![]() |
Pelabuhan Batu di Lantahuni Seram Bagian Barat |
Kabupaten Seram Bagian Barat di Maluku dan Kabupaten Buton di Sulawesi Tenggara jaraknya berjauhan, bahkan, terpisahkan Laut Maluku dan Laut Banda. Tetapi di Kabupaten Seram Bagian Barat, ada suku Buton yang sudah tinggal turun-temurun. Bahkan, beberapa orang Buton pernah menjadi wakil kepala daerah di sana.
![]() |
Lapaco, tokoh masyarakat di Dusun Tatinang |
Kepala Dusun Tatinang, Lapaco, mengatakan suku Buton sudah berada di daerahnya sejak zaman penjajahan oleh Belanda. Mereka, kata Lapaco, adalah para jawara yang enggan menyerah sehingga memilih pindah.
"Awalnya para jawara suku Buton itu menetap dari mulai 1913 dan salah satu dari mereka jadi pemimpin di sini, mulai membentuk dusun tahun 1915," ujar Lapaco di laman kumparan kepada saat ditemui kumparan,akhir Agustus 2018 lalu
Wahid bersuku Buton. Pria berumur 68 tahun itu menyebut kedatangan sukunya sempat diprotes penduduk asli Pulau Seram, seperti suku Waisala.
"Waisala itu suku asli sini, mereka baru menetap 1925. Kami pendatang dari Buton sudah tanam pohon tanda kuasa tanah tahun 1915," kata Wahid.
Cerita Legenda Jawara Suku Buton di Tatinang
Lapaco menambahkan, para leluhurnya sering menceritakan legenda yang menggambarkan kehebatan jawara Suku Buton di Seram bagian Barat. Dulu ada seorang jawara Suku Buton yang tinggal di perbukitan bernama Latu Lando.
Alkisah, suatu ketika Latu Lando berhadapan dengan tentara Belanda karena melawan dan menolak tanahnya dijajah. Untuk memperlihatkan kekuatannya, Latu Lando menghentakkan lututnya ke tanah, karena sangat keras hentakan tersebut sampai membentuk cekungan yang menjadi danau di atas bukit di belakang Dusun Tatinang.
"Awalnya para jawara suku Buton itu menetap dari mulai 1913 dan salah satu dari mereka jadi pemimpin di sini, mulai membentuk dusun tahun 1915," ujar Lapaco di laman kumparan kepada saat ditemui kumparan,akhir Agustus 2018 lalu
Wahid bersuku Buton. Pria berumur 68 tahun itu menyebut kedatangan sukunya sempat diprotes penduduk asli Pulau Seram, seperti suku Waisala.
"Waisala itu suku asli sini, mereka baru menetap 1925. Kami pendatang dari Buton sudah tanam pohon tanda kuasa tanah tahun 1915," kata Wahid.
Cerita Legenda Jawara Suku Buton di Tatinang
Lapaco menambahkan, para leluhurnya sering menceritakan legenda yang menggambarkan kehebatan jawara Suku Buton di Seram bagian Barat. Dulu ada seorang jawara Suku Buton yang tinggal di perbukitan bernama Latu Lando.
Alkisah, suatu ketika Latu Lando berhadapan dengan tentara Belanda karena melawan dan menolak tanahnya dijajah. Untuk memperlihatkan kekuatannya, Latu Lando menghentakkan lututnya ke tanah, karena sangat keras hentakan tersebut sampai membentuk cekungan yang menjadi danau di atas bukit di belakang Dusun Tatinang.
![]() |
Anak-anak Buton di Duuna Tatinang |
Adapun Wilayah Dusun Tatinang membentang dari Danau Tapi yang berbatasan dengan Dusun Masika, Kecamatan Waisala, Kabupaten Seram Barat hingga Pulau Batu Lantahuni. Lantahuni diambil dari nama seorang jawara suku buton, Launi, yang termasuk leluhur warga Dusun Tatinang yang menetap dan wafat di pulau tersebut. Launi dikenal oleh warga Tatinang sebagai tokoh yang aktif melawan gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS).
"Iya, memang dulu ada pendekar bernama Launi di pulau itu dan mati di situ, dia dulu sering melawan RMS tahun 50-an," kata Wahid.
Makna di Balik Kata "Tatinang"
Para leluhur Dusun Tatinang memiliki harapan untuk menjadikan dusun tersebut menjadi tempat yang tenang dan sejahtera untuk dihuni. Hal tersebut dapat dipahami dari arti nama Tatinang. Menurut Larobo (101 tahun), salah satu tokoh sesepuh di sana, Tatinang berasal dari bahasa Buton 'tinang' yang berarti tenang.
"Dulu para leluhur di sini memilih kata Tatinang karena berharap di sini seperti air di dalam wadah bambu, tenang dan jernih. Artinya tidak ada konflik dan taat dalam agama," kata Larobo,
Di Balik Nama Orang Suku Buton
Sebagaimana Suku Buton, warga di Dusun Tatinang seluruhnya memang memeluk agama Islam. Salah satu identitas keislaman Suku Buton yang masih dipertahankan di Dusun Tatinang adalah penamaan seseorang.
"Iya, memang dulu ada pendekar bernama Launi di pulau itu dan mati di situ, dia dulu sering melawan RMS tahun 50-an," kata Wahid.
Makna di Balik Kata "Tatinang"
Para leluhur Dusun Tatinang memiliki harapan untuk menjadikan dusun tersebut menjadi tempat yang tenang dan sejahtera untuk dihuni. Hal tersebut dapat dipahami dari arti nama Tatinang. Menurut Larobo (101 tahun), salah satu tokoh sesepuh di sana, Tatinang berasal dari bahasa Buton 'tinang' yang berarti tenang.
"Dulu para leluhur di sini memilih kata Tatinang karena berharap di sini seperti air di dalam wadah bambu, tenang dan jernih. Artinya tidak ada konflik dan taat dalam agama," kata Larobo,
Di Balik Nama Orang Suku Buton
Sebagaimana Suku Buton, warga di Dusun Tatinang seluruhnya memang memeluk agama Islam. Salah satu identitas keislaman Suku Buton yang masih dipertahankan di Dusun Tatinang adalah penamaan seseorang.
"Nama orang Buton asli itu pasti kalau laki-laki berawalan La, sedangkan perempuan berawalan Wa, seperti Laode dan waode...di sini masih ada itu." Lanjut Larobo.
Larobo juga menambahkan, dua awalan nama tersebut merupakan 2 kalimat syahadat 'lailahaillallah' dan waashaduannamuhammadarrasulullah.' Adapun tujuan pemberian nama tersebut agar para anak Suku Buton ketika sudah menjelajahi lautan tetap taat dengan ajaran agama.**
0 Komentar