Butonmagz, masih dalam proses perbaikan web, bila ada kendala pembacaan informasi mohon permakluman

Sandeq, Adu Gesit Perahu Bercadik dari Negeri Mandar


SANDEQ adalah perahu tradisional suku Mandar, Sulawesi Barat. Dulu, perahu kayu bercadik itu digunakan untuk menangkap ikan dan berdagang. Ia terkenal kuat dan gesit di laut. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, peran sandeq mulai tergantikan oleh perahu-perahu berteknologi modern. Untuk melestarikan sandeq, sejak 1995 digelar lomba adu cepat perahu itu di Sulawesi Barat. Mulanya lomba tersebut ditujukan untuk mengasah kemampuan melaut para passandeqawak sandeq. Belakangan, acara itu justru menjelma menjadi ajang adu gengsi. Tahun ini, lomba balap sandeq berlangsung selama tujuh hari pada pertengahan Agustus lalu, dengan rute Pantai Bahari, Polewali Mandar, hingga Pantai Manakarra, Mamuju.

RATUSAN orang tampak berjajar di tepi Pantai Labuang, Majene, Sulawesi Barat, pada Selasa ketiga Agustus lalu. Ketika terdengar suara tembakan, mereka berlarian menuju perahu masing-masing dan segera mendorongnya ke arah laut. Tak lama kemudian, mereka melompat ke atas perahu, mendayungnya, dan mengembangkan layar untuk memacu perahu. Dengan cepat mereka terlihat meninggalkan bibir Pantai Labuang.

Total ada 22 perahu yang berlayar dari pantai itu. Setiap perahu terdiri atas delapan orang awak, yang disebut passandeq. Satu orang menjadi juru kemudi, sementara tujuh lainnya bertugas mengatur layar dan menjaga keseimbangan. Perahu-perahu yang mereka naiki itu disebut sandeq. Perahu tradisional suku Mandar, Sulawesi Barat, ini berbahan dasar kayu dengan cadik bambu di kanan-kirinya. Ukurannya tak besar. Panjangnya hanya 12-13 meter, sementara lebarnya 50-60 sentimeter. Kendati begitu, perahu ini mampu mengangkut beban hingga ratusan kilogram.

Dari Pantai Labuang, perahu-perahu itu beradu cepat menuju perairan Desa Banua Sendana, Majene. Jaraknya kurang-lebih 35 kilometer. Namun tak semua sandeq berhasil menyelesaikan perjalanan. Angin kencang yang bertiup di sepanjang rute membuat beberapa sandeq terbalik, antara lain perahu bernama Bintang Merdeka, Dewa Laut, Pammase, dan Surya Persada. "Angin membuat perahu kami bertabrakan dengan perahu lain sehingga terbalik," kata Abdullah, salah seorang awak Bintang Merdeka.

Sejumlah sandeq membutuhkan waktu hampir tiga jam untuk menuntaskan perjalanan dari Pantai Labuang ke perairan Desa Banua Sendana. Perahu bernama Masya Allah menjadi yang pertama, diikuti Cahaya Mandar, Merpati Putih, Merpati, dan GPS. Ullah, awak Masya Allah, mengungkapkan, sepanjang perjalanan, perahunya dan sandeq lain terus-menerus diterjang angin kencang yang membuat ombak makin tinggi. "Karena itu, para passandeq memilih rute di pinggir pantai," ujarnya.

Adu cepat perahu sandeq itu merupakan bagian dari Festival Sandeq Race 2018 yang berlangsung pada 11-17 Agustus lalu di Sulawesi Barat. Rutenya berawal dari Pantai Bahari, Polewali Mandar, menuju Pantai Manakarra, Mamuju. Rute ini berbeda dengan jalur dalam pergelaran tahun lalu, yang dimulai dari Pantai Manakarra dan berakhir di Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan. Selain menampilkan lomba balap sandeq, festival tahunan tersebut menghadirkan sejumlah acara, antara lain pentas seni, pemutaran film dokumenter, dan pesta kuliner rakyat.

Sama seperti pergelaran sebelumnya, festival tahun ini memperlombakan dua jenis balap sandeq, yakni racing segitiga dan maraton. Balap racing segitiga berlangsung di Pantai Bahari, Pantai Labuang, dan Pantai Manakarra. Adapun lomba maraton dibagi menjadi empat etape, yakni etape I dari Pantai Bahari menuju Pantai Labuang, etape II (Pantai Labuang-perairan Desa Banua Sendana), etape III (perairan Desa Banua Sendana-Pantai Deking, Majene), dan etape IV (Pantai Deking-Pantai Manakarra).

Perahu Masya Allah menjadi juara umum dalam perlombaan tahun ini, diikuti Cahaya Mandar dan Merpati Putih sebagai pemenang kedua dan ketiga. Juara pertama festival mendapatkan Rp 30 juta, piagam penghargaan, dan piala bergilir. Adapun juara kedua dan ketiga masing-masing memperoleh Rp 25 juta dan Rp 20 juta serta piagam penghargaan. Perahu yang menduduki peringkat keempat hingga terakhir juga mendapat hadiah, yakni Rp 11 juta dan piagam penghargaan.

Salah seorang passandeq, Jamaluddin, mengatakan rute lomba balap sandeq tahun ini sangat menantang karena arus laut cukup kuat. "Terutama di daerah perairan Majene hingga Pantai Deking," ucapnya. Passandeq lain, Gusman, menyebut etape I maraton dari Pantai Bahari hingga Pantai Labuang sebagai rute yang paling menantang. "Ombaknya besar dan anginnya kencang," kata awak Masya Allah itu.
                                                                                    **

NAMA sandeq berasal dari bahasa Mandar, yang berarti "runcing". Perahu itu diduga diciptakan para pelaut suku Mandar pada 1930-an. Konon, modelnya terinspirasi perahu-perahu Belanda yang ketika itu dipakai untuk berdagang di Selat Makassar. Layar segitiga sandeq juga merupakan hasil adopsi terhadap perahu-perahu itu lantaran dianggap bisa memacu laju dan praktis digunakan saat berlayar mengarungi lautan. Model tersebut kemudian dilengkapi dengan cadik sebagai ciri khas budaya bahari Sulawesi Barat.

Menurut peneliti sandeq asal Jerman, Horst H. Liebner, sejak diciptakan, perahu tersebut dirancang bisa berlayar dengan cepat di laut untuk memburu aneka ikan. Salah satunya cakalang. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mata pancing, yang bisa menjerat ikan hanya jika kecepatan perahu lebih dari 5 knot. "Kalau tidak cepat, ikan cakalang tak mau menggigit umpan," tutur Liebner. Layar segitiga sandeq diperkirakan mampu mendorong perahu itu hingga mencapai kecepatan 20 knot atau melebihi laju perahu motor, seperti ketinting.

Pada 1980-an, sandeq tak hanya digunakan nelayan Mandar untuk mencari ikan, tapi juga untuk berdagang. Fungsi yang bertambah itu membuat ukuran sandeq menjadi sedikit lebih besar. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, sandeq perlahan ditinggalkan. Dengan alasan efektivitas dan kepraktisan, para nelayan Mandar memilih menggunakan perahu berteknologi modern untuk melaut. "Perahu-perahu bermesin lebih nyaman dan gampang digunakan," ujar Liebner.

Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran akan punahnya sandeq. Karena itu, sejak 1995, digelar lomba balap sandeq di Sulawesi Barat, yang kini dikenal sebagai Festival Sandeq Race. Lomba berawal di Pantai Manakarra dan berakhir di Pantai Losari. Lomba yang berlangsung setiap Agustus itu diinisiasi Liebner atas usul sejumlah nelayan Mandar asal Majene.

Peneliti sandeq, Muhammad Ridwan Alimuddin, mengatakan lomba itu hanya diikuti 15 perahu ketika pertama kali digelar. Jumlah peserta terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya, yang pada 2007 mencapai angka terbanyak dengan 53 perahu. Setelah itu, jumlah sandeq yang mengikuti lomba sekitar 20. Menurut Ridwan, lomba tersebut telah berkontribusi melestarikan sandeq. "Kalau tak ada lomba, sandeq pasti sudah ditinggalkan. Apalagi sudah tak ada sandeq yang dipakai untuk menangkap ikan," ucapnya.

Selain bertujuan melestarikan budaya bahari Mandar, lomba balap sandeq digelar untuk mengasah kemampuan melaut para passandeq, dari soal navigasi hingga membaca arus dan angin. Tapi kemudian lomba itu justru menjelma menjadi ajang adu kemampuan passandeq. "Ini semata-mata adu gengsi karena berlangsung satu tahun sekali," kata seorang passandeq, Masdar.

Belakangan, lomba balap sandeq memunculkan sejumlah inovasi pada bentuk perahu itu. Menurut Horst H. Liebner, para passandeq membuat perahu yang lebih ramping dan ringan, seperti sandeq yang sekarang dilombakan. Tujuannya adalah sandeq bisa lebih gesit melaju di laut. Selain itu, para passandeq membuat inovasi pada cat perahu. Mereka mencampur semacam kapur dan lem agar cat bisa bertahan lama. "Dulu perahu dicat setiap dua bulan, tapi sekarang tahan sampai satu tahun," ujar Liebner.

Sandeq biasanya dicat warna putih sebagai lambang kebersihan dengan harapan disukai banyak orang. Di Mandar, sandeq bercat putih itu dikenal dengan sebutan "lopi sandeq malolo", yang berarti "perahu sandeq cantik itu putih". "Cat putih juga membuat perahu tak cepat rusak karena bisa memantulkan cahaya panas," kata Ridwan Alimuddin.

                                                                       **
PARA passandeq membutuhkan setidaknya sepuluh hari untuk mempersiapkan diri menghadapi lomba balap sandeq. Masdar, passandeq asal Desa Galung Tulu, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menjelaskan, persiapan itu antara lain pengecekan semua bagian perahu, termasuk perbaikan jika ada bagian yang rusak. Selain itu, passandeq bersiap dengan menjalani semacam ritual di rumah masing-masing. "Ritual ini untuk keselamatan," ucapnya.

Menurut Masdar, ritual setiap passandeq berbeda. Ada yang duduk di kursi lalu mengambil tali berwarna hijau dan mengikatkannya di kepala. Ada juga yang berpuasa satu hari sebelum bertanding. "Intinya, para passandeq membaca doa keselamatan sendiri-sendiri," ujarnya.

Pada hari dimulainya lomba, mereka yang tergabung dalam satu tim menjalani ritual berjalan kaki bersama-sama menuju tempat berkumpul di salah satu rumah passandeq. Di sana, mereka berdoa bersama sebelum menuju rumah pemilik sandeq. Pemilik sandeq pun menjalani ritual dengan mengumpulkan semua anggota tim dan masyarakat setempat. Selagi dupa dibakar dan doa dibacakan, disajikan berbagai jenis makanan di atas baki, seperti pisang, ikan, telur, nasi ketan putih dan hitam, nasi putih, serta aneka kue. "Ini supaya para passandeq selamat saat pergi dan kembali," tutur seorang pemilik sandeq, Syarifuddin.

Seusai doa, dupa yang dibakar bersama sabut kelapa diberikan kepada sandeq untuk dimasukkan ke lubang di tengah perahu, yang dikenal dengan istilah "pusar kapal". Kemudian baki berisi berbagai makanan kembali disajikan di dekat sandeq, sementara pemilik sandeq dan para passandeq membaca doa serta menyirami bagian tengah dan kedua ujung kapal dengan air. "Semua ini bertujuan agar sandeq tak mengalami masalah selama perjalanan," kata Syarifuddin.

Menurut seorang passandeq, Mustakim, ritual doa sebagai persiapan menghadapi lomba antara satu tim dan tim lain bisa jadi berbeda. Bahkan ada passandeq yang tidak menjalani ritual doa sebelum berlomba. "Kalau di Polewali Mandar, pasti ada ritual doa karena sudah dijalankan secara turun-temurun," ujar warga Desa Bala, Balanipa, Polewali Mandar, itu.

-----------
Sumber resmi dikutip langsung dari Majalah Tempo, edisi 14 September 2018: penulis Didit Hariyadi (Makassar), Arif Budianto (Mamuju), Prihandoko


  • Asal Usul Nama Sulawesi dan Sebutan Celebes
    Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)BUTONMAGZ--Sulawesi dan Celebes merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Menurut data Sensus 2020, penduduknya mencapai kurang dari 20 juta jiwa, yang tersebar di...
  • Tragedi Sejarah Lebaran Kedua di Tahun 1830
    Diponegoro (mengenakan surban dan berkuda) bersama pasukannya tengah beristirahat di tepian Sungai Progo.BUTONMAGZ---Hari ini penanggalan islam menunjukkan 2 Syawal 143 Hijriah, dalam tradisi budaya Islam di Indonesia dikenal istilah 'Lebaran kedua',  situasi dimana semua orang saling...
  • Kilas sejarah singkat, Sultan Buton ke-4 : Sultan Dayyanu Ikhsanuddin
    Apollonius Schotte (ilustrasi-Wikipedia)BUTONMAGZ—Tulisan ini merupakan bagian dari jurnal Rismawidiawati – Peneliti pada Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar, dengan judul  Sultan La Elangi (1578-1615) (The Archaeological Tomb of the Pioneers “Martabat Tujuh” in the Sultanate...
  • Peranan Politik Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton (Bagian 3)
    Pulau Sagori (kini wilayah Bombana) yang banyak menyimpan cerita zaman Kesultanan ButonBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu...
  • Mengenal Pribadi Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian 2)
    Pulau Makasar di Kota BaubauBUTONMAGZ---Tulisan ini disadur dari Jurnal Ilmiah berjudul ‘Peranan Sultan Mardan Ali di Kesultanan Buton: 1647-1657M, yang ditulis Asniati, Syahrun, La Ode Marhini dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.Di bagian pertama menjelaskan tentang profil awal...
  • Mengenal sosok Sultan Mardan Ali. Sultan Buton yang dihukum Mati (Bagian I)
    Makam Sultan Mardan Ali 'Oputa Yi Gogoli'  (foto rabani Unair Zone)BUTONMAGZ--- cerita tentang kepemimpinan raja dan sultan di Buton masa lalu menjadi catatan tersendiri dalam sejarah masyarakat Buton kendati literasi tentang itu masih jarang ditemukan. Salah satu kisah yang menarik adalah...
  • Sejarah Kedaulatan Buton dalam Catatan Prof. Susanto Zuhdi
    foto bertahun 1938 dari nijkmusem.dd----8 April 1906, Residen Belanda untuk Sulawesi, Johan Brugman (1851–1916), memperoleh tanda tangan atas kontrak baru dengan Sultan Aidil Rakhim (bernama asli Muhamad Asyikin, bertakhta 1906–1911) dari keluarga Tapi-tapi setelah satu minggu berada di...
  • Perdana Menteri Negara Indonesia Timur Kelahiran Buton, Siapa Dia?
    Nadjamuddin Daeng MalewaBUTONMAGZ---Tak banyak yang mengenal nama tokoh ini di negeri Buton, namun di Makassar hingga politik ibu kota masa pergerakan kemerdekaan, nama ini dikenal sebagai sosok politis dengan banyak karakter. Namanya Nadjamuddin Daeng Malewa, lahir di Buton pada tahun 1907. Ia...

  • Inovasi di Desa Kulati - Wakatobi, Sulap Sampah Jadi Solar
    BUTONAMGZ---Kabupaten Wakatobi yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya, ternyata memiliki sebuah desa yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, dimana dihuni oleh masyarakat yang sangat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.Daerah ini bernama Desa Kulati yang mayoritas...
  • Repihan Tradisi dan Sejarah di Kepulauan Pandai Besi - Wakatobi
    BUTONMAGZ---Kepulauan Pandai Besi adalah julukan untuk empat pulau besar dan sejumlah pulau kecil lain di ujung tenggara Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Penamaan itu diberikan pada masa Hindia Belanda karena kepandaian masyarakatnya dalam pembuatan senjata tradisional berbentuk keris dan peralatan...
  • Tari Lariangi - Kaledupa; Tarian Penyambutan dengan Nuansa Magis
    Penari Lariangi. (Dokumen Foto La Yusrie)BUTONMAGZ---Kepulauan Buton tak hanya kaya dengan kesejarahan dan maritim, budaya seninya pun memukau. Salah satunya Tari Lariangi yang berasal dari Kaledupa Kabupaten Wakatobi – Sulawesi Tenggara saat ini.Melihat langsung tarian ini, magisnya sungguh terasa...
  • KaTa Kreatif 2022: Potensi 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih. Wakatobi terpilih!
    Wakatobi WaveBUTONMAGZ--Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, secara resmi membuka kick off KaTa Kreatif 2022 pada Januari lalu. Di dalam program ini terdapat 21 Kabupaten/Kota Kreatif Terpilih dari total 64 Kabupaten/Kota yang ikut serta.KaTa Kreatif...
  • Tiga Lintasan Baru ASDP di Wakatobi Segera Dibuka
    BUTONMAGZ---Sebanyak tiga lintasan baru Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Baubau di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, segera dibuka menyusul telah disiapkannya satu unit kapal untuk dioperasikan di daerah itu. Manager Usaha PT ASDP Cabang Baubau, Supriadi, di Baubau,...
  • La Ola, Tokoh Nasionalis dari Wakatobi (Buton) - Pembawa Berita Proklamasi Kemerdekaan Dari Jawa.
    BUTONMAGZ—Dari sederet nama besar dari Sulawesi Tenggara yang terlibat dalam proses penyebaran informasi Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada satu nama yang (seolah) tenggelam dalam sejarah.  Di adalah La Ola. Nama La Ola terekam dalam buku berjudul “Sejarah Berita...
  • Jatuh Bangun dan Tantangan bagi Nelayan Pembudidaya Rumput Laut di Wakatobi
    ilustrasi : petani rumput laut BUTONMAGZ---Gugusan Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara terdiri dari 97 persen lautan dan hanya 3 persen daratan. Dari 142 pulau-pulau kecil, hanya 7 pulau yang berpenghuni manusia. Saat ini pariwisata bahari menjadi andalan pendapatan perkapita masyarakat di...
  • Kaombo, Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal
    BUTONMAGZ--Terdapat sebuah kearifan lokal di masyarakat Kepulauan Buton pada umumnya. Di Pulau Binongko - Wakatobi misalnya, oleh masyarakat setempat kearifan ini digunakan untuk menjaga kelestarian alam. Mereka menyebutnya tradisi kaombo, yakni sebuah larangan mengeksploitasi sumber daya alam di...