MENJADI seorang yang berkarakter dibutuhkan konsistensi, keteguhan, dan tak terjebak keadaan. Mereka yang bertahan di situasi itu akan mampu mencipta persepsi publik sekaligus melekatkan ‘brand; terhadapnya. Begitu teori komunikasi menjamah kehadiran karakter pada seseorang.
Tampaknya ini juga berlaku bagi Abba - sapaan akrab pria bernama lengkap La Ode Zainal Aslan Azis.- lelaki 52 tahun yang cukup dikenal di Kota Baubau ini sebagai seorang paling berkarakter dalam penggunaan fashion khas Buton.
Memang keseharian Abba tak pernah lepas dari penggunaan ‘Kampurui’ aksesories kepala ala Udeng di Bali, dan bawahan dari kain yang semuanya produk tenunan Buton asli. Begitupun aksesories lainnya makin meneguhkan Abba sebagai pria paling berkarakter di seantero Pulau Buton saat ini. Situasi yang setidaknya, tidak banyak orang yang nyaman dalam fashion bernuansa budaya sepertinya, apalagi menjadi busan keseharian.
Abba tidak ikut-ikutan pada tokoh tertentu, ia memulainya sendiri. Niatnya sederhana – ingin membumikan kekuatan adat budaya negerinya dari sikap dan prilaku. Ia juga aktif mendorongdan menggagas penggunaan Kampurui dari Sarung Buton sebagai busana sehari-hari termasuk di acara-acara resmi. Itu dimulainya dari tahun 2012, ketika banyak orang memandang Kampurui dan aksesories khas Buton lainnya hanya digunakan di helatan acara ritual adat belaka.
Niat besar Abba kesampaian, melalui kepemimpinan Bupati Buton Syamsu Umar Samiun di periode 2008-2013 mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) pada Agustus 2012 tentang penggunaan Kampurui dan Sarung Buton di setiap hari kamis dan jumat. Keaktifan juga mendorong beberapa daerah di kawasan Kepulauan Buton mengikuti jejak ini.
Tak hanya La Ode Aslan “Abba” Azis, karakter fashion Buton ini juga melekat dalam diri Bupati Umar Samiun. Ia kerap menerima tamu kenegaraan dengan busana khas ini, dan hanya sesekali menggunakan pakaian seorang kepala daerah. Tetamu kenegaraan pun begitu simpatik dengan gaya khas Bupati, sampai-sampai tetamu kenegaraan banyak meminta ikut menggunakan busana serupa.
“Saya teramat bersyukur kepada Allah SWT, Bupati Umar Samiun membuat kebijakan itu dan juga dibuktikan dengan keseharian beliau dengan busana khas budaya kita. Apalagi fashion Buton itu terkesan mahal dan elegan jika digunakan sehari-hari,” tandas Abba, yang juga Ketua Yayasan Pendidikan Raja Bataraguru, sekaligus pimpinan Kasambure Foundation.
Kini banyak warga Buton mengagumi lelaki kelahiran Baubau 8 Desember 1966, sebagai sosok budayawan, kendati predikat itu terasa berat disandangnya. “Saya manusia Buton biasa, mencintai adat budaya tanpa perlu mendapat label budayawan. Saya lebih suka apa adanya, dan sangat bangga jika kampurui dan khas kebutonan ini melekat dalam diri setiap manusia Buton. Negeri ini akan besar jika kita yang membesarkannya, saya hanya pemerhati budaya saja,” tegas Abba dalam diskusinya dengan ButonMagz Senin sore ini (6/11).
Abba Aslan menjadi seorang pria Buton yang selalu saja menarik untuk mencermati kehidupannya. Putra dari almarhum Drs. H. La Ode Abdul Azis - seorang sesepuh pendidik di Buton era tahun 80-90-an ini, telah menjelma sebagai simbol kekuatan karakter fashion Buton. Sebab kurun waktu 7 tahun lamanya ia konsisten dengan busana uniknya itu.
Apalagi, Abba Aslan tak lagi serapi dan klimis seperti satu dekade silam, rambutnya dibiarkan memanjang tanpa pewarna buatan. Ia biarkan uban memutih di mana-mana. Juga membairkan brewok menyelimuti wajahnya yang juga telah beruban. Tetapi Kampurui selalu merapikan, belum lagi sarung Buton dan gelang akar bahar, membuat lelaki yang malang melintang di partai politik lokal ini selalu saja menarik perhatian publik Kepulauan Buton.
Memang rambutnya tergerai bebas, tetapi tetap saja menarik dalam pandangan mata banyak orang. Itu mungkin yang membuat ia didapuk sebagaii seorang aktor dalam filim kolosal bertajuk “Barakati”. Filim yang bercerita tentang jejak-jejak Gajah Mada di Pulau Buton dengan melibatkan sejumlah aktor dan aktris ternama semisal Feddy Nuril, Icha Septriyasa, Tio Pakusadewo, Jon Amstrong dan Niniek L. Karim.
Abba Aslan memang dikenal sebagai seorang seniman, ia banyak membuat coretan puisi berlanggam Buton yang kerap mengurai kritik-kritik sosial di daerahnya. Ia juga lantang dalam bersuara, berunjuk rasa dan melampiaskan emosi ideologi dibenaknya. Terbayang karakter seorang Lakarambau - Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi- Oputa Yikoo, sultan yang tak gentar dengan dominasi Belanda.
“Jangan seperti itu, Lakarambau tidak ada dalam diri siapa-siapa, tetapi semangatnya memang harus ada dalam diri setiap manusia Buton, agar kita bisa tinggi dan sejajar dalam keragaman di Nusantara ini,” ujar mantan aktivis di Universitas Pasundan Bandung, kampus yang tak selesai ditapakinya.
Hanya satu pesan Abba Aslan bagi generasi mudanya, bahwa hidup tak saja dilalui seperti air yang mengalir, kehidupan akan bermakna jika membuat warna di dalamnya. Jangan takut pada kehidupan, sebab Tuhan telah mengatur semuanya.** (ref)