampak, seperti praktik percaloan, dan itu seolah menjadi pemandangan lazim di sana. Belum termasuk ‘titipan’ para elite daerah ke petugas-petugas pelabuhan untuk mendapat prioritas penyeberangan. Warga yang kena getahnya. Antre dan antre, bahkan keributan.
Pemprov Sultra tak bisa menutup mata dan telinga pada soal ini, Amolengo-Labuan adalah kawasan paling transportasi strategis dan dianggap warga sebagai penyeberangan Ferry paling aman saat ini. Rute tempuh sekitar 45 menit saja, Di sana aktifitas perekonomian telah tumbuh dengan baik, bahkan warga seolah berekreasi ketika melintas di sana.
Sayangnya, soal klasik berupa minimnya armada menimbulkan dampak sosial. Tak hanya percaloan oleh oknum tertentu, premanisme pun seolah ikut tumbuh di sana. Lalu kapan warga bisa merasakan kenyamanan? Jawabnya sederhana. Tambah armada Ferry.
Salam hormat dari redaksi.