Bumi Gajah Mada? Tiga kata yang mungkin bisa memantik metawacana di kalangan para sejarahwan. Apalagi menghubungkan Kabupaten Buton Selatan (Busel) dengan nama besar tokoh penyatu Nusantara ini, Maha Patih Gajah Mada. Sebab semua orang tahu, jika Gajah Mada seorang patih kesohor asal kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa-nya.
Tetapi bagi orang-orang Buton, mitologi Gajah Mada di kawasan Kecamatan Batauga – Ibukota Kabupaten Busel saat ini, terus tumbuh. Ada yang meyakini, Gajah Mada benar-benar terkubur dengan bala tentaranya di sebuah tempat di sana, apalagi ada juga nama kelurahan bernama Majapahit. Semua itu menjadi pelengkap ornamen berpikir mayoritas warga Busel.
Sayangnya, tulisan ini tak hendak menggiring opini di area itu, tetapi melihat Kabupaten Buton Selatan ini dalam persepektif kekinian. Mungkin sekadar evaluasi pandangan mata, bagaimana nasib daerah yang baru berumur lebih dari 4 tahun sejak mekar dari induknya Kabupaten Buton, Juli 2014 silam.
Sempat terwacana dikembalikan ke induknya jika tak mampu menghidupi dirinya sendiri, tetapi ini subjektifitas orang-orang pusat yang mungkin melihat Buton Selatan dari persektif dana DOB (Daerah Otonomi Baru) yang tentu tak cukup membiayai wilayah di pesisir selatan Pulau Buton itu. Sebaliknya, kehadiran Kabupaten Busel yang ber-ibu kota di Batauga ini, adalah harapan untuk meneropong jejak-jejak kemajuan.
Maju? Mungkin terlalu hiperbolis, tetapi ada keyakinan kabupaten yang terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan ini akan melejit jika melihat jejak dan tapak pembangunan yang saat ini diletakkan pemerintahnya. Setidaknya ketika memasuki kawasan perbatasan ibukotanya dari Kota Baubau menuju Batauga.
Pengaspalan jalan protokoler sudah mulai menderu, ornamen-ornamen kota pun perlahan mulai diletakkan. Yang menggembirakan, masyarakat mulai membangun pemukimannya dengan cita rasa perkotaan, kendati masih terbilang minim.
“Sebagai ibukota Kabupaten, Batauga sudah dirancang dan direncanakan dengan tata perkotaan sesuai kemampuan anggaran daerah ini. Apalagi konsentrasi pembangunan tentu berkadilan bagi segenap wilayah Kabupaten Buton Selatan,” ungkap La Ode Muh. Sufi Hisanuddin, Kepala Bappeda Kabupaten Buton Selatan, Selasa – 9 Oktober 2018.
Tahun 2018-2019, Pemkab Busel kata Sufi Hisanuddin menyiasati pengaspalan sejumlah jalan protokol, ketersediaan fasilitas sarana air bersih, dan pembangunan perkantoran dengan ornamen khas Buton. “Kepala Daerah meminta kami berpikir cepat, cerdas dan berdaya guna bagi warga Busel keseluruhan, itu salah satu program terapan dari kabupaten bertajuk ‘Busel Beradat” ini.
Sepertinya, kepemimpinan Agus Sjafei-La Arusani dalam memimpin daerahnya menonjolkan manajerial ‘orang muda’ di kabinetnya. Kendati Bupati Agus masih terbelit getirnya persoalan hukum di KPK. Itu realitas, tetapi nyala Agus-Arusani membangun wilayahnya tetap memercikkan bara dan semangat membangun. Itu juga fakta yang tak bisa dinafikkan.
Beberapa waktu silam, Kabupaten Busel seolah menjadi tempat pelarian bagi pejabat daerah sekitarnya yang keteter karir. Itu juga fakta, tetapi hijrah ke Busel juga menjadi semangat untuk membuktikan kinerja, melakukan percepatan dan mensiasati keterbatasan.
“Kantor-kantor kami masih sederhana dan sebagian menyewa milik warga. Tetapi itu persoalan kesekian, yang utama itu itu Busel dan ibukotanya Batauga harus cepat terbangun. Kami semua menyingsikan lengan baju, menyeka keringat, meyakinkan warga kami, bahwa masa depan Busel itu sangat cerah, dan Insha Allah bisa setara dengan daerah-daerah lainnya,” ujar Amrin Abdullah, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Kabupaten Buton Selatan di waktu yang berbeda.
Tetapi bagi orang-orang Buton, mitologi Gajah Mada di kawasan Kecamatan Batauga – Ibukota Kabupaten Busel saat ini, terus tumbuh. Ada yang meyakini, Gajah Mada benar-benar terkubur dengan bala tentaranya di sebuah tempat di sana, apalagi ada juga nama kelurahan bernama Majapahit. Semua itu menjadi pelengkap ornamen berpikir mayoritas warga Busel.
Sayangnya, tulisan ini tak hendak menggiring opini di area itu, tetapi melihat Kabupaten Buton Selatan ini dalam persepektif kekinian. Mungkin sekadar evaluasi pandangan mata, bagaimana nasib daerah yang baru berumur lebih dari 4 tahun sejak mekar dari induknya Kabupaten Buton, Juli 2014 silam.
Sempat terwacana dikembalikan ke induknya jika tak mampu menghidupi dirinya sendiri, tetapi ini subjektifitas orang-orang pusat yang mungkin melihat Buton Selatan dari persektif dana DOB (Daerah Otonomi Baru) yang tentu tak cukup membiayai wilayah di pesisir selatan Pulau Buton itu. Sebaliknya, kehadiran Kabupaten Busel yang ber-ibu kota di Batauga ini, adalah harapan untuk meneropong jejak-jejak kemajuan.
Maju? Mungkin terlalu hiperbolis, tetapi ada keyakinan kabupaten yang terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan ini akan melejit jika melihat jejak dan tapak pembangunan yang saat ini diletakkan pemerintahnya. Setidaknya ketika memasuki kawasan perbatasan ibukotanya dari Kota Baubau menuju Batauga.
Pengaspalan jalan protokoler sudah mulai menderu, ornamen-ornamen kota pun perlahan mulai diletakkan. Yang menggembirakan, masyarakat mulai membangun pemukimannya dengan cita rasa perkotaan, kendati masih terbilang minim.
“Sebagai ibukota Kabupaten, Batauga sudah dirancang dan direncanakan dengan tata perkotaan sesuai kemampuan anggaran daerah ini. Apalagi konsentrasi pembangunan tentu berkadilan bagi segenap wilayah Kabupaten Buton Selatan,” ungkap La Ode Muh. Sufi Hisanuddin, Kepala Bappeda Kabupaten Buton Selatan, Selasa – 9 Oktober 2018.
Tahun 2018-2019, Pemkab Busel kata Sufi Hisanuddin menyiasati pengaspalan sejumlah jalan protokol, ketersediaan fasilitas sarana air bersih, dan pembangunan perkantoran dengan ornamen khas Buton. “Kepala Daerah meminta kami berpikir cepat, cerdas dan berdaya guna bagi warga Busel keseluruhan, itu salah satu program terapan dari kabupaten bertajuk ‘Busel Beradat” ini.
Sepertinya, kepemimpinan Agus Sjafei-La Arusani dalam memimpin daerahnya menonjolkan manajerial ‘orang muda’ di kabinetnya. Kendati Bupati Agus masih terbelit getirnya persoalan hukum di KPK. Itu realitas, tetapi nyala Agus-Arusani membangun wilayahnya tetap memercikkan bara dan semangat membangun. Itu juga fakta yang tak bisa dinafikkan.
Beberapa waktu silam, Kabupaten Busel seolah menjadi tempat pelarian bagi pejabat daerah sekitarnya yang keteter karir. Itu juga fakta, tetapi hijrah ke Busel juga menjadi semangat untuk membuktikan kinerja, melakukan percepatan dan mensiasati keterbatasan.
“Kantor-kantor kami masih sederhana dan sebagian menyewa milik warga. Tetapi itu persoalan kesekian, yang utama itu itu Busel dan ibukotanya Batauga harus cepat terbangun. Kami semua menyingsikan lengan baju, menyeka keringat, meyakinkan warga kami, bahwa masa depan Busel itu sangat cerah, dan Insha Allah bisa setara dengan daerah-daerah lainnya,” ujar Amrin Abdullah, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Kabupaten Buton Selatan di waktu yang berbeda.
Bagi Amrin Abdullah, Busel masih memiliki banyak pedesaan yang terus digenjot menuju kemajuannya. “atas arahan pimpinan, kami bekerja keras membangun daerah ini, apalagi instansi kami fokus di pemberdayaan masayarakat desa. Desa adalah denyut jantung Kabupaten Buton Selatan, kami juga butuh support dan masukan, agar Busel bisa cepat berkembang,” tandas Amrin.
Kini wajah Batauga, sebagai ibukota kabupaten perlahan bergerak menuju tata perkotaan sebagaimana daerah lainnya. Sejumlah ornamen kota mulai dibangun dari fasilitas pemerintahan hingga fasilitas publik. Namun yang pasti akses ke Batauga yang berjarak 24 KM dari Kota Baubau tak lagi memakan waktu yang lama. Sebab akses jalan sudah diperlebar dan dihitamkan.
Ada rasa mengharu biru, jika ibu kota Buton Selatan dalam 3 tahun ke depan akan mengalami perubahan yang signifikan. Tahun ini akses pelayanan pemerintahan tentu semakin membesar dengan kuota 500 lebih jatah calon PNS. “Insha Allah, akan da perubahan, kami juga mendapat kuota menerima pegawai baru 500 orang lebih. Ini asset asli Buton selatan pascapemekaran,” ujar Laode Firman Hamza, Plt. Kepala badan kepegawaian daerah Buton Selatan, hari ini juga.
Sebelumnya, diskusi ButonMagz dengan Usman, Ktua DPRD Buton Selatan di Kota Kendari beberapa waktu lalu jua menyiratkan hal senada. “Terlpas dari tiga tugas pokok kami di DPRD, ada tugas moral yang jauh lebih penting, yakni bersama-sama pemerintah melakukan percepatan pembangunan Buton Selatan. Kami ingin maju seperti daerah-daerah lainnya,” tandas politisi asal Partai Amanat Nasional ini.
Bagi Usman - masukan, saran dan pola pikir yang sama dari pihak manapun untuk membangun Buton Selatan adalah harapan besar, tanpa mengabaikan sumber daya daerah ini, tanpa terjebak dengan politik identitas yang kerap mengkerangkeng pemikiran.
Pastinya Buton Selatan kini tengah meneropong jejak-jejak kemajuannya, di tengah keterbatasan dan minimnya anggaran pusat. Berharap pendapatan asli daeah (PAD) tentu juga salah satu alternatif, tanpa harus membebani rakyatnya. Semoga saja Busel Beradat mencapai impiannya. Semoga! (ref)
Kini wajah Batauga, sebagai ibukota kabupaten perlahan bergerak menuju tata perkotaan sebagaimana daerah lainnya. Sejumlah ornamen kota mulai dibangun dari fasilitas pemerintahan hingga fasilitas publik. Namun yang pasti akses ke Batauga yang berjarak 24 KM dari Kota Baubau tak lagi memakan waktu yang lama. Sebab akses jalan sudah diperlebar dan dihitamkan.
Ada rasa mengharu biru, jika ibu kota Buton Selatan dalam 3 tahun ke depan akan mengalami perubahan yang signifikan. Tahun ini akses pelayanan pemerintahan tentu semakin membesar dengan kuota 500 lebih jatah calon PNS. “Insha Allah, akan da perubahan, kami juga mendapat kuota menerima pegawai baru 500 orang lebih. Ini asset asli Buton selatan pascapemekaran,” ujar Laode Firman Hamza, Plt. Kepala badan kepegawaian daerah Buton Selatan, hari ini juga.
Sebelumnya, diskusi ButonMagz dengan Usman, Ktua DPRD Buton Selatan di Kota Kendari beberapa waktu lalu jua menyiratkan hal senada. “Terlpas dari tiga tugas pokok kami di DPRD, ada tugas moral yang jauh lebih penting, yakni bersama-sama pemerintah melakukan percepatan pembangunan Buton Selatan. Kami ingin maju seperti daerah-daerah lainnya,” tandas politisi asal Partai Amanat Nasional ini.
Bagi Usman - masukan, saran dan pola pikir yang sama dari pihak manapun untuk membangun Buton Selatan adalah harapan besar, tanpa mengabaikan sumber daya daerah ini, tanpa terjebak dengan politik identitas yang kerap mengkerangkeng pemikiran.
Pastinya Buton Selatan kini tengah meneropong jejak-jejak kemajuannya, di tengah keterbatasan dan minimnya anggaran pusat. Berharap pendapatan asli daeah (PAD) tentu juga salah satu alternatif, tanpa harus membebani rakyatnya. Semoga saja Busel Beradat mencapai impiannya. Semoga! (ref)