BUTONMAGZ---Berposisi sebagai Wakil Bupati Wakatobi – Sulawesi Tenggara, memiliki kedekatan sosial dengan banyak kalangan, cair dengan banyak orang; tentu menjadi modalitas politik seorang Ilmiati Daud, S.E., M.Si., menapak jalan menuju kursi Bupati Wakatobi periode 2021-2026. Namun modalitas itu, bukan segalanya.
Ilmiati menempatkan rasionalitas dan kerendahan hati, sebagai filter politik yang dijamahnya di masa depan. Ia lebih memilih menerima ‘pinangan’ eks kompetitornya di Pilkada sebelumnya – H. Haliana, S.E, - politisi muda yang dikenal banyak kalangan sebagai sosok sederhana, dan sangat dekat dengan rakyat Wakatobi. Mungkin di situ pilihan bijak Ilmiati, memangkas ego demi kepentingan Wakatobi secara universal.
Banyak cerita mengiring lahirnya pasangan ‘Hati’ - akronim cinta dari Haliana-Ilmiati kepada negeri sejuta pesona maritim itu.
Butonmagz, berkesempatan mewawancara Ilmiati Daud di kediaman orangtuanya di Kota Baubau di Sabtu sore, 15 Agustus 2020. Cerita tentang dirinya, tentang Haliana dan jalan bisu mengapa ia memilih ’dipinang’ Haliana. Sebuah pertapaan politik yang patut diketahui segenap warga dari Wangi-wangi, Kapota, Kaledupa, Tomia, Binongko hingga segenap pulau-pulau di gugus Tukang Besi itu. Berikut petikannya;
Mengapa tidak memilih menjadi Calon Bupati, ibu kan sudah wakil bupati?
Idealnya memang harus ‘naik kelas’. Tetapi di dunia politik, merasionalkan keadaan juga menjadi sangat penting. Bagi saya bertahan di posisi sebagai ‘wakil bupati’ adalah sebuah kehormatan besar bila ada seorang figur yang memang memiliki kompetensi, diterima rakyat banyak, dan peluangnya sangat besar memenangkan sebuah kontestasi. Namun yang paling penting dari semua itu, bahwa saya memilih tetap berposisi di ‘wakil’, itu demi kebaikan dan kehormatan rakyat Wakatobi di lima tahun mendatang. Pak Haji Haliana adalah jawaban semua itu.
Alat ukur apa yang Anda gunakan, hingga harus bersikap seperti itu?
Pak Haji Haliana itu figur yang responsif, ia memang pria sederhana tetapi pandai membaca situasi politik. Beliau menemui saya mengajak untuk ‘se-hati’. Tentu yang paling berat terungkap dari kami adalah, siapa 01 dan 02.
Bagaimanapun, Pak Haji Haliana mengetahui posisi saya saat ini, kendati sama-sama memimpin partai politik, (saat itu Haji Haliana masih memimpin PDIP Wakatobi) tetapi sudah menduduki posisi strategis di pemerintahan sebagai wakil bupati. Pak Haji Haliana sangat memahami itu, sehingga saya membuka pembicaraan. Kata saya, harus ada instrumen penguat untuk pilihan itu. Paling sederhana adalah hasil survey. Kami berdua sepakat.
Singkat cerita, Haji Haliana memiliki tingkat keterpilihan yang lebih tinggi dari pribadi saya, bahkan dengan segenap politisi lainnya. Namun pada waktu hampir bersamaan posisi Haji Haliana sebagai ketua PDIP Wakatobi berganti.
Mungkin ada keraguan dengan situasi pergantian itu, beliau kembali menemui saya dengan menceritakan keadaan politiknya. Saya menjawab singkat, apapun kondisinya saya harus konsisten menerima keadaan. Bahan kita sederhana, hasil survey. Begitu jalan bisunya, Pak Haji Haliana calon Bupati, saya siap dan sepenuh hati menjadi wakilnya.
Setelah itu, langkah strategis politiknya apa lagi yang Anda lakukan?
Kami berdua, juga teman-teman seperjuangan sangat menyadari, ketika kami menyatakan cinta se-Hati, maka ibarat menuju pernikahan baru dinyatakan sah, bila ada penghulu dan para saksi. Penghulu dan saksi itu adalah partai-partai politik. Maka loby kami lakukan, kami siapkan mahar berupa hasil survey. Itulah yang menjadi keyakinan sejumlah partai mengusung kami. Alhamdulillah kami mendapatkannya.
Langkah berikutnya adalah kerja-kerja politik, meyakinkan pemilih Wakatobi bila kami adalah pasangan kepemimpinan Wakatobi 2021-2026, yang akan bekerja sepenuh hati, hadir untuk semuanya, tak ada pembeda antara satu dengan yang lainnya, dan kami berdua adalah pelayan masyarakat Wakatobi.
Anda (seperti) begitu menyukai Haji Haliana, seperti apa sosok beliau?
Bukan soal suka atau tidak. Ini soal komitmen dan visi besar bersama memajukan warga Wakatobi. Pak Haji Haliana meyakinkan kepada saya akan komitmen itu. Beliau tidak menyebut komitmen, tetapi menggantinya dengan diksi kemuliaan. Kemuliaan bisa mengabdikan pikiran dan tindakan untuk kesejahteraan Wakatobi.
Beliau pun meyakinkan kepada saya, bahwa kepala daerah dan wakilnya itu seibarat dua kaki yang silih berganti melangkah. Pak Haji Haliana yang lebih duluan, saya kemudian menyusul. Bisa pula sebaliknya, tentu dalam koridor yang dibenarkan mekanisme pemerintahan.
Anda boleh kok bertemu dan mewancara langsung Pak Haji Haliana. Saya hanya bisa menggambarkan profil dan visi besar beliau kepada Anda saat ini. Tetapi intinya, beliau adalah pribadi yang bijak, tenang, dan mudah bergaul dengan siapa saja. Beliau pemimpin yang menjanjikan untuk masa depan Wakatobi. Saya tak meragukan itu.
Lalu, bagaimana situasi politik Wakatobi saat ini?
Saya belum mau menjawab itu berdasarkan subyektifitas pemikiran pribadi saya. Sebab semua figur-figur kepemimpinan di sana bekerja berdasarkan caranya masing-masing. Pak Haji Haliana dan saya hanya punya komitmen, bahwa yang memilih atau tidak memilih kami di Pilkada mendatang, semuanya adalah saudara saya.
Wakatobi harus dibangun dalam suasana kebersamaan, siapapun harus dirangkul bersama kendati berbeda pandangan. Autokritik itu juga sangat perlu, agar bisa memilah prioritas-prioritas pembangunan, agar memahami satu dengan yang lainnya, agar tak ada pembeda antara satu dengan yang lainnya.
**
BERDISKUSI dengan Ilmiati Daud terasa mengalahkan kecepatan waktu, sebab ia terbilang perempuan yang cepat beradaptasi dengan pemikiran-pemikiran tajam dan tepat sasaran. Benar, ia telah menjelma sebagai sosok politisi yang kuat, berbarengan dengan naluriah keibuan yang melekat padanya, bijak dan menyayangi. Pantas saja bila banyak orang yang dekat dengannya. Seperti seorang ibu yang selalu menyayangi anak-anaknya.
Sayangnya, ia harus ke Wakatobi secepatnya, menunaikan tugas yang menjadi bebannya, dan memberi penghormatan pada kibaran bendera di hari kemerdekaan, 17 Agustus 2020 bersama segenap masyarakat Wakatobi - Surga di Tenggara Kaki Pulau Sulawesi. (**)