KOLESE, sebuah kampung kecil berstatus kelurahan di utara Kota Baubau. Usianya belum berbilang puluhan tahun, sebab ia pemekaran kampung tua sebelumnya, Kelurahan Lowu-lowu. Kolese dan Lowu-lowu dua wilayah secara adat dan budaya tak bisa berpisah, hanya berjarak sedepah karena adminitrasi pemerintahan. Mereka punya cara unik mengikat dan memintal damai di hari yang fitri, Kasambu-sambu namanya.
[Catatan: Hamzah Palalloi]
------------------------
BUTONMAGZ--Kasambu-sambu dalam bahasa lokal di masyarakat Buton yang berdomisili di Kolese berarti suap menyuap makanan. Umumnya diperagakan tuan rumah kepada tetamu dengan aneka panganan terbaik yang dihidangkan dalam bentuk talang besar dan dihelat dalam pesta adat. Makna umumnya, saling memberi dan menerima dalam segala hal.
Terminologi Kasambu-sambu ini diungkap tetua adat di sana, yang juga seorang perwira TNI, Mayor Inf. La Ido kemudian diterjemah La Ode Aswad, pemuka masyarakat dan seorang pejabat Kota Baubau. ‘Duet’ La Ido dan La Ode Aswad dalam menyisir makna Kasambu-sambu yang digelar Selasa siang, 11 Juni 2019 pun menjadi cermin betapa akurnya warga Kolese, tanpa kasta dan pangkat. Anak-anak, remaja, dan orang dewasa berbaur satu. Semua bergembira di tanah lapang warga di sana.
Acara ini karena tak sekadar dihadiri warga lokal, namun merajut pula kemesraan dengan warga perantau Kolese. Rasa-rasanya Kasambu-sambu kurang bermakna bila perantau tak ikut merayakannya, dan itu telah berlangsung sejak lama, 22 tahun silam tepatnya sejak 12 November 1997, arti kata pesta ini telah berlangsung 22 kali atau dipestakan setahun sekali pascalebaran Idul Fitri.
Boleh dibilang, Kasambu-sambu adalah pesta halal-bilhalal khas warga Kolese dan Lowu-lowu, namun juga bermakna pemujaan rasa syukur kepada Sang Khalik. Sebab panganan yang dihidangkan adalah hasil pertanian, dan perikanan terbaik warga di sana untuk didoakan dan dinikmati bersama dengan penuh damai dan kegembiraan. Pemerintah Kota Baubau pun menyupport acara ini sebagai even tahunan pariwisata.
Kasambu-sambu memang tak semodern hal-bilhalal masyarakat perkotaan, sebab ia tak di helat di hotel-hotel atau gedung-gedung mewah. Ia hanya bergelar karpet dan tikar di tanah lapang, duduk bersimpu berhadap-hadapan dan terkadang berhias senyum simpul malu-malu. Namun ia telah menjadi perekat kemanusiaan yang utuh antar pribadi satu dengan yang lainnya, antara warga dengan pemerintahnya, antara warga lokal dengan kaum perantaunya.
Kasambu-sambu telah menjadi obat mujarab kerinduan yang utuh di tengah kemajuan teknologi yang kerap ungkapan ‘maaf-memaafkan’ melalui telepon seluler dan terkadang berbagi panganan di media sosial, sekadar foto-foto dan untaian kata berselimut simbol ‘emotion’. Pemerintah dan warga Kota Baubau tentu sangat berbangga memiliki tradisi budaya yang menyatukan, mendamaikan ini.
Kerap pula, Kasambu-sambu menjadi arena warga mendoakan negeri dan pemimpinnya, agar pembangunan terus berkelanjutan dan pemimpin-pemimpinnya sehat walafiat, mengayomi, dan jauh dari prilaku tak terpuji.
**
WALI KOTA Baubau Dr. H. AS. Tamrin, MH yang menghadiri langsung acara ini pun tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Beliau gembira karena menyaksikan langsung warganya begitu rukun dan damai. Karena itu ia menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi besarnya kepada segenap warga Kolese atas helatan Kasambu-sambu ini.
Apalagi Wali Kota di dampingi wakilnya La Ode Ahmad Monianse, sekda Kota Baubau- Dr. Roni Muhtar, M.Pd dan Ketua DPRD Baubau-H. Kamil Adi Karim, SP an segenap pimpinan OPD dan Forkopimda Baubau. Acara yang benar-benar menyatukan semua unsur dan berbaur satu dalam kesukariaan.
Wali Kota AS. Tamrin mengkristalisasi Kasambu-sambu sebagai wadah silaturrahim di tengah persaudaraan yang makin lama makin merenggang karena berpisah oleh waktu, karena merantau dan lama tak bertatap muka.
“saudara-saudaraku, jangan bonsai diri kita dalam kesukuan, jangan membelenggu diri dalam keterbatasan, jangan larut dan mengabaikan kebersamaan. Bila kita larut dalam fanatisme kedaerahan, membatasi diri dengan yang lainnya. Sebab sejak dulu kita telah bersama merawat kebersamaan, merawat keberagaman dari dulu dan selalu hidup berdampingan secara damai. Kasambu-sambu menjadi ajang yang menyatukan kita, dan kita adalah satu kesatuan sebagai masyarakat Kota baubau,” begitu pesan wali kota yang di-amin-kan warganya.
Wali Kota AS. Tamrin, salah satu kepala daerah di Indonesia yang begitu teguh dan tak bosan-bosannya menyampaikan pesan kepada warganya tentang budaya perdamaian. Ia banyak menyerap energi dan filosofi mayarakat Buton – Sara Pataanguna, yang diurainya dalam nilai moral yang disebutnya Po-5; saduran dari kata ‘pomaa-maasiaka’ (saling mengasihi), popia-piara (saling memelihara), pomae-maeaka (saling menghormati), poangka-angkataka (saling menjunjung tinggi kesederajatan) dan pobinci-bonciki kuli (tegang rasa dan toleransi).
Baginya, Po-5 bukan sesuatu metawacana yang hanya sekadar diperibincangkan dan diperdebatkan, namun mengimplementasikannya di tataran kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ia juga kerap mengajak warganya melakukan proses perenungan diri dengan bacaan-bacaan Kabanti (kitab dan pesan moral masyarakat Buton) yang memesona Ahlak dan pemikiran.
“Sebagai pimpinan daerah, saya tak hanya sekadar memikirkan dan bekerja untuk keberlanjutan pembangunan di daerah, terkadang di tengah malam pun melakukan perenungan dengan bacaa-bacaan ‘Kabanti’, sebagai proses introspeksi diri. Dari nilai-nilai Kabanti inilah tak terasa tetesan air mata, sebagai bentuk perenungan dalam hidup dan kehidupan ini,” kata wali kota.
**
Kasambu-sambu dan pesan moral Wali Kota telah menyatu utuh di hari Selasa - sepekan setelah Idul Fitri ini. Kasambu-sambu tak hanya mengajarkan adat budaya perdamaian, bersama rasa syukur hadir di sana. Namun ajakan perenungan tentang kehidupan pun dibahanakan, agar warga Kota Baubau secara umum selalui hidup dalam suasana saling memanusiakan, damai dan mendamaikan semua orang, dan menjadikan Kota Baubau sebagai kota yang layak huni bagi masyarakatnya.**