Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Palabusa, Mutiara dan Histori Doktor Jepang


Mungkin belum banyak yang tahu, jika kawasan budidaya mutiara yang dikelolah oleh PT Selat Buton di Palabusa Kecamatan Lea-lea Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara tak sekedar area penghasil mutiara. Lebih dari itu, kawasan ini lebih mirip area ‘cottage’ berkelas dengan sejuta sejarah masa lalu yang tak banyak orang mengenalnya. Pantas saja, jika beberapa tamu dari luar negeri lebih memilih Palabusa sebagai tempat peristirahatan yang nyaman.

Sekilas kawasan ini tak menarik pandangan mata, maklum memasuki kawasan ini dijaga ketat dengan satuan pengaman dengan dua gerbang utama, apalagi dikelilingi tembok kuat yang membatasi kawasan ini dengan wilayah disekitarnya.

Untuk ‘diterima’ masuk ke areal ini harus se izin pengelolah PT Selat Buton. “Tidak bermaksud apa-apa, tetapi wilayah ini kawasan perusahaan, jangan sampai aktifitas karyawan terganggu,” ujar Gerrit Banse, lelaki 70 tahun berdarah Makassar-Belanda, yang dituakan mengelolah perusahaan ini saat dijumpai ketika pengambilan gambar oleh sejumlah jurnalis

Pas memasuki gerbang kedua, sebagai pintu masuk kawasan ini sungguh diluar dugaan. Berhadapan langsung dengan selat Buton, dengan taman yang di tata bergaya natural, kawasan budidaya mutiara ini lebih cocok sebagai kawasan wisata alam. Belum lagi pantai pasir putih dengan nyiur melambai, sungguh sebuah keindahan yang tak ternilai.

Kawasan ini juga terdapat beberapa villa dengan arsitektur bergaya Belanda, bahkan terdapat pula monumen ‘In memory’ seorang berkebangsaan Jepang bernama DR. Sukeyo Fujita bertahun 1931, menegaskan jika kawasan Palabusa menyimpan sejarah Perang Dunia I dan II. Apalagi, di depan kawasan ini tepatnya di perairan selat, menurut beberapa penyelam dari Bau-Bau Dive Club, terdapat bangkai pesawat Jepang di dasar lautnya.

“Kawasan ini punya sejarah panjang. Dulu Belanda yang mengelolah, kemudian dilanjutkan oleh bangsa Jepang, dan modernisasi pengembangan mutiaranya dilakukan oleh Almarhum Bapak Samsu Arif, seorang veteran yang diakui keberadaannya oleh Negara, dan kamilah sebagai generasi penerus beliau untuk mengelolah budidaya mutiara di tempat ini, kalau dihitung-hitung, sejak pertama kali berdiri, saya termasuk generasi ke-empat” ujar Gerrit Banse yang akrab disapa Om Geryt, didampingi mantunya bernama Efram.

Cerita Om Geryt didukung fakta-fakta. Pada ruang tamu bangunan utama Villa ini terdapat foto-foto tua masa lalu. Dari foto-foto petinggi Belanda, foto seorang Pemuda Jepang dengan kostum bawah lautnya, hingga hasil budidaya mutiara tempo doeloe. Bahkan, terdapat pula foto Kakek dari Bapak almarhum Laode Halaka Manarfa (Wakil walikota Bau-bau saat ini yang meningal dunia 14 Agustus 2009 lalu) bersanding dengan beberapa orang Belanda. “Panjang ceritanya Nak, yang pasti kawasan ini sudah lama sekali, dan saya lebih enjoy tinggal disini,” ujar Om Gerryt lagi dengan gaya bahasa Holland Spoken-nya (Dialeg Belanda).**

PUAS mengelilingi kawasan perusahaan ini, lebih menarik jika mengulas kondisi dua Villa Palabusa ini. Bangunan ini benar-benar warisan Belanda, sama dengan bangunan Belanda lainnya di pusat Kota Bau-Bau, seperti Rujab Wali Kota Baubau dan Rujab Bupati Buton. Luasnya tidak seberapa, kira-kira satu villa seukuran 12 x 15 meter. Khusus bangunan yang pertama kali dijumpai saat memasuki kawasan ini, oleh pemiliknya digunakan sebagai Kantor Perusahaan. Terasnya dibuat menghadap langsung ke laut, sekaligus memonitor langsung kinerja karyawan.

Bagian interiornya dipermak menjadi 3 bagian utama, satu ruang pimpinan, satu ruang staf, dan satu khusus untuk dapur, semuanya masih bergaya Belanda, yang dipercantik dengan sepuhan khas kayu. “Dindingnya saja yang ada perubahan, karena sudah dipasangkan keramik, tetapi rangka utamanya masih asli,” terang Om Gerryt.

Di depan kantor ini, juga terdapat sebuah Villa. Inilah Villa utama, yang kerap dipakai tamu luar negeri ketika berkunjung kesini. Seperti tamu asal Korea, saat Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara pada Bulan Agustus 2005 silam. Kira-kira berjarak 20 meter, yang dihubungan dengan jalan setapak dari cetakan beton se ukuran 50×50 cm, yang dikelilingi aneka jenis bunga yang memanjakan mata.

Bangunan ini juga bergaya ‘Holland’, namun modelnya sengaja dibuat menggantung ala rumah panggung, dengan 2 ruang utama sebagai pemanisnya. Satu ruang berfungsi sebagai ruang tamu dengan dinding khas uratan kayu. Disinilah terpajang foto-foto tua itu, dan beberapa pajangan Penghargaan Bintang dari Negara kepada pemiliknya.

Satu bagian lainnya terdapat disisi bagian belakang yang digunakan sebagai ruang istirahat, yang dilengkapi dengan dua buah dipan. Benar-benar seperti cottage berbintang. Kedua ruang utama ini dikelilingi teras dengan lantai kayu pula. Sangat khas. Satu sisi lain adalah toilet. Sangat menyenangkan.

Dari kedua Villa ini, berjarak 40 meter disisi timur terdapat sebuah monumen seukuran 2 meter persegi. Dari jauh seperti makam, tetapi setelah didekati hanyalah monumen biasa, yang tebuat dari lempengan tembaga bergambar seorang jepang bernama DR Sukeyo Fujita. “Saya tidak tahu banyak ceritanya, tetapi beliau itu mungkin punya jasa besar disini, dan ini untuk mengenang beliau,” tambah Om Gerryt.

Tentang Dr. Sukeyo Fujita.
Pada awal tahun 1918 budidaya mutiara pertama kali diuji coba di daerah Buton Sulawesi Tenggara, dibawah pengawasan pemerintah Belanda. DR. Sukeyo Fujita ditunjuk menjadi direktur untuk budidaya ini. Untuk urusan pendanaan, menjadi tanggung jawab Mitsubishi dari Jepang. Dua tahun sebelumnya, Mitsubishi juga mencoba menjalankan rintisan budidaya mutiara di Filipina, namun akhirnya dipaksa pergi meninggalkan usaha rintisan tersebut.

Pada tahun 1920, DR. Sukeyo Fujita medirikan perusahaan mutiara laut selatan di Buton dengan menggunakan Pinctada maxima yang diambil dari laut Arafura. Pinctada maxima sendiri merupakan salah satu spesies kerang yang menghasilkan mutiara. Di Indonesia sendiri bisa kita temukan beragam jenis tiram mutiara diantaranya: Pinctada maxima, Pinctada margaritefera, Pinctada fucata, Pinctada chimnitzii, dan Pteria penguin. Pinctada maxima banyak ditemui di laut Indonesia bagian timur seperti, Papua, Sulawesi dan Laut Arafura. Untuk menghasilkan mutiara yang baik, kondisi dan kualitas laut menjadi faktor penentu. Beberapa faktor yang menjadi perhatian: dasar perairan, kedalaman laut, arus air, salinitas (kadar garam), suhu, kecerahan, dan kesuburan perairan. Tidak mengherankan jika keberadaan Pinctada maxima dapat menjadi indikator kualitas suatu perairan.

Pada tahun 1928 sampai dengan tahun 1932, DR. Sukeyo Fujita berhasil menghasilkan 8000 sampai 10000 mutiara per tahunnya. Pada tahun 1935 sampai 1938 lebih dari 36000 mutiara yang telah dihasilkan. Atas keberhasilan ini pasar mutiara memberikan respon yang sangat luar biasa, ini karena ukuran mutiara yang dihasilkan berkisar 8-10mm. Disaat yang sama, mutiara-mutiara yang dihasilkan dari lokasi-lokasi budidaya mutiara di Jepang hanya berukuran kurang dari 5mm. Keberhasilan yang dirasakan DR. Sukeyo Fujita tidak bertahan lama, tahun 1941 perusahaan yang dibangunnya dipaksa tutup sebab perang dunia II baru saja dimulai.

Tahun 1970 menjadi awal baru bagi industri budidaya mutiara di Indonesia. Ini dimulai ketika dikeluarkannya regulasi yang memungkinkan masuknya perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia. Nippo Pearl Company, Tayio Gyogyo Ltd, Arafura Pearl Company, dan Kakuda Pearl Company, menjadi empat perusahaan awal yang berinvestasi dengan membuka budidaya mutiara di Pulau Aru setelah sebelumnya melakukan investasi di Australia. (zah)**


  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...