![]() |
Dr. Abd. Rahman Hamid (berkopiah khas Mandar) |
Rahman Hamid demikian biasa ia disapa, tubuhnya tak terlalu tinggi, gaya bicaranya datar tetapi maknanya mudah dicerna lawan bicaranya. Dari dialeknya, Rahman gampang ditebak jika ia memang ‘orang timur’. Ia seorang yang dikenal rajin dalam beberapa penulisan ‘sejarah daerah’ beberapa tempat di Kawasan Timur Indonesia, seperti Buton, Sulawesi Selatan dan Maluku.
Rahman Hamid lebih banyak dikenal di Sulawesi Selatan, sebab sedari kuliah S1 diselesaikannya di Fakultas Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Makassar (dulu, IKIP); begitu pula magisternya diselesaikan di Unhas. Begitupun aktivitasnya sebagai koordinator Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial RI di Sulawesi Selatan. Belum lagi buku-buku yang terlahir ditangannya banyak menyoal tentang sejarah Sulawesi-Selatan.
Tetapi tahukah Anda jika Rahman Hamid seorang ‘Buton tulen’ yang terlahir di rantau – tepatnya di Seram Bagian Barat, 8 Oktober 1982 silam. Kedua orang tuanya adalah diaspora Buton di Maluku, demikian pula kedua mertuanya adalah Buton tulen.
Namun Rahman hanya menikmati ‘kebutonannya’ ketika ia tercatat sebagai siswa SMK Negeri 2 Baubau (STM Baubau) di tahun 1999-2000. Demikian pula, ketika ia mengabdi sebagai dosen luar biasa Universitas Muhammadiyah Buton beberapa waktu silam.
“Buton tetap Tanah tumpah darah saya, tetap punya kenangan indah sebagai negeri yang punya sejarah dan budaya peradaban yang tinggi itu. beberapa kali ke sana sebagai pembicara di beberapa kegiatan,” katanya kepada Butonmagz, Selasa ini – 22 Januari 2019.
Namun pekan-pekan terakhir ini – Rahman Hamid menjadi seorang ‘Mandar tulen’ berkopiah khas Bugis dan Mandar – berikat sarung ‘Sabbe Mandar’ dan otaknya pun diputar untuk memikirkan Mandar, budaya dan masa depannya. Ya, itu terjadi di Balairung Universitas Indonesia – Depok, Jawa Barat, tatkala ia didaulat menjadi seorang yang bergelar sosial ‘yang amat terpelajar’ – gelar akademik seorang yang baru saja dikukuhkan sebagai seorang doktor - 18 Januari 2019 lalu.
Abdul Rahman Hamid dikukuhkan sebagai ‘Doktor Mandar’ setelah secara sangat memuaskan menuntaskan disertasinya berjudul “Jaringan Maritim Mandar : Studi tentang Pelabuhan ‘Kembar’ Pambauang dan Majene di selat Makassar 1900 – 1980”. Ia di bawah bimbingan Prof. Dr. Susanto Zuhdi selaku promotor – seorang ilmuwan yang tak lazim lagi di Buton. Juga Dr. Yuda Benharry Tangkilisan selaku ko-promotor.
Rahman Hamid lebih banyak dikenal di Sulawesi Selatan, sebab sedari kuliah S1 diselesaikannya di Fakultas Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Makassar (dulu, IKIP); begitu pula magisternya diselesaikan di Unhas. Begitupun aktivitasnya sebagai koordinator Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial RI di Sulawesi Selatan. Belum lagi buku-buku yang terlahir ditangannya banyak menyoal tentang sejarah Sulawesi-Selatan.
Tetapi tahukah Anda jika Rahman Hamid seorang ‘Buton tulen’ yang terlahir di rantau – tepatnya di Seram Bagian Barat, 8 Oktober 1982 silam. Kedua orang tuanya adalah diaspora Buton di Maluku, demikian pula kedua mertuanya adalah Buton tulen.
Namun Rahman hanya menikmati ‘kebutonannya’ ketika ia tercatat sebagai siswa SMK Negeri 2 Baubau (STM Baubau) di tahun 1999-2000. Demikian pula, ketika ia mengabdi sebagai dosen luar biasa Universitas Muhammadiyah Buton beberapa waktu silam.
“Buton tetap Tanah tumpah darah saya, tetap punya kenangan indah sebagai negeri yang punya sejarah dan budaya peradaban yang tinggi itu. beberapa kali ke sana sebagai pembicara di beberapa kegiatan,” katanya kepada Butonmagz, Selasa ini – 22 Januari 2019.
Namun pekan-pekan terakhir ini – Rahman Hamid menjadi seorang ‘Mandar tulen’ berkopiah khas Bugis dan Mandar – berikat sarung ‘Sabbe Mandar’ dan otaknya pun diputar untuk memikirkan Mandar, budaya dan masa depannya. Ya, itu terjadi di Balairung Universitas Indonesia – Depok, Jawa Barat, tatkala ia didaulat menjadi seorang yang bergelar sosial ‘yang amat terpelajar’ – gelar akademik seorang yang baru saja dikukuhkan sebagai seorang doktor - 18 Januari 2019 lalu.
Abdul Rahman Hamid dikukuhkan sebagai ‘Doktor Mandar’ setelah secara sangat memuaskan menuntaskan disertasinya berjudul “Jaringan Maritim Mandar : Studi tentang Pelabuhan ‘Kembar’ Pambauang dan Majene di selat Makassar 1900 – 1980”. Ia di bawah bimbingan Prof. Dr. Susanto Zuhdi selaku promotor – seorang ilmuwan yang tak lazim lagi di Buton. Juga Dr. Yuda Benharry Tangkilisan selaku ko-promotor.
Dari Indeks Prestasi yang diperolehnya 3,92 sejatinya Rahman Hamid lulus dengan predikat cumlaude, namun masa studinya yang ditempuh lima tahun lebih membuatnya hanya berpredikat ‘sangat memuaskan’. Rahman memang pembelajar yang tak pantang menyerah, mensiasati waktu, dana, dan pengorbanan keluarganya di Seram Barat. Tetapi sekarang tuntas sudah.
“Sekarang waktunya mengabdi kepada masyarakat, ini studi sejati seorang pembelajar,” katanya dengan nada merendah.
Rahman dalam kiprah sejarah Indonesia, bolehlah disebut doktor ilmu sejarah baru – tetapi catatan-catatan tangannya tak bisa lagi disebut sebagai seorang yunior.
Teringat kehidupan Rahman sebagai ‘mahasiswa’ di Depok – menikmati pondok tua di bilangan Gang Firdaus – Kukusan, Beji Depok. Tempat yang melukiskan banyak kisah dalam hidup seorang Dr. Abd. Rahman Hamid. Sosok yang wajahnya dimirip-miripkan dengan Idrus Marham – mantan Menteri Sosial RI asal Sulsel itu. Selamat! (ref)