Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Kilas sejarah hadirnya etnis Tionghoa di Sulawesi Tenggara

Kawasan Pecinan Kendari yang kini telah tergusur

BUTONMAGZ- 5 Pebruari 2019 hari ini bertepatan dengan Tahun Baru Imlek, Gong Xi Fa Cai – semoga damai sepanjang tahun. Etnik Tionghoa telah berabad-abad silam berimigrasi ke wilayah Nusantara, bahkan dalam beberapa literatur menyebutkan telah menetap di Sumatera sejak abad IV masehi, mereka adalah komunitas pedagang yang berasal dari Cina bagian selatan.

Pada abad ke-14 dan 15 mereka terlibat dalam aktifitas maritim yang cukup besar, pada abad ke-17 penduduk Cina di Siam bertumbuh pesat dan berasimilasi cukup baik dengan warga pribumi sampai-sampai mereka kehilangan penguasaan bahasanya sendiri. Namun arus utama migrasi orang-orang Cina ke Asia Tenggara lebih dari se-abad yang lalu.

Bagaimana halnya dengan sejarah masuknya orang-orang Tionghoa ke Sulawesi Tenggara? Di Buton (khususnya di Kota Baubau) terdapat catatan historis pada perjanjian Asyikin Brugman pada 8 April 1906, disebutkan pada pasal  22  ayat  2,  “Keberadaan  orang-orang  Cina  (Tionghoa) yang  tinggal  di  Buton  telah menjadi  besar  karena  Guvernemen  Belanda  yang  karena  itu  bila  mereka diminta bantuan perlu diberikan seperti juga  membantu   Guvermen   Belanda”  (Zahari  1977c:  94).

Mereka  datang  untuk  memperebutkan  peluang  ekonomi  hingga  akhirnya  tinggal  permanen berdekatan dengan permukiman Belanda (Rabani 2010: 76-78).

Sementara Basrin Melamba, M.A melalui bukunya ‘Tolaki Sejarah, Identitas dan Kebudayaan’ menyebutkan pertamakali orang Cina muncul di Kendari menjelang kedatangan Belanda pada tahun 1906. Mereka adalah 3 bersaudara Hom Po Seng, Hom Po Siu dan Hom Po Kong. Selanjutnya semakin banyak migrasi orang Cina ke Kendari, pertamakali mereka menetap didaerah Lasolo, Wanggudu Konawe Utara sekitar tahun 1920.

Ji  Man Heng bersama saudaranya berasal dari daerah Kanton biasa dipanggil Amana menjabat sebagai Kapitan Cina di Lasolo yang biasa mengurus masalah-masalah kepentingan orang Cina disana. Mereka juga melakukan perdagangan rotan dan pengolahan kulit kerbau. Salah satu rombongan Ji ada Si Weng anaknya  Lo Leang menikah dengan wanita setempat bersuku Tolaki bernama Wenggomai.

Keturunan Ji Man Heng hingga sekarang bertempat tinggal di kota lama Kendari menekuni bisnis kerajinan emas dan perak. Selanjutnya beberapa pengusaha Cina menyusul ke Lasolo diantaranya Yo bersaudara yaitu Yo tiauw Chan yang dikenal dengan nama Nam Ho dan Yo Tiauw Kui mereka juga berdagang rotan. Sayangnya kawasan ‘pecinaan’ Kendari tergusur dengan hadirnya pembanguna ‘jembatan bahteramas’ seak 2016 lalu.

Dari situs cendananews, diperoleh informasi bawa ada keluarga Nio masuk ke Wanggudu yaitu Nio Sion Cae dan Nio Siong Ki, saat ini keturunannya juga masih menempati bangunan yang ditinggali turun temurun di kota lama pemilik toko Pariama. Adalagi Liu Pan Ciang yang menetap di Tinobu bernama Li Ling Hiu, di Lembo ada Wing Gui, di Lemo Bajo ada Ji Ang Geo.

Pada tahun 1930-an menyusul Cow Ciu Yet ke Konawe Utara melakukan usaha perdagangan emas keturunannya Ko Toi, Fin Dui, A Cui, Meri Cow mereka juga turun temurun tinggal di kota lama Kendari. Seterusnya ada Lo Ci Pa menyusul Li Siong Ko, Ham A Tek, Wong A Yau serta Li Ping Siong.

Migran dari Makassar
Beberapa catatan menyebutkan hadirnya etnis Tionghoa di Sulawesi Tenggara adalah sebaran migrasi dari Makassar. Namun begitu tidak ada keterangan pasti kapan orang Tionghoa mendarat di tanah Makassar, tapi sebuah literatur menyatakan kalau orang Tionghoa sudah menjejakkan kaki di Makassar pada masa abad ke 15 atau pada pemerintahan Dinasti Tang. Ketika itu kerajaan Gowa sedang berada dalam masa kejayaannya dan menjadi sebuah pusat maritim yang ramai di Nusantara.

Namun jejak historis lainnya berupa teks pada nisan di pekuburan Tionghoa di Makassar (sekarang kawasan pasar sentral) menyebutkan kalau orang Tionghoa sudah datang ke Makassar sejak abad ke 14.

Ada 3 rumpun Tionghoa yang datang ke Makassar, rumpun Hokkian, Hakka dan Kanton. Ketiga rumpun ini punya bahasa yang berbeda dan tidak saling mengerti satu sama lain. Orang Hokkian dipercaya sebagai rumpun Tionghoa pertama yang datang ke Makassar. Mereka datang secara besar-besaran hingga pada abad ke-19.

Selain Hokkian, rumpun Hakka (kek) juga adalah rumpun terbesar yang datang ke Makassar. Mereka rata-rata datang karena faktor ekonomi, di tanah Tiongkok mereka termasuk rumpun orang-orang Tionghoa yang melarat. Sebagian besar berasal dari propinsi Kwang Tung.

Orang-orang Kanton (Kwan Foe) datang belakangan sekitar abad ke-19, hampir bersamaan dengan orang Hakka. Selain ketiga rumpun itu masih ada beberapa rumpun bangsa Tionghoa lainnya yang datang ke Makassar yang berasal dari propinsi seperti Hainan atau propinsi lainnya. Tapi jumlah mereka relatif lebih kecil. (dari berbagai sumber)

Baca juga : Pecinan Baubau, Kawasan Tua yang Tergeser Modernitas


  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...