![]() |
Pelantikan Nurdin Manggu, S.H, sebagai Wali Kota Administatif Baubau, oleh Gubernur Sultra Eddy Sabara, disaksikan langsung Menteri Dalam Negeri Amir Machmud |
KOTA Baubau baru saja menggelar hari jadinya ke 477 tahun dan 17 Tahun sebagai daerah otonom di 17 Oktober 2018 lalu. Tetapi hanya sedikit orang yang mengenal pemimpin-pemimpin kota ini tatkala Baubau berstatus sebagai kota administratif, sebutannya Kotif. Karena itu Majalah Online ButonMagz akan menyarikan kilas kepemimpinan itu per pekan, dimulai dari Wali Kota Administratif Baubau yang pertama, Haji Nurdin Manggu,S.H. yang memerintah tahun 1982-1998.
Tulisan ini disarikan dari buku “Kota Baubau 1981-2018, cerita dan kepmimpinan” yang ditulis Dr.Hamzah, S.H., M.I.Kom dan H. Idrus Taufiq Saidi, S.Kom.M.Si, terbitan Mei 2018. Begini ceritanya.
--------------------------------
BERSAHAJA, tenang, namun tegas dalam pendirian, adalah karakter seorang Nurdin Manggu, begitu ia dikenal banyak orang dalam pergaulannya. Sosok kelahiran Tomia, 12 September 1940 ini dikenal sebagai pamong yang karirnya banyak berkutat dilingkungan pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara hingga masa pensiun. Ia juga bahkan dikenal pula sebagai sosok ‘kamus hukum hidup’ bagi partner kerjanya. Mungkin karena ia jebolan sarjana hukum sejak tahun 1972 dari pergururuan tinggi ternama di timur Indonesia. Universitas Hasanuddin.
Nurdin masa remajanya dihabiskan dalam ‘perantauan’ mencari pendidikan. Ia hanya terlahir di Tomia dan mulai ‘bergeser’ ke Baubau untuk pendidikan dasarnya, tepatnya di Sekolah Rakyat (SR) Baubau yang ditamatkannya tahun 1952, selanjutnya ke Makassar. Di kota ‘daeng’ inilah, Nurdin tamat SMP Muhammadiyah tahun 1957, dan SMEA Negeri 1 Bagian B yang diselesaikannya tahun 1962.
Usai mengenyam pendidikan, Nurdin Manggu memulai karirnya sebagai pegawai harian di Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara tercatat sejak 1 Agustus 1972, sebelum ia diangkat sebagai pegawai bulanan di sana tanggal 1 Januari 1973. Tepat setahun kemudian, 1 Januari 1974 ia diangkat sebagai PNS Penata Muda Tata Usaha golongan III/a, pangkat pegawai yang terbilang sangat tinggi di zaman itu, sebab minimnya sarjana di masa itu.
Tentu karirnya cepat melesat, kurun waktu 3 (tiga) tahun kemudian, 16 Pebruari 1976 ia dipercaya sebagai Kepala Biro Penyelenggara pada Panitia Pemilihan Daerah I (PPD-I) Provinsi Sulawesi Tenggara, bahkan ia mendapat posisi prestisius sebab tak cukup setahun tepatnya 19 September 1977 terpilih menjadi anggota DPR/MPR – RI dari Golongan Karya utusan Sulawesi Tenggara.
Terabasan hidup seorang Nurdin Manggu yang cepat melesat tak membuatnya jumawa, apalagi kondisi politik nasional di kala itu sangat mendukung, dimana Orde Baru yang berkuasa memperbolehkan seorang PNS terlibat langsung dalam dunia politik. Karenanya sebagai aparat dan politisi adalah dua karir yang bisa berjalan beriringan, sama halnya dengan pihak militer yang diuntungkan sistem dwi fungsi ABRI di masa itu, - sebagai lembaga keamanan negara dan sekaligus memengang kekuasan dan pengaturan negara.
Menjadi Wali Kotif
Dari pergulatannya di birokrasi pemerintah Sulawesi tenggara dan sebagai anggota DPR/MPR, Nurdin, ia kemudian dilantik Gubernur Sultra Eddy Sabara atas nama Menteri Dalam Negeri RI, Amir Mahcmud menjadi Wali Kota Administratif Bau-Bau di Pemerintah Kabupaten DATI II Buton, pada 2 Maret 1982, seiring ditetapkannya sejumlah daerah-daerah di Indonesia sebagai ‘kota administratif’ dengan lahirnya PP Nomor 40 Tahun 1981. Paling istimewa, pelantikan ini disaksikan langsung Mendagri Amir Machmud yang datang untuk meresmikan Baubau berstatus sebagai kota administratif.
Jabatan Wali Kotif dijalani Nurdin hingga tahun 1988 sebelum digantikan La Ode Saidi. Namun, sebagai wali kotif ia juga merangkap sebagai Panitia Pengawas Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Tingkat II Buton pada 26 Desember 1985, untuk penyelenggaraan Pemilu secara serentak pada tanggal 23 April 1987 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Provinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1987-1992.
Dari Baubau, Nurdin kembali ‘ditarik’ ke provinsi melanjutkan karirnya sebagai Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada 1 Juli 1988, dan selanjutnya menjadi Kepala Biro Bina Kependudukan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada 4 Desember 1990.
Menghadapi Pemilu 1992, Nurdin yang dianggap memiliki pengalaman sebagai pengawas di Pemilu sebelumnya termasuk memenangkan Golongan Karya di wilayah Buton, maka pada 14 Januari 1991 ia kemudian diangkap sebagai Wakil Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Tenggara.
Di karir birokrasinya, pada 14 Juni 1991 dimutasi menjadi Kepala Biro Kepegawaian Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, hingga pada 18 Februari 1993 dipercaya menduduki jabatan Sekretaris BP-7 Provinsi Sulawesi Tenggara. Lembaga yang dibuat negara untuk memelihara nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Di usia yang ke 54 tahun, Nurdin Manggu diangkat sebagai pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Tenggara pada 8 Agustus 1994, kemudian semakin kokoh sebagai kepala dinas setelah setahun lebih kemudian, tepatnya 12 Februari 1996 dialntik sebagai Kepala Dinas P dan K Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dua tahun sebelum memasuki masa pensiun atau pada 10 Oktober 1998 ditunjuk menjadi pelaksana tugas Pembantu Gubernur Wilayah Daratan berkedudukan di Kolaka, sebelum akhirnya ia benar benar defenitif dikukuhkan di jabatan itu pada 2 Juni 1999, jabatan yang beliau embban hingga memasuki masa pensiun pada 1 Oktober 2000.
Tulisan ini disarikan dari buku “Kota Baubau 1981-2018, cerita dan kepmimpinan” yang ditulis Dr.Hamzah, S.H., M.I.Kom dan H. Idrus Taufiq Saidi, S.Kom.M.Si, terbitan Mei 2018. Begini ceritanya.
--------------------------------
BERSAHAJA, tenang, namun tegas dalam pendirian, adalah karakter seorang Nurdin Manggu, begitu ia dikenal banyak orang dalam pergaulannya. Sosok kelahiran Tomia, 12 September 1940 ini dikenal sebagai pamong yang karirnya banyak berkutat dilingkungan pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara hingga masa pensiun. Ia juga bahkan dikenal pula sebagai sosok ‘kamus hukum hidup’ bagi partner kerjanya. Mungkin karena ia jebolan sarjana hukum sejak tahun 1972 dari pergururuan tinggi ternama di timur Indonesia. Universitas Hasanuddin.
Nurdin masa remajanya dihabiskan dalam ‘perantauan’ mencari pendidikan. Ia hanya terlahir di Tomia dan mulai ‘bergeser’ ke Baubau untuk pendidikan dasarnya, tepatnya di Sekolah Rakyat (SR) Baubau yang ditamatkannya tahun 1952, selanjutnya ke Makassar. Di kota ‘daeng’ inilah, Nurdin tamat SMP Muhammadiyah tahun 1957, dan SMEA Negeri 1 Bagian B yang diselesaikannya tahun 1962.
Usai mengenyam pendidikan, Nurdin Manggu memulai karirnya sebagai pegawai harian di Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara tercatat sejak 1 Agustus 1972, sebelum ia diangkat sebagai pegawai bulanan di sana tanggal 1 Januari 1973. Tepat setahun kemudian, 1 Januari 1974 ia diangkat sebagai PNS Penata Muda Tata Usaha golongan III/a, pangkat pegawai yang terbilang sangat tinggi di zaman itu, sebab minimnya sarjana di masa itu.
Tentu karirnya cepat melesat, kurun waktu 3 (tiga) tahun kemudian, 16 Pebruari 1976 ia dipercaya sebagai Kepala Biro Penyelenggara pada Panitia Pemilihan Daerah I (PPD-I) Provinsi Sulawesi Tenggara, bahkan ia mendapat posisi prestisius sebab tak cukup setahun tepatnya 19 September 1977 terpilih menjadi anggota DPR/MPR – RI dari Golongan Karya utusan Sulawesi Tenggara.
Terabasan hidup seorang Nurdin Manggu yang cepat melesat tak membuatnya jumawa, apalagi kondisi politik nasional di kala itu sangat mendukung, dimana Orde Baru yang berkuasa memperbolehkan seorang PNS terlibat langsung dalam dunia politik. Karenanya sebagai aparat dan politisi adalah dua karir yang bisa berjalan beriringan, sama halnya dengan pihak militer yang diuntungkan sistem dwi fungsi ABRI di masa itu, - sebagai lembaga keamanan negara dan sekaligus memengang kekuasan dan pengaturan negara.
Menjadi Wali Kotif
Dari pergulatannya di birokrasi pemerintah Sulawesi tenggara dan sebagai anggota DPR/MPR, Nurdin, ia kemudian dilantik Gubernur Sultra Eddy Sabara atas nama Menteri Dalam Negeri RI, Amir Mahcmud menjadi Wali Kota Administratif Bau-Bau di Pemerintah Kabupaten DATI II Buton, pada 2 Maret 1982, seiring ditetapkannya sejumlah daerah-daerah di Indonesia sebagai ‘kota administratif’ dengan lahirnya PP Nomor 40 Tahun 1981. Paling istimewa, pelantikan ini disaksikan langsung Mendagri Amir Machmud yang datang untuk meresmikan Baubau berstatus sebagai kota administratif.

Dari Baubau, Nurdin kembali ‘ditarik’ ke provinsi melanjutkan karirnya sebagai Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada 1 Juli 1988, dan selanjutnya menjadi Kepala Biro Bina Kependudukan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada 4 Desember 1990.
Menghadapi Pemilu 1992, Nurdin yang dianggap memiliki pengalaman sebagai pengawas di Pemilu sebelumnya termasuk memenangkan Golongan Karya di wilayah Buton, maka pada 14 Januari 1991 ia kemudian diangkap sebagai Wakil Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Tenggara.
Di karir birokrasinya, pada 14 Juni 1991 dimutasi menjadi Kepala Biro Kepegawaian Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, hingga pada 18 Februari 1993 dipercaya menduduki jabatan Sekretaris BP-7 Provinsi Sulawesi Tenggara. Lembaga yang dibuat negara untuk memelihara nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Di usia yang ke 54 tahun, Nurdin Manggu diangkat sebagai pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Tenggara pada 8 Agustus 1994, kemudian semakin kokoh sebagai kepala dinas setelah setahun lebih kemudian, tepatnya 12 Februari 1996 dialntik sebagai Kepala Dinas P dan K Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dua tahun sebelum memasuki masa pensiun atau pada 10 Oktober 1998 ditunjuk menjadi pelaksana tugas Pembantu Gubernur Wilayah Daratan berkedudukan di Kolaka, sebelum akhirnya ia benar benar defenitif dikukuhkan di jabatan itu pada 2 Juni 1999, jabatan yang beliau embban hingga memasuki masa pensiun pada 1 Oktober 2000.
Bagi warga Kota Baubau di masa sekarang, nama Nurdin Manggu masih melekat sebagai mantan wali kota saat daerah ini menyandung status sebagai kota administratif, namun bagi generasi millenial sekarang ini (mungkin) tak lagi sepopuler dengan pejabat-pejabat lainnya di ingatan mereka, padahal beliaulah pemegang tampuk kepemimpinan pertama Baubau dalam statusnya sebagai wilayah administratif perkotaan.
Pak Nurdin banyak menghabiskan masa tuanya di Kota Kendari, sebelum ia wafat dan dikebumikan di Punggulaka Kendari di tahun 2017 lalu di usia 77 tahun.** (zah)
0 Komentar