Wakil Wali Kota Baubau, La Ode Ahmad Monianse punya cara pandang sendiri terhadap kehidupan orang Buton dari masa ke masa. Bagi dia, kesejarahan Buton yang telah berjalan adalah sebuah cerminan khazanah dan kekayaan, yang kemudian menjadi spirit untuk menata masa depan. Dalam pandangannya, masyarakat Buton hakikatnya bukanlah suku kecil, ia adalah bangsa yang dibentuk dari berbagai macam ras. Buton adalah bangsa unggul.
Apa saja yang terbetik dalam pikiran Ahmad Monianse mengenai daerahnya; berikut wawancaranya dengan Butonmagz, di ruang kerja Wakil Wali Kota di Palagimata, Selasa siang kemarin, 28 November 2018.
T : Pemerintahan Tampil Manis begitu konsentrasi dengan persoalan budaya, Kenapa begitu?
J : Budaya, hanyalah satu dari 4 pilar konsentrasi pembangunan di kota ini, ia satu bagian yang memang begitu penting untuk membangun karakter kebangsaan kita, selain budaya ada infrastruktur, ekonomi, dan sumber daya manusia. Budaya itu punya nilai tinggi. Dari budaya kita serap maknanya dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari. Itu sebab Wali Kota AS. Tamrin menghidupkan nilai-nilai Po-5 yang beliau serap dari falsafah ‘Sara Pataaguna’.
T : Anda yakin dengan budaya, pembangunan kita sukses?
J : Itu pasti, karena budaya menyentuh rasa kemanusaian, nilai-nilainya bersemanyam sebagai kekuatan. Budaya itu asal katanya budi – daya, ada keluhuran dan menjadi menjadi kekuatan. Jadi budaya bukan sekadar simbol-simbol, ada nilai yang ingin dipetik di sana. Pembangunan jika dilatarbelakangi kebudayaan kita tak kehilangan roh, di situ pentingnya mengenal akar jati diri. Dari budaya kita bisa tahu apakah kita termasuk kelompok bangsa unggul?
T : Anda ingin mengatakan Buton itu sebagai bangsa unggul?
J : Ya, Buton itu bangsa unggul. Ia tidak tercipta begitu saja. Perjalanan sejarah membuktikan bahwa masyarakat Buton sangat kaya dengan kesejarahan, dan bangsa-bangsa besar itu lahir dari keunggulan-keunggulan sejarahnya.
T : Indikator apa selain sejarah yang bisa membuat ‘Buton’ sebagai bangsa unggul?
J : Tau tidak, bicara asal muasal, kita di Buton ini berasal dari ras unggul di dunia. Kalau Anda membaca tentang Mia Patamiana (empat orang pertama pembentuk Buton), yakni Sitamanajo, Sijawangkati, Simaului dan Sipanjonga, yang kemudian bersepakat menunjuk Wa Kaa Kaa sebagai ratu pertama di Buton. Itu semua dari mana?
Saya pernah membaca buku karya Munoz tentang sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara. Bahwa ada tokoh bernama Sri Tan Man Nat Jo, Sri Maulvi adalah sisa-sisa kerajaan Sriwijaya yang keluar dari negerinya karena tak ingin dikuasai oleh imperium Majapahit yang mulai merajalela. Sri Tan Man Nat Jo disinyalir sebagai Sitamanajo, dan Sri Maulvi adalah Si Maului.
Juga ada certa tentang Jayakatwang dari Kediri yang memberontak di Singosari yang diceritakan Kakawin Negarakertagama di tahun 1200-an. Jayakatwang kemudian ditumbangkan oleh pasukan Kubilai Khan dari Mongol, salah satu tokoh dari pasukan Mongol ini adalah Sri Pan Dong atau disebut pula dengan nama Kao Shin.
Kehadiran Kao Shin ini membauat Jayakatwang dan anak-anaknya ke luar dari Pulau Jawa. Tetapi di kabarkan Jayakatwang dihukum mati di kapalnya, dan hanya menyisakan anak-anaknya. Satu diantaranya bernama Sri Sastra Jaya, yang kemudian sampai di satu tempat di Timur disinyalir Buton bernama Sijawangkati. Sementara Sri Pan Dong atau Kao Shin ini disinyalir adalah Sipanjonga, yang kemudian situs-situs sejarahnya ditemukan di Tobe-tobe, sekitar Labalawa masa kini.
T : sampai sejauh itu sejarahnya? Lalu hubungannya dengan Wa Kaa Kaa
J : itulah folklore kita, tetapi apapun bentuknya telah menjadi cerita bertutur yang terwaruskan hingga kini. Kalau Wa Kaa Kaa, adalah putri dari Kubilai Khan, raja Mongol yang kesohor. Yang kemudian disepakati oleh empat orang tadi menjadi pemimpin di anatara mereka. Sebutan ‘keluar dari bambu’ itu sebagai semiotika kesejarahan jika Wa Kaa Kaa adalah simbol keunggilan yang dihormati dan menjadi pemersatu empat tokoh besar, yang kemudian membentuk ‘Bangsa Buton’.
T: itu bisa dijadikan pedoman kesejarahan?
J : benar atau tidaknya hikayat ini, tetapi makna besarnya bahwa Buton terbentuk dari 4 golongan besar dari ras-ras unggul. Dari sana kita mengambil kongklusi bahwa sebenarnya Bangsa Buton itu berasal dari ras-ras unggul. Soal sejarah ini, biarlah sejarawan dan budayawan yang meluruskan ceritanya. Saya ingin mengatakan asal muasal kita di Buton berasal dari ‘ras-ras unggul’. Itu pointnya.
T : Makna lain yang bisa dipetik dari sana itu apa?
J : Karena kita berasal dari ras-ras unggul, harusnya manusia Buton kekinian juga harus unggul di segala sektor. Itu modal besar membangun negeri. Seperti halnya di Kota Baubau, Pemerintahan Tampil Manis tentu akan meletakkan pembangunannya dngan berlandaskan pada akar historis. Ke depan simbol-simbol itu semua akan dibangun infrastruktur berkait hal itu, dengan potensi dan kekuatan Kota Baubau. Apalagi kota ini dipersiapkan sebagai ibukota calon Provinsi Kepulauan Buton.
T: kapan action-nya?
J : Bicara action, sudah dilakukan. tetapi tunggu saja, Wali Kota AS. Tamrin yang akan memaparkannya secara detail, saya hanya membantu beliau, tetapi gambaran sederhananya seperti itu. Sebab pemerintahan Tampil Manis juga ingin dicatat dalam memori kolektif masyarakat sebagai pmerintahan yang bekerja, dan itu tugas moral saya mendampingi Pak Wali Kota membangun Kota Baubau yang maju, sejahtera dan berbudaya.
T: kembali ke soal, ras unggul. Bagaimana implementasinya bagi masyarakat Buton di Kota Baubau?
J : Karena memahami diri kita berasal dari ras unggul, maka tentu inovasi-inovasi, percepatan-percepatan dalam segala lini kehidupan kita perkuat. Saya meyakini ke depan kita akan semakin maju, dan sejajar dengan kota-kota maju lainnya di Nusantara. Sejarah besar kita telah mencatat itu. Semangat sebagai ras unggul itu kita jadikan modal dasar, modal historis, agar kita tetap dalam ‘roh’ yang sama membangun daerah ini.**
Apa saja yang terbetik dalam pikiran Ahmad Monianse mengenai daerahnya; berikut wawancaranya dengan Butonmagz, di ruang kerja Wakil Wali Kota di Palagimata, Selasa siang kemarin, 28 November 2018.
T : Pemerintahan Tampil Manis begitu konsentrasi dengan persoalan budaya, Kenapa begitu?
J : Budaya, hanyalah satu dari 4 pilar konsentrasi pembangunan di kota ini, ia satu bagian yang memang begitu penting untuk membangun karakter kebangsaan kita, selain budaya ada infrastruktur, ekonomi, dan sumber daya manusia. Budaya itu punya nilai tinggi. Dari budaya kita serap maknanya dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari. Itu sebab Wali Kota AS. Tamrin menghidupkan nilai-nilai Po-5 yang beliau serap dari falsafah ‘Sara Pataaguna’.
T : Anda yakin dengan budaya, pembangunan kita sukses?
J : Itu pasti, karena budaya menyentuh rasa kemanusaian, nilai-nilainya bersemanyam sebagai kekuatan. Budaya itu asal katanya budi – daya, ada keluhuran dan menjadi menjadi kekuatan. Jadi budaya bukan sekadar simbol-simbol, ada nilai yang ingin dipetik di sana. Pembangunan jika dilatarbelakangi kebudayaan kita tak kehilangan roh, di situ pentingnya mengenal akar jati diri. Dari budaya kita bisa tahu apakah kita termasuk kelompok bangsa unggul?
T : Anda ingin mengatakan Buton itu sebagai bangsa unggul?
J : Ya, Buton itu bangsa unggul. Ia tidak tercipta begitu saja. Perjalanan sejarah membuktikan bahwa masyarakat Buton sangat kaya dengan kesejarahan, dan bangsa-bangsa besar itu lahir dari keunggulan-keunggulan sejarahnya.
T : Indikator apa selain sejarah yang bisa membuat ‘Buton’ sebagai bangsa unggul?
J : Tau tidak, bicara asal muasal, kita di Buton ini berasal dari ras unggul di dunia. Kalau Anda membaca tentang Mia Patamiana (empat orang pertama pembentuk Buton), yakni Sitamanajo, Sijawangkati, Simaului dan Sipanjonga, yang kemudian bersepakat menunjuk Wa Kaa Kaa sebagai ratu pertama di Buton. Itu semua dari mana?
Saya pernah membaca buku karya Munoz tentang sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara. Bahwa ada tokoh bernama Sri Tan Man Nat Jo, Sri Maulvi adalah sisa-sisa kerajaan Sriwijaya yang keluar dari negerinya karena tak ingin dikuasai oleh imperium Majapahit yang mulai merajalela. Sri Tan Man Nat Jo disinyalir sebagai Sitamanajo, dan Sri Maulvi adalah Si Maului.

Kehadiran Kao Shin ini membauat Jayakatwang dan anak-anaknya ke luar dari Pulau Jawa. Tetapi di kabarkan Jayakatwang dihukum mati di kapalnya, dan hanya menyisakan anak-anaknya. Satu diantaranya bernama Sri Sastra Jaya, yang kemudian sampai di satu tempat di Timur disinyalir Buton bernama Sijawangkati. Sementara Sri Pan Dong atau Kao Shin ini disinyalir adalah Sipanjonga, yang kemudian situs-situs sejarahnya ditemukan di Tobe-tobe, sekitar Labalawa masa kini.
T : sampai sejauh itu sejarahnya? Lalu hubungannya dengan Wa Kaa Kaa
J : itulah folklore kita, tetapi apapun bentuknya telah menjadi cerita bertutur yang terwaruskan hingga kini. Kalau Wa Kaa Kaa, adalah putri dari Kubilai Khan, raja Mongol yang kesohor. Yang kemudian disepakati oleh empat orang tadi menjadi pemimpin di anatara mereka. Sebutan ‘keluar dari bambu’ itu sebagai semiotika kesejarahan jika Wa Kaa Kaa adalah simbol keunggilan yang dihormati dan menjadi pemersatu empat tokoh besar, yang kemudian membentuk ‘Bangsa Buton’.
T: itu bisa dijadikan pedoman kesejarahan?
J : benar atau tidaknya hikayat ini, tetapi makna besarnya bahwa Buton terbentuk dari 4 golongan besar dari ras-ras unggul. Dari sana kita mengambil kongklusi bahwa sebenarnya Bangsa Buton itu berasal dari ras-ras unggul. Soal sejarah ini, biarlah sejarawan dan budayawan yang meluruskan ceritanya. Saya ingin mengatakan asal muasal kita di Buton berasal dari ‘ras-ras unggul’. Itu pointnya.
T : Makna lain yang bisa dipetik dari sana itu apa?
J : Karena kita berasal dari ras-ras unggul, harusnya manusia Buton kekinian juga harus unggul di segala sektor. Itu modal besar membangun negeri. Seperti halnya di Kota Baubau, Pemerintahan Tampil Manis tentu akan meletakkan pembangunannya dngan berlandaskan pada akar historis. Ke depan simbol-simbol itu semua akan dibangun infrastruktur berkait hal itu, dengan potensi dan kekuatan Kota Baubau. Apalagi kota ini dipersiapkan sebagai ibukota calon Provinsi Kepulauan Buton.
T: kapan action-nya?
J : Bicara action, sudah dilakukan. tetapi tunggu saja, Wali Kota AS. Tamrin yang akan memaparkannya secara detail, saya hanya membantu beliau, tetapi gambaran sederhananya seperti itu. Sebab pemerintahan Tampil Manis juga ingin dicatat dalam memori kolektif masyarakat sebagai pmerintahan yang bekerja, dan itu tugas moral saya mendampingi Pak Wali Kota membangun Kota Baubau yang maju, sejahtera dan berbudaya.
T: kembali ke soal, ras unggul. Bagaimana implementasinya bagi masyarakat Buton di Kota Baubau?
J : Karena memahami diri kita berasal dari ras unggul, maka tentu inovasi-inovasi, percepatan-percepatan dalam segala lini kehidupan kita perkuat. Saya meyakini ke depan kita akan semakin maju, dan sejajar dengan kota-kota maju lainnya di Nusantara. Sejarah besar kita telah mencatat itu. Semangat sebagai ras unggul itu kita jadikan modal dasar, modal historis, agar kita tetap dalam ‘roh’ yang sama membangun daerah ini.**
0 Komentar