Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Amirul Tamim, Bandara Semi Internasional dan Kisah Puncak Tindoi (Bagian I)


Langit cerah dan lautan membiru yang bersahabat, menjadi coretan awal di telusur laut antara Pasarwajo dan Wakatobi. Teramat beruntung, sebab Senin pagi 12 November  2018 ini bisa  sekapal dengan Dr. H. Mz. Amirul Tamim, M.Si – atau lebih akrab disapa Pak Amirul, mantan Wali Kota Baubau dua periode, anggota DPR-RI, yang kini ‘menyeberang’ politik menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah utusan Sultra atau DPD-RI di Pemilu 2019 mendatang.

Catatan Perjalanan Hamzah Palalloi-------------------------------------------
Di kapal speed milik Pemkab Wakatobi itu, saya hendak memulai dengan satu pertanyaan, mengapa Pak Amirul beralih dari Caleg DPR-RI menjadi calon DPD-RI? Tetapi niat itu urung, enggan dianggap basa-basi, atau mengkampanyekan pemilik nomor urut 51 – di kontestasi DPD RI mendatang, sebab tujuan saya ke Wakatobi sekadar ingin menyaksikan ajang ‘Wakatobi Wave’ – festival berpredikat nasional 2018, sejak wilayah eks Kepulauan Tukang Besi ini dicatat sebagai 10 destinasi pariwisata unggulan Indonesia, lazim disebut ’10 New Bali” – sepuluh Bali baru.

Pak Amirul sadar dengan situasi psikologis itu. Ia langsung memberi jawaban tanpa saya minta. “pilihan saya ke DPD itu pilihan rasional, bukan soal hitungan matematis kompetisi para politisi, apalagi di PPP sudah ada Pak Sjafei Kahar, sesama kader Buton. Beliau memiliki kapasitas yang mumpuni juga,” ujar Pak Amirul singkat.

Bagi seorang Amirul Tamim, DPD-RI adalah sebuah pergulatan kepentingan daerah, nama Sultra harus bisa lebih terangkat kepermukaan dengan segala potensinya. DPD bukanlah sekadar pelengkap berdemokrasi di Indonesia yang lahir dari rahim reformasi.  Tetapi ia wadah memperjuangkan segala potensi dan menyambungkan kepentingan daerah di pusat berdasarkan wewenang yang diberikan undang-undang. “Saya hendak hadir dipergulatan daerah itu” ujarnya singkat.

Memang, sejak dulu Pak Amirul dikenal sebagai pembaca watak yang terkadang mampu membaca pikiran kawan-kawan diskusinya. Tetapi saya banyak terdiam, lebih fokus dengan kehidupan Wakatobi di masa lalu. Apalagi saya telah mempersunting gadis Wakatobi yang kini telah memberi keturunan 3 buah hati, di kurun waktu 17 tahun pernikahan kami. Sayangnya, saya terbilang baru tiga kali ke Wakatobi sejak  pernikahan itu, Heheheh.. saya tersenyum membatin.
Kurang lebih sejam dalam perjalanan, tibalah kami di Pelabuhan Ferry Wanci cukup banyak terlihat wisatawan mancanegara lalu lalang di suasana pagi itu. “Banyak juga bule ya Pak? Suasanannya mirip-mirip Bali,” Kata saya ke Pak Amirul di Hotel Wisata Wakatobi – hotel yang cukup representatif yang lokasinya tak jauh dari pelabuhan. Tapi pertanyaan ini tak langsung terjawab, sebab pak Amirul mengajak ke Café KPK – café yang merupakan cabang usaha yang berpusat di Kota Baubau ynag dikelola Ibu Dewiyati Abibu.

Di tempat ini diskusi berlangsung seru sembari menyerupt kopi dan semangkuk mie khas KPK, apalagi sekelompok pemuda ikut menyambut Pak Amirul. “Saya hendak mengusulkan ke Pak Gubenur Ali Mazi, agar salah satu bandara kita semi internasional, di Wakatobi sangat cocok. Sebab kunjungan wisatawan mancanegara cukup banyak ke Wakatobi. Fasilitasnya tentu  harus lebih baik lagi, ini juga salah satu serpihan wajah Indonesia di mata dunia,” kata Pak Amirul.

Ada beberapa alasan teknis mengapa Pak Amirul hendak mengusulkan Bandara Wakatobi ‘naik status’ semi internasional. Selain volume kunjungan wisatawan mancanegara (Wisman), juga Wakatobi telah ditetapkan sebagai ’10 New Bali’. Perhatian pariwisata pusat tentu tertuju ke daerah ini. apalagi Wisman juga ada kesan kejenuhan ke Bali dan Lombok, karena bencana beberapa waktu lalu.

Hal lain kata Pak Amirul, pariwisata Wakatobi bisa connecting dengan beberapa kawasan wisata di Sultra, seperti di Labengki, Bokori, Baubau, dan unggulan pariwisata Sultra lainnya. “ekses dominonya tentu cukup banyak, tetapi ini usulan yang akan saya matangkan kembali. Sebab Pariwisata Sultra adalah pariwisata seluruh daerah-daerah di dalamnya,” timpalnya.

Lama di Café KPK Wangiwangi, Pak Amirul tak langsung balik ke hotel. Ia pun mengajak menelusuri Wang-wangi tak sekadar ke kawasan perkotaannya. Ia mengajak ke sebuah tempat yang berada di puncak pulau ini, namanya Tindoi. Saya pun mengikut, sebab rentetan acara Wakatobi Wave banyak digear malam hari sejak pembukaan kemarin.

Sekitar 30 menit perjalanan, saya tak menyangka menemukan ‘dunia baru’ di wilayah ketinggian. Cuacanya sejuk, banyak pepohonan, dan kesan jauh dari hiruk pikuk perdagangan ‘orang Wanci’ yang sejak dulu d kenal sebagai pelintas-pelintas samudera. Ya, di Tindoi ini. kawasan yang menurut Pak Amirul, adalah sentra pangan Pulau Wang-wangi.

“Lihat kondisi geografisnya, betapa Tuhan telah memberi kita alam yang mengajak kita semua berpikir, bahwa manusia telah disedakan alam oleh Sang Pencipta dengan segala kemahakuasaannya,” tandas Pak Amirul.

Pak Amirul sendiri tak hanya menikmati suasana puncak itu, ia kemudian mengajak masyarakat di sana berbicara dari hati ke hati, memberi support dan semangat, berbagi cerita, tentang Baubau, Kendari, Jakarta dan sekelumit pengalamannya. Masyarakat menyambut hangat Pak Amirul, namanya ternyata teringat di benak warga Desa Tindoi, desa yang berkarakter agraris; ada tanaman kakao, cengkeh, kelapa, mete, pisang dan kebutuhan pangan warga Pulau Wangi-wangi.
Beberapa tokoh masyarakat, bercerita kepada Pak Amirul tentang sejarah nama ‘Tindoi’ yang bermakna ‘tanda’ ketika pelayar-pelayar melintas di kawasan Kepulauan Tukang Besi, sebagai tanda ada kehidupan di daratan sana..Wangi-wangi. Ada juga yang bertutur Tindoi bermakna keramat, sebab ada kuburan tua yang dihormati masyarakat setempat.

Pak Amirul menikmati cerita itu di sebuah saung milik warga. Sebagai mantan kepala daerah, ia mensupport warga Tindoi untuk memberi dukungan penuh kepada pemerintah Wakatobi saat ini, yang dianggapnya telah berbuat banyak bagi rakyatnya, sembari juga menyaring informasi yang kelak diperjuangkannya ke pusat dalam posisinya sebagai anggota DPR-RI saat ini.

Hampir dua jam Pak Amirul bercengkrama dengan warga di sana. Ia juga menikmati salah satu tempat wisata kekinian Kecamatan Wango-Wangi. Namanya ‘Darakunti Pookambua’. Entah apa makna tempat eksotis ini, tetapi di sini bisa menikmati udara sejuk dengan lembah dan pepohonan yang subur. Pak Amirul pun terlihat mencatat, entah apa. Tetapi yang pasti, sesekali ia bertanya ke masyarakat yang menemaninya tentang potensi daerah ini.** (bersambung).

Baca Kelanjutannya di : Wakatobi, infrastruktur dan cerahnya masa depan wisata

Posting Komentar

0 Komentar



  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...