Dae Buton, 'jagoan’ mural di Indonesia.Bangga kan? |
BUTONMAGZ---Siapa dia sebenarnya? Belum ada data khusus dari seniman ini, tetapi dalam kesehariannya lebih dikenal dengan nama Dae Buton. Ada yang mengenalnya dengan nama Syahruddin Ramadhan. Itu yang terekam dalam banyak akun media sosialnya. Tetapi tahukah Anda bila anak muda asal Kota Baubau dikenal sebagai ‘jagoan’ mural di Indonesia. Namanya begitu populer di Jakarta, ia adalah seniman jebolan Institut Kesenian Jakarta.
Mural adalah adalah seni menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok atau media luas lainnya yang bersifat permanen. Kini seni ini telah mendapat tempat tersendiri di wilayah-wilayah perkotaan.
Dalam kesehariannya pemuda Dae Buton dikenal sebagai ketua komunitas Visualworkerindonesia. Karya-karnyanya telah menasional di dinding-dinding ibukota. Ia terbilang seniman ‘ultra nasionalis’ dengan banyak menggambar khazanah khas budaya Indonesia.
Baginya, kekayaan budaya Tanah Air harus dijaga agat tidak tergerus budaya asing. Melalui bentuk visual, terutama mural, komunitas visualworkerindonesia berupaya melestarikan budaya Tanah Air dengan menampilkan visual pada sejumlah dinding.
Dinding tidak sekadar pembatas ruang dalam dan ruang luar. Bagi visualworkerindonesia, dinding merupaan media penyampai pesan. Melalui dinding, gambar-gambar sebagai karya seni bisa ditorehkan. Mural ini dinikmati secara sengaja maupun tidak oleh orang-orang yang lalu lalang di sepanjang dinding.
Melalui dinding juga, mereka ingin mengingatkan kekayaan yang dimiliki negeri ini. Budaya dalam negeri yang makin tergerus arus global perlu ditampilkan dalam ruang publik supaya ideologi bangsa tidak luntur.
“Kita ada kesadaran supaya visual Indonesia tidak hilang,” ujar Dae Buton, ketua komunitas Visualworkerindonesia tentang style gambar yang mengangkat budaya Tanah Air ketika ditemui di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, kepada media di Jakarta beberapa waktu lalu. Pasalnya saat ini, bentuk-bentuk visual lebih banyak mengadopsi visual yang berasal dari luar, seperti bentuk tengkorak-tengkorak.
Dae memahami bahwa dia berhadapan dengan generasi muda yang muda mengadopsi segala hal dari luar. Untuk itu, dia menampilkan visual yang bertema budaya dalam goresan pop art yang penuh keceriaan. Bagi dia, style gambar tersebut mampu mewakili selera anak muda. “Enggak menghilangkan nilai budaya, karena perubahan hanya di warna tapi bentuknya tetap sama,” ujar dia.
Obyek lukisan biasanya berupa rumah adat maupun pakaian adat. Mereka pernah membuat mural dalam bidang seluas 10 x 10 meter.
Melalui dinding juga, mereka ingin mengingatkan kekayaan yang dimiliki negeri ini. Budaya dalam negeri yang makin tergerus arus global perlu ditampilkan dalam ruang publik supaya ideologi bangsa tidak luntur.
“Kita ada kesadaran supaya visual Indonesia tidak hilang,” ujar Dae Buton, ketua komunitas Visualworkerindonesia tentang style gambar yang mengangkat budaya Tanah Air ketika ditemui di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, kepada media di Jakarta beberapa waktu lalu. Pasalnya saat ini, bentuk-bentuk visual lebih banyak mengadopsi visual yang berasal dari luar, seperti bentuk tengkorak-tengkorak.
Dae memahami bahwa dia berhadapan dengan generasi muda yang muda mengadopsi segala hal dari luar. Untuk itu, dia menampilkan visual yang bertema budaya dalam goresan pop art yang penuh keceriaan. Bagi dia, style gambar tersebut mampu mewakili selera anak muda. “Enggak menghilangkan nilai budaya, karena perubahan hanya di warna tapi bentuknya tetap sama,” ujar dia.
Obyek lukisan biasanya berupa rumah adat maupun pakaian adat. Mereka pernah membuat mural dalam bidang seluas 10 x 10 meter.
![]() |
Benyamin Sueb, karya Dae Buton |
Dae memendam keinginan untuk membuat mural di kantor-kantor pemerintahan maupun tempat-tempat strategis, seperti jalan protokol yang menjadi lalu lalang orang. “Kalau temanya Nusantara, orang kan jadi diingatkan kembali,” ujar laki-laki lulusan Institut Kesenian Jakarta, Jurusan Seni Murni, Program Studi Seni Lukis.
Sebagai seorang seniman, ia cukup bangga karena masyarakat mulai memberikan perhatian terhadap seni meskipun masih di kota besar Terlihat, dengan makin banyaknya permintaan pembuatan mural di ruang publik maupun rumah pribadi.
Umumnya, mereka lebih memilih mural dalam bentuk gambar dibandingkan tulisan. Karena, gambar dianggap lebih menarik ketimbang tulisan yang membutuhkan waktu sejenak untuk mencerna maknanya.
Melalui Visualworkerindonesia, dia berupaya memberikan wadah untuk anak mudah yang memiliki latar belakang seni di bidang lukis untuk bergabung bersamanya komunitasnya. Dia tidak menampik bahwa terkait penghasilan, seniman kerap dianggap sebelah mata.
“Buat saya, segala hal yang dikerjakan dengan hati semua sudah ada yang mengatur,” ujar dia, sembari menyebut komunitas Visualworkerindonesia berdiri pada 2011.
Dae Buton pernah membuat karya seni di dinding mural yang ada di Taman Pandang Istana berhasil diperbarui dengan desain mural terbaru. Namanya terpilih dari 70 aplikasi serta lebih dari 30 desain yang masuk ke tim penyelenggara sejak 6 September sampai 6 Oktober 2017 lalu. Mereka berasal dari Palangkaraya, Medan, Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung.
Dae Buton adalah seorang seniman mural serta desainer grafis yang juga aktif sebagai pengajar seni di beberapa galeri. Desainnya yang berjudul 'A Country of a Thousand Faces' itu menampilkan keberagaman suku yang ada di Indonesia, dengan visual dari Nias, Sunda, Jawa, Dayak, Rote, dan Asmat.
"Indonesia adalah rumah bagi semua etnis, baik suku asli maupun kaum pendatang. Semuanya adalah bagian dari kita semua. Jadi sudah selayaknya kita mensyukuri keberagaman dengan persatuan sebagai sumber kekuatan," kata Dae Buton, dalam keterangan pers beberapa waktu lalu (ref)
0 Komentar