SETELAH menampilkan sosok Nurdin Manggu, La Ode Saidi, dan La Ode Makmuni sebagai penjabat Wali kota administratif Bau-Bau dari yang pertama hingga ketiga, selanjutnya Butonmagz menyarikan kisah hidup Drs. H. Baiduri Mokhram – sang wali kotif yang kempat. Berikut ini;
Salah satu hal membanggakan bagi pemerintahan Wali Kotif Baiduri Mokram adalah diperolehnya piala Adipura bagi Kota Bau-Bau sebagai kota bersih untuk kategori kota kecil dari Departemen Lingkungan Hidup RI, yang saat itu dijabat Menteri Sarwono Kusumaatmaja. Trophy Adipura ini diraihnya dua tahun berturut-turut, tahun 1996 dan 1997, masa-masa yang merupakan puncak pemerintahan Presiden Soeharto
BAIDURI adalah pejabat Wali Kota Administratif keempat dalam sejarah perjalanan Bau-Bau. Menjabat kurun waktu 5 (lima) tahun dalam pusaran pemerintahan Bupati Buton, Kolonel Saidoe. Baiduri asli kelahiran kota ini pada 16 April 1942, masa ketika Indonesia mulai diduduki militer Jepang setelah peristiwa 8 Desember 1941 yang dikenal sebagai pengeboman Pearl Harbour (Amerika) oleh angkatan udara Jepang yang menandai penguasaannya di Timur Asia, termasuk Indonesia.
Kendati terlahir di Bau-Bau, tetapi masa kecilnya dihabiskan di Ereke, wilayah yang kini menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi utara Pulau Buton. Di sanalah Baiduri kecil menamatkan pendidikan Sekolah Rendah-nya (SR) dari tahun 1949-1955. Lalu kemudian ke Bau-Bau melanjutkan pendidikan SMP-nya dari tahun 1955-1958.
Sejak kanak-kanak jiwa berpetualang telah tumbuh dalam diri birokrat-politisi ini. Paling tidak usai tamat SMP ia menuju Kota Makassar melanjutkan pendidikannya dan tamat di SMA Negeri 3 Ujung Pandang di tahun 1961. Di masa itu, Kota Ujung Pandang lagi ‘booming’ lagu Anging Mamiri artinya “angin bertiup” adalah salah satu lagu asli daerah Makassar ciptaan Borra Daeng Ngirate. Lagu ini ini sangat disukai oleh Presiden Republik Indonesia, Ir.Soekarno ketika berkunjung ke Makassar pada tanggal 5 Januari 1962.
Tamat di Makassar, Baiduri Mokhram kemudian mengikuti Kursus Dinas bagian C (KDC) kurun waktu setahun di tahun 1962-1963. Di sini, di 1 Juli 1963 Baiduri telah diangkat menjadi PNS dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Buton dengan status PNS di perbantukan. Sebelum menjalani pendidikan ikatan Dinas Kementerian Dalam Negeri melalui Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Makassar di tahun 1965-1968, Baiduri sempat dipercaya sebagai “Wakil Camat Wolio” dari tahun 1964-1965, jabatan yang membuatnya banyak mengenyam pengalaman kepamong-prajaan.
Baca Juga : Wali Kotif Baubau pertama, Nurdin Manggu
Di bulan Agustus 1968 hingga Desember 1970, karir Baiduri terus menanjak dengan ditunjuk sebagai Kabag Urusan DPRD, lalu bergeser menjadi Kabag Politik di Pemkab Buton tahun 1970-1971. Sempat di geser ke kawasan kepulauan Tukang Besi, tepatnya menjadi Wakil Camat di Wangi-wangi selama dua tahun (1971-1973) dan kemudian menjadi camat di sana dalam waktu yang cukup lama, 5 tahun. (1973-1978).
Lima tahun melanglang buasan di wilayah yang kini menjadi ibukota Kabupaten Wakatobi itu, Baiduri Mokhram kembali ditarik ke Baubau, ia menjabat sebagai Kabag Hukum di Pemkab Buton yang dijabatnya sejak Januari 1978 hingga September 1979, sebelum ‘terbang’ ke Jakarta mengikuti pendidikan kesarjanaannya di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta yang dijalaninya kurun waktu 1979-1982.
Mendapat gelar ‘doktorandus’ tentu harapan masa depan karir cemerlang membentang di depannya. Sepulangnya dari Jakarta ia kemudian diangkat menjadi Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Dati II Buton dari April 1982-April 1984. Ia kemudian “ditarik” ke sekretariat daerah menjabat sebagai Kabag Keuangan (Mei 1982-Agustus 1986). Seterusnya di kirim menjadi Camat Poleang di Boepinang yang dijalaninya dari Agustus 1986 hingga April 1989.
Dari Boepinang, Bupati Buton saat itu Kol. Inf. Abd. Hakim Lubis kembali menarik Baiduri di bulan April 1989 dan menempatkannya sebagai Kabag Pembangunan Kabuoaten Buton. Jabatan ini dijalani hingga bulan Mei 1993.
Salah satu hal membanggakan bagi pemerintahan Wali Kotif Baiduri Mokram adalah diperolehnya piala Adipura bagi Kota Bau-Bau sebagai kota bersih untuk kategori kota kecil dari Departemen Lingkungan Hidup RI, yang saat itu dijabat Menteri Sarwono Kusumaatmaja. Trophy Adipura ini diraihnya dua tahun berturut-turut, tahun 1996 dan 1997, masa-masa yang merupakan puncak pemerintahan Presiden Soeharto
BAIDURI adalah pejabat Wali Kota Administratif keempat dalam sejarah perjalanan Bau-Bau. Menjabat kurun waktu 5 (lima) tahun dalam pusaran pemerintahan Bupati Buton, Kolonel Saidoe. Baiduri asli kelahiran kota ini pada 16 April 1942, masa ketika Indonesia mulai diduduki militer Jepang setelah peristiwa 8 Desember 1941 yang dikenal sebagai pengeboman Pearl Harbour (Amerika) oleh angkatan udara Jepang yang menandai penguasaannya di Timur Asia, termasuk Indonesia.
Kendati terlahir di Bau-Bau, tetapi masa kecilnya dihabiskan di Ereke, wilayah yang kini menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi utara Pulau Buton. Di sanalah Baiduri kecil menamatkan pendidikan Sekolah Rendah-nya (SR) dari tahun 1949-1955. Lalu kemudian ke Bau-Bau melanjutkan pendidikan SMP-nya dari tahun 1955-1958.
Sejak kanak-kanak jiwa berpetualang telah tumbuh dalam diri birokrat-politisi ini. Paling tidak usai tamat SMP ia menuju Kota Makassar melanjutkan pendidikannya dan tamat di SMA Negeri 3 Ujung Pandang di tahun 1961. Di masa itu, Kota Ujung Pandang lagi ‘booming’ lagu Anging Mamiri artinya “angin bertiup” adalah salah satu lagu asli daerah Makassar ciptaan Borra Daeng Ngirate. Lagu ini ini sangat disukai oleh Presiden Republik Indonesia, Ir.Soekarno ketika berkunjung ke Makassar pada tanggal 5 Januari 1962.
Tamat di Makassar, Baiduri Mokhram kemudian mengikuti Kursus Dinas bagian C (KDC) kurun waktu setahun di tahun 1962-1963. Di sini, di 1 Juli 1963 Baiduri telah diangkat menjadi PNS dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Buton dengan status PNS di perbantukan. Sebelum menjalani pendidikan ikatan Dinas Kementerian Dalam Negeri melalui Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Makassar di tahun 1965-1968, Baiduri sempat dipercaya sebagai “Wakil Camat Wolio” dari tahun 1964-1965, jabatan yang membuatnya banyak mengenyam pengalaman kepamong-prajaan.
Baca Juga : Wali Kotif Baubau pertama, Nurdin Manggu
Di bulan Agustus 1968 hingga Desember 1970, karir Baiduri terus menanjak dengan ditunjuk sebagai Kabag Urusan DPRD, lalu bergeser menjadi Kabag Politik di Pemkab Buton tahun 1970-1971. Sempat di geser ke kawasan kepulauan Tukang Besi, tepatnya menjadi Wakil Camat di Wangi-wangi selama dua tahun (1971-1973) dan kemudian menjadi camat di sana dalam waktu yang cukup lama, 5 tahun. (1973-1978).
Lima tahun melanglang buasan di wilayah yang kini menjadi ibukota Kabupaten Wakatobi itu, Baiduri Mokhram kembali ditarik ke Baubau, ia menjabat sebagai Kabag Hukum di Pemkab Buton yang dijabatnya sejak Januari 1978 hingga September 1979, sebelum ‘terbang’ ke Jakarta mengikuti pendidikan kesarjanaannya di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta yang dijalaninya kurun waktu 1979-1982.
Mendapat gelar ‘doktorandus’ tentu harapan masa depan karir cemerlang membentang di depannya. Sepulangnya dari Jakarta ia kemudian diangkat menjadi Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Dati II Buton dari April 1982-April 1984. Ia kemudian “ditarik” ke sekretariat daerah menjabat sebagai Kabag Keuangan (Mei 1982-Agustus 1986). Seterusnya di kirim menjadi Camat Poleang di Boepinang yang dijalaninya dari Agustus 1986 hingga April 1989.
Dari Boepinang, Bupati Buton saat itu Kol. Inf. Abd. Hakim Lubis kembali menarik Baiduri di bulan April 1989 dan menempatkannya sebagai Kabag Pembangunan Kabuoaten Buton. Jabatan ini dijalani hingga bulan Mei 1993.
Di masa itu tepatnya di tahun 1991, terjadi transisi kepemimpinan Bupati Buton dari Hakim Lubis ke Kolonel Saidoe, membuat nama Baiduri Muchram berkibar sebagai salah satu pejabat yang terpercaya di pemkab Buton. Itu sebab Bupati Saidoe di periode pertama pemerintahannya pun melantik Baiduri Mokhram sebagai Wali Kota Administratif Bau-Bau yang dijalaninya selama 5 tahun. Tepatnya dari Mei 1993 hingga Mei 1998, jabatan ini merupakan titik puncak karir perjalanan birokrasinya sebelum pensiun di tahun 1998, masa-masa di mana bangsa Indonesia melalui babak baru. Orde Reformasi.
Adipura di masa Orde Baru
Salah satu hal membanggakan bagi pemerintahan Wali Kotif Baiduri Mokram adalah diperolehnya piala Adipura bagi Kota Bau-Bau sebagai kota bersih untuk kategori kota kecil dari Departemen Lingkungan Hidup RI, yang saat itu dijabat Menteri Sarwono Kusumaatmaja. Trophy Adipura ini diraihnya dua tahun berturut-turut, tahun 1996 dan 1997 diserahkan langsung oleh Presiden Soeharto di Istana Negara..
Sebagai upaya mengenang prestasi di zaman orde baru in, pemerintah kabupaten Buton yang dipimpin Bupati Buton - Kol. Saidoe mengabadikannya dalam bentuk tugu Adipura Raksasa yang dibangun di depan Rumah jabatan Bupati Buton di Bau-Bau, berdampingan dengan lapangan Merdeka.
Gagasan dunia pendidikan saat itu juga mulai berkembang, khususnya kehadiran orghanisasi kemuhammadiyaan di kota ini. Baiduri banyak berpikir agar organisasi ini berpartisipasi membangun dunia pendidikan. Seperti terekam dalam petikan tulisan1 berikut ini;
“Suatu ketika pada tahun 1996 Walikota Adm Bau-Bau “Drs. H. Baiduri Mochram” memanggil Angkatan Muda Muhammadiyah untuk berdiskusi tentang peran Muhammadiyah dibidang pendidikan. Diakhir diskusi beliau menyampaikan maksudnya untuk menghibakan sebidang tanah dan sebuah gedung yang ada di dalamnya kepada Muhammadiyah Buton untuk selanjutnya diamalkan untuk kegiatan pendidikan Agama.
Baca juga : Wali Kotif Baubau Kedua, La Ode Saidi
Beliau mengatakan bahwa : ” Niat untuk mengwakafkan tanah ini sudah pula disampaikan kepada Ketua PDM Buton (Abdul Gani Ali) tetapi Abdul Gani Ali menyarankan agar sebaiknya wakaf itu diserahkan langsung kepada Angkatan Muda Muhammadiyah karena mereka yang akan merawat dan melakasanakan amanah wakaf ini, sementara kita sudah sepuh tinggal mengarahkan saja mereka” demikian ungkapan beliau pada malam itu bertempat di Rumah Jabatan Walikota Bau-Bau.
Serah terima dilaksanakan langsung oleh Drs. H. Baiduri Mochram kepada Subair (Sekretaris PDM Buton), Drs. La Rahimu (Unsur Ketua Pemuda Muhammadiyah Buton) dan Drs. Yusuf S. (Ketua IMM Buton). Selanjutnya dokumen serah-terima berupa akte hibah dan gambar tanah akan diurus oleh Ketua Majelis Dikdasmen PDM Buton (Abdul Rahman MT, BA) dan sampai saat ini dokumen itu masih di tangan beliau. Di atas tanah itu kemudian dikembangkan sebuah lembaga pendidikan agama “MIS Jabal Nur” dengan pertimbangan bahwa masih banyak penduduk usia 7-12 tahun di daerah itu yang tidak dapat bersekolah karena sekolah yang ada sangat jauh.
Ruang Belajar MIS Jabal Nur Muhammadiyah
MIS Jabal Nur berada di Kampung Pajalele sebuah kampung yang diapit oleh dua daerah lokasi transimigrasi, di kampung sebelah kanan teransimigarasi dari Bali di sana ada Kuil dan Pura, dan di kampung sebelah kiri transimigarasi dari Sualawesi Selatan (Toraja) disana ada tiga buah Gereja. Ada hal yang patut dicontoh dalam kehidupan masyarakat di wilayah ini yaitu adanya kehidupan bersama yang saling menghormati dan saling menghargai walaupun mereka berbeda agama.
**
Usai memasuki masa pensiun sebagai aparatur, perjalanan Baiduri Mokrham tidak terhenti sampai di situ, ia menjelajah duni politik seiring masuknya orde reformasi. Ia bergabung di partai besutan Megawati Soekarnoputri, PDI Perjuangan (PDIP). Baiduri di Pemilu 1999 terpilih menjadi Anggota DPRD Sulawesi Tenggara periode 1999-2004 dan dipercaya menduduki salah satu unsur pimpinan sebagai wakil ketua DPRD.
Baiduri Mokhram seangkatan dengan H. Hino Biohanis (Golkar) yang menjadi Ketua DPRD, H. Andrey Jufri SH (PAN), posisi wakil ketua, dan S. Madijanto, B.Sc (TNI-Polri/Angkatan Laut) yang duduk juga sebagai wakil ketua.
Di Pemilu 1994, Baiduri Mukhram memutuskan kembali di kampung halamannya. Ia kemudian terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Buton periode tahun 2004-2009, dan juga dipercaya duduk sebagai Wakil ketua DPRD Buton, yang berasal dari PDI-Perjuangan. ** (ref)
Baca juga : Wali Kotif Baubau ketiga, La Ode Makmuni
0 Komentar